Kesadaran Konservasi di Masyarakat Masih Minim

Reading time: 2 menit
Pemahaman pentingnya konservasi harus ditanamkan sejak dini. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Kawasan konservasi, termasuk taman nasional merupakan salah satu penyangga kehidupan, bergantungnya manusia, flora dan fauna. Dalam perjalanannya, kawasan konservasi ini menghadapi berbagai ancaman.

Praktisi Konservasi Wawan Ridwan menyebut pentingnya pendidikan terkait konservasi di semua jenjang, baik sekolah formal maupun non formal. Hal ini penting karena masih minimnya kesadaran masyarakat akan konservasi di Indonesia.

“Mereka harus tahu dampak kerusakan ekosistem seperti apa. Bahkan jika ada satu spesies yang punah akan berdampak pula ke kita manusia,” katanya baru-baru ini.

Wawan sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala Taman Nasional (TN) di tiga tempat berbeda, yakni TN Komodo, TN Bromo Tengger Semeru, dan TN Kerinci Seblat.

Adapun lahan taman nasional terbagi menjadi berberapa zona, yakni zona inti, zona pemanfaatan dan zona rimba. Akan tetapi, beberapa taman nasional memiliki zona lain seperti zona perlindungan bahari, zona rehabilitasi, zona religi, budaya, zona sejarah dan zona khusus.

Namun, menurutnya pemanfaatan taman nasional di Indonesia kerap bermasalah. Maraknya perburuan liar, dan bahkan perusakan ekosistem menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pendidikan konservasi disisipkan menjadi pelajaran wajib bagi semua jenjang sekolah.

“Misalnya di setiap liburan sekolah, guru mengajak siswa-siswanya ke taman nasional. Mereka bisa melihat dan belajar secara langsung,” imbuhnya.

Pendidikan Konservasi di Semua Jenjang

Sementara itu untuk jenjang perguruan tinggi Indonesia bisa mencontoh program magang mahasiswa berbagai jurusan yang berkunjung ke Taman Nasional di Amerika. Taman nasional di Indonesia hendaknya membuka peluang lebar dengan membuka lowongan khusus untuk program pendidikan konservasi ini.

“Kalau saat ini mereka banyak yang berkunjung, belajar. Tapi sifatnya belum masif, belum menjadi program wajib dan rutin,” ungkapnya.

Ia menambahkan, program ini tentunya tidak memberatkan taman nasional, karena tidak perlu mengaji mahasiswa. Mungkin hanya uang untuk makan dan ada wisma.

Lebih jauh, Wawan menyatakan kesadaran akan pentingnya pendidikan ini juga harus orang tua miliki. Sebagai pendidik pertama seorang anak, orang tua harus merangsang dan mengenalkan potensi keanekaragaman hayati, termasuk di taman nasional. “Orang tua bisa mengajak berjalan-jalan berkunjung selama anak libur sekolah,” kata dia.

Selain turut meningkatkan kesadaran dalam hal konservasi, pendidikan konservasi ini dapat memupuk rasa cinta anak sejak dini terhadap potensi keanekaragaman hayati. Wawan menyebut, hal ini menjadi kunci penting generasi muda sebagai penerus penjaga bumi ke depan. “Para generasi muda inilah yang nantinya menjaga ini semua kan,” ujarnya.

Penting mengasah kecerdasan naturalis agar tidak alami buta flora. Foto: Freepik

Tingkatkan Kapasitas Aparat

Di sisi lain, ketegasan aparat penegak hukum juga menentukan keberlanjutan konservasi. Namun, Wawan menyorot masih tumpulnya hukum terhadap pelaku perusak alam. “Perusak lingkungan sama dengan korupsi. Ngebom ikan itu tak hanya mematikan ikannya. Tapi juga habitat di sana, terumbu karang. Begitu dirusak butuh pemulihan 50 tahunan,” kata dia.

Sementara, pelaku hanya diganjar enam bulan pidana. Wawan menilai masih minimnya pengetahuan konservasi yang para aparat penegak hukum miliki.

“Oleh karenanya pendidikan konservasi ini juga harus ditanamkan pada mereka di sekolah akademi militer. Jadi bisa menentukan hukuman secara tepat,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top