Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan menutup tempat pemrosesan akhir (TPA) yang masih melakukan praktik open dumping secara bertahap. Daerah-daerah yang masih mengelola TPA dengan sistem open dumping wajib beralih ke pengelolaan menggunakan sistem sanitary landfill. Sementara itu, TPA yang tidak memungkinkan untuk rehabilitasi dan menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti di pesisir pantai, lereng, dan bukit, akan KLH tutup secara permanen.
Saat ini, dari 550 TPA yang ada di Indonesia, sebanyak 343 masih melakukan praktik open dumping. Dalam waktu dekat, KLH akan menutup 37 TPA yang masih melakukan praktik tersebut. Sebanyak 37 Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup telah terbit sebagai instrumen penegakan hukum yang mewajibkan penghentian praktik open dumping.
BACA JUGA: BEM UI dan DLH DKI Edukasi tentang Tata Cara Kelola Sampah
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menjelaskan bahwa keputusan ini berlandaskan pada Pasal 44 UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. UU tersebut mengamanatkan agar tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka harus tutup paling lama lima tahun sejak berlakunya undang-undang ini. Artinya, TPA yang masih menggunakan open dumping seharusnya sudah tutup pada tahun 2013.
“Sudah 13 tahun yang lalu sejak peraturan ini terbit, kami belum ngapa-ngapain. Mengacu pada ketentuan ini, sebenarnya sudah ada tenggat waktu 5 tahun sejak 2008 untuk menutup seluruh TPA open dumping, namun implementasinya belum optimal,” ujar Hanif dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin (10/3).
Menurut Hanif, saat ini merupakan momen yang tepat untuk mengubah tata kelola sampah di Indonesia, mengingat adanya pergantian kepala daerah yang juga bertanggung jawab besar dalam pengelolaan TPA di wilayah masing-masing.
Open DumpingΒ Cemari Lingkungan
Saat ini, sampah di Indonesia juga terus meningkat. Indonesia menghasilkan 56,63 juta ton sampah per tahun. Namun, sayangnya, baru 39,01% (22,09 juta ton) yang berhasil terkelola dengan baik.
Sebanyak 21,85% (12,37 juta ton) sampah masih ditimbun di TPA dengan metode open dumping. Sementara 39,14% (22,17 juta ton) lainnya terbuang ke lingkungan melalui pembakaran, illegal dumping, atau terbuang ke badan air.
Hanif mengatakan bahwa kondisi ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Terutama dalam menghentikan praktik open dumping yang mencemari lingkungan, terutama air tanah, melalui air lindi.
Setiap kali hujan, air hujan yang jatuh akan mengalir ke dalam TPA dan menghasilkan air lindi. Air tersebut dapat mencemari air tanah. Bahkan, memperburuk kualitas lingkungan hidup.
Ia juga menegaskan bahwa pemulihan TPA yang masih menggunakan metode open dumping akan dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu tiga hingga enam bulan. Sebab, penutupan dan rehabilitasi TPA ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk meminimalkan dampak lingkungan yang terjadi.
Pengawasan Terus Dilakukan
Deputi Penegakan Hukum Lingkungan KLH, Rizal Irawan, menjelaskan bahwa keputusan untuk menutup TPA yang masih menggunakan metode open dumping merupakan hasil pengawasan KLH terhadap 343 TPA selama empat bulan terakhir. Ratusan TPA tersebut tersebar di 286 kota dan kabupaten, 51 kota, dan 6 provinsi.
Sebelumnya, KLH telah memberikan sanksi administratif kepada TPA yang masih melakukan open dumping. Mereka juga mengirimkan surat peringatan kepada ratusan kepala daerah untuk memperbaiki tata kelola sampah.
Selain itu, KLH juga telah mengirimkan surat kepada pihak terkait untuk melakukan langkah-langkah pemulihan dan rehabilitasi. Hal ini termasuk penyusunan rencana pengelolaan TPA baru yang lebih baik, seperti sanitary landfill.
BACA JUGA: 31 TPA di Indonesia Terbakar Imbas Praktik Open Dumping
“Bagi TPA yang masih memungkinkan untuk rehabilitasi, kami akan mendorong proses rehabilitasi agar dapat dikelola dengan sistem yang lebih baik, seperti sistem sanitary landfill. Namun, jika TPA tersebut sudah tidak memiliki lahan lagi untuk diperluas, maka harus segera dihentikan operasionalnya dan dipindahkan,” kata Rizal.
Beberapa contoh TPA yang tidak bisa lagi rehabilitasi dan terletak di lokasi rawan bencana, antara lain TPA Rate di Kabupaten Ende, TPA Aek Nabobar di Kabupaten Tapanuli Tengah, dan TPA Degayu di Kabupaten Pekalongan.
Berdasarkan hasil pemantauan gakkum KLH, mereka juga menemukan beberapa daerah yang tidak memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan. Ini dapat berisiko tinggi terhadap pencemaran. Oleh karena itu, KLH terus mengawasi dan menegakkan hukum di setiap kabupaten dan kota yang tidak memenuhi standar pengelolaan sampah yang benar.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia