Bakal Lebih Panas, Waspadai Naiknya Karhutla di 2023

Reading time: 2 menit
Waspada kebakaran hutan dan lahan saat musim kemarau dengan kondisi El Nino. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberi peringatan adanya potensi kenaikan tren bencana tahun 2023 salah satunya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Masyarakat harus mewaspadainya karena La Nina yang terjadi sejak tiga tahun lalu akan beralih ke kondisi netral.

“Dengan demikian kondisi musim kemarau tidak basah seperti pada tahun 2020-2022 lalu. Kondisi iklim terutama saat musim kemarau sangat perlu kita waspadai dampak karhutla,” kata Kepala Pusat Layanan Iklim Terapan BMKG Ardhasena Sopaheluwakan kepada Greeners, Jumat (6/1).

La Nina merupakan fenomena mendinginnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur di bawah kondisi normalnya. Fenomena ini menyebabkan hujan lebat dan udara dingin. Pada tahun 2023 ini curah hujan secara umum relatif lebih rendah berbeda dengan tiga tahun sebelumnya.

Perubahan Iklim

Sebelumnya Kantor Meteorologi Inggris menyebut, La Nina tahun ini kemungkinan besar berakhir. Namun suhu bumi akan lebih panas. Bahkan menjadi salah satu tahun terpanas dunia. Hal ini seiring dengan pemanasan global dan perubahan iklim.

Menanggapi hal itu Ardhasena menyebut, tren dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan temperatur global dengan variasi antar tahun. Saat periode awal tahun 2023 ini, kepastian 2023 sebagai tahun terpanas memang belum bisa terjawab.

“Namun, urutan tahun terpanas merupakan salah satu indikator dari global warming dan perubahan iklim,” imbuhnya.

Ia menambahkan, pemicu faktor tren bencana tak hanya dari faktor iklim dan cuaca. Akan tetapi, juga faktor kondisi lingkungan. Kendati fenomena La Nina diprediksi berakhir, tapi Ardhasena kembali mengingatkan ancaman bencana hidrometeorologi. “Semakin tahun angkanya semakin naik,” ucapnya.

Bencana hidrometeorologi dipicu oleh kerusakan lingkungan. “Seperti berubahnya tata guna lahan atau land cover yang sudah berubah. Misalnya berubahnya landuse di catchment area bisa berujung banjir,” ungkapnya.

Daerah perlu siaga antisipasi kebakaran hutan dan lahan. Foto: Shutterstock

Mitigasi Karhutla

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana karhutla tahun 2020 sebanyak 157 kejadian, lalu naik pada 2021 yaitu 585 kejadian. Sementara pada tahun 2022 menurun menjadi 250 kejadian. 

BNPB meminta masyarakat waspada terhadap bencana karhutla selama tahun 2023. Potensi karhutla disebut semakin besar pada tahun ini. Perlu meningkatkan mitigasi dan antisipasi karhutla.

Sementara itu, Deputi Bidang Perencanaan Evaluasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Satyawan Pudyatmoko menyatakan, iklim yang lebih kering tahun ini berpotensi mengancam lahan gambut.

“Ekosistem gambut sangat rawan terbakar saat gambutnya terlalu kering. Itulah kenapa kita harus mencegahnya,” kata dia.

Terdapat dua wilayah yang paling rawan terjadi karhutla di Indonesia yaitu Riau dan Kalimantan Barat. “Saat wilayah lain kerap banjir tapi dua wilayah ini justru kerap terjadi kebakaran,” katanya.

Ia menambahkan bahwa ekosistem gambut dan mangrove memiliki peranan penting untuk mitigasi perubahan iklim.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top