Komitmen Kesepakatan Paris, Tata Kelola Gambut Perlu Dibenahi

Reading time: 2 menit
kesepakatan paris
Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Komitmen Indonesia dalam Kesepakatan Paris (Paris Agreement) untuk mengurangi emisi 29 persen dengan kemampuan sendiri dan sampai dengan 41 persen dengan kemitraan internasional pada tahun 2030 terus diupayakan pemerintah. Untuk itu, Penasihat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Konvensi Internasional, Nur Masripatin, mengatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut menjadi hal yang penting.

“Pasca 2020, Indonesia merencanakan untuk meningkatkan target melebihi komitmen saat ini mengacu pada kajian terbaru mengenai tingkat emisi GRK,” ujar Nur dalam Kebijakan Pengelolaan Gambut di Indonesia Ditinjau dari Aspek Ekologi, Ekonomi, dan Sosial di Kampus Universitas Indonesia (UI) di Salemba, Jakarta, Selasa (27/02).

BACA JUGA: Indonesia Dukung Adanya Panduan Pelaksanaan Paris Agreement

Berdasarkan dokumen First Biennial Update Report (BUR) yang disampaikan dalam United Nation Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Januari 2016, emisi GRK nasional sebesar 1.453 Giga ton CO2 ekuivalen (GtCO2e) di tahun 2012, yang menunjukkan peningkatan sebesar 0.452 GtCO2e dari tahun 2000. Sektor utama yang berkontribusi mengeluarkan emisi adalah sektor LUCF (Land Use Change Forestry) kebakaran gambut (47,8%) dan sektor energi (34,9%).

Terjadi peningkatan emisi tahun 2015 yang disebabkan karena lonjakan emisi sektor Land Use, Land Use Change and Forestry (LULUCF) dan kebakaran hutan. Sedangkan 2016 mengalami penurunan drastis yang juga secara umum disebabkan oleh penurunan emisi pada kategori LULUCF dan kebakaran hutan. Namun pada tahun 2014, sebelum kebakaran besar tahun 2015, berdasarkan data Third National Communication Indonesia yang telah disampaikan dalam UNFCCC, kontribusi emisi CO2 dari kebakaran gambut mencapia 32% dari total emisi sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya atau sekitar 17% dari total emisi 1,84 GtCO2e.

“Jika pengurangan emisi tidak dilakukan akibatnya akan dimensi jangka panjang untuk masyarakat kita sendiri lebih banyak ruginya daripada untungnya kalau kita tidak membenahi tata kelola gambut kita, karena data terakhir gambut penyumbang emisi terbesar,” kata Nur.

BACA JUGA: AS Mundur dari Paris Agreement, Agenda Perubahan Iklim Indonesia Tidak Terpengaruh

Sebagai informasi, berdasarkan National Determine Contribution (NDC), pada sektor kehutanan harus melakukan penurunan deforestasi kurang dari 0,45 ha hingga 0,325 ha di tahun 2030, peningkatan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan baik di hutan alam (penurunan degradasi) maupun di hutan tanaman, rehabilitasi 12 juta ha lahan terdegradasi pada tahun 2030 atau 800.000 hektar per tahun dengan survival rates sebesar 90%, dan restorasi 2 juta ha gambut pada tahun 2030 dengan tingkat kesuksesan sebesar 90%.

Sementara berdasarkan penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional, Indonesia memiliki ekosistem gambut seluas 24,7 juta hektar, dengan 12,4 juta hektar untuk fungsi lindung dan 12,3 juta hektar untuk fungsi budidaya.

Penulis: Dewi Purningsih

Top