Bencana nan Sempurna

Reading time: 5 menit

Tentang perubahan iklim yang begitu cepat, Armi Susandi, yang juga Ketua Program Studi Metereologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB, menjelaskan bahwa ini adalah masalah peningkatan karbon dan kenaikan suhu, walau ada yang berpendapat bahwa matahari dan segala aktivitasnya memiliki peran yang besar, namun ia meyakini bahwa yang terbesar adalah pengaruh aktivitas manusia.

Beberapa ahli menghembuskan isu pendinginan global (global dimming) sebagai ancaman besar lain. Dengan menumpuknya asap dan kabut polusi (smog) yang menghambat sinar matahari menerpa permukaan bumi. Namun tentu magnitude-nya masih kalah dengan global warming. Karena dengan adanya reaksi antar partikel, smog (smoke and fog) akan berubah menjadi hujan asam. Seperti ketika bumi diselimuti awan dari hasil letusan hebat gunung Tambora yang dikenal dengan tahun tanpa musim panas. Tapi bumi menyesuaikan diri dan kembali normal. Sedangkan gas rumah kaca akan bertahan ratusan tahun dan harus ada faktor yang bisa memutarnya kembali, seperti fotosintesis tumbuhan.

 

“Jangan dilihat sebagai krisis lihatlah sebagai kesempatan, kesempatan kita untuk menciptakan teknologi yang ramah lingkungan atau memulai dari hal-hal yang kecil.” Eddy Hermawan, peneliti senior LAPAN yang berkutat di pemodelan iklim ini mengajak optimis. Dan peran teknologi inilah yang diakui para ahli adalah sebuah solusi untuk memerangi karbon. Salah satunya adalah Carbon Storage System (CSS) yang dianggap bisa menangkap karbon-karbon agar tidak menjadi liar hingga menumpuk di atmosfer.

“tak ada yang bisa menghitung seberapa berharganya udara bersih, air yang sejuk atau indahnya matahari sore.”

Top