Pasuruan (Greeners) – Pendidikan lingkungan hidup harus ditanamkan sedini mungkin pada anak-anak. Dan bermain merupakan salah satu cara paling efektif mentransformasikan ilmu. Pemahaman tersebut disadari benar oleh Bahrul Ulum, seorang guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) Plososari III, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan. Sepekan sekali, dia mengajak muridnya “blusukan” ke hutan.
Bukan hanya bermain, “blusukan” ke hutan bersama murid-muridnya dimanfaatkan untuk mengajarkan pengetahuan lingkungan. Anak-anak juga tampak antusias dan bisa menyerap pelajaran dengan baik.
“Bagi saya, pendidikan lingkungan harus dilakukan sedini mungkin. Bermain dan terjun langsung ke lapangan sangat efektif agar siswa bisa mencerna apa yang saya sampaikan,” kata Bahrul saat berbincang dengan Greeners.co saat mengajak muridnya ke hutan pada 22 Agustus 2017.
Pilihan mengajak murid masuk ke hutan bukan tanpa alasan. SDN Plososari III berada di desa yang dikelilingi hutan yang dikelola Perhutani. Di lokasi tersebut, banyak lahan hutan yang disulap jadi perkebunan pohon kayu putih.
“Jarak antara sekolah dan hutan sekitar 1 kilometer. Bagi anak-anak sini itu tak terlalu jauh. Seminggu sekali saya ajak mereka belajar lingkungan di hutan. Waktunya satu sampai dua jam tapi rutin,” terang Bahrul.
Di sela-sela kelas lapangan tersebut, Bahrul menyisipkan pemahaman bahwa melestarikan lingkungan merupakan keniscayaan bagi manusia untuk kelangsungan hidupnya. Pemahaman tersebut ia sampaikan dalam bahasa sederhana berdasarkan realitas yang ada di sekitar siswa.
Selain kerusakan akibat kebakaran yang sering terjadi saat musim kemarau, ulah manusia yang tak bertanggungjawab seperti alih fungsi lahan dan pembalakan liar juga bisa merusak hutan sehingga menyebabkan bencana alam seperti kekeringan dan banjir.
“Di sini juga banyak tambang batu. Saya sampaikan penambangan tersebut juga bisa merusak alam sehingga harus dikontrol,” jelasnya.
Bahrul mengungkapkan, selain diberikan pemahaman untuk menjaga kelestarian alam, para siswa juga dibiasakan melakukan penanaman. “Sesekali ada materi menanam, kadang juga pembibitan,” terangnya.
Meski dilakukan semingu sekali dan dalam keterbatasan, Bahrul menilai cara tersebut sangat efektif. Para siswa, katanya, sudah punya argumentasi sendiri soal pelestarian alam.
“Sayangnya waktunya memang terbatas. Kelas ini hanya saya terapkan untuk kelas 5 karena memang saya guru kelas 5. Saya berharap kelas-kelas lain juga mencobanya. Selain itu, saya tak mungkin sering-sering ajak murid menanam karena tak ada anggaran khusus. Sesekali juga saya beri pengetahun soal pembibitan, saya minta pegawai Perhutani memberikan materi tersebut,” terangnya.
Muhammad Fatoni, adalah salah satu siswa yang tampak paling antusias memperhatikan apa yang disampaikan Bahrul Ulum. Ia mengaku sangat senang saat diajak ke hutan.
“Ternyata kalau hutan rusak, bisa terjadi banjir. Bisa juga kekeringan,” ujarnya.
SDN Plososari III memiliki 206 siswa. Namun pendidikan lingkungan hanya diterapkan pada siswa kelas 4 sampai 6. Selain pelestarian hutan, Bahrul Ulum juga mengajak siswanya menjaga air dan menghemat air.
Penulis: MA/G12