BPOM Tegaskan Susu Kental Manis Bukan Susu yang Mengandung Nutrisi

Reading time: 2 menit
susu kental manis
Kepala BPOM Penny K. Lukito memberikan keterangan pers terkait produk susu kental manis di Jakarta, Senin (09/07/2018). Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan klarifikasi terkait kandungan nutrisi dari Susu Kental Manis (SKM). Kepala Badan POM Penny K. Lukito menyatakan bahwa SKM merupakan produk mengandung susu yang diperuntukan sebagai pelengkap sajian, bukan produk susu yang digunakan sebagai pemenuhan asupan kebutuhan gizi terutama untuk bayi.

Karakteristik jenis SKM adalah kadar lemak susu tidak kurang dari 8% dan kadar protein tidak kurang dari 6,5%. Susu kental dan analog lainnya memiliki kadar lemak susu dan protein yang berbeda, namun seluruh produk susu kental dan analognya tidak dapat menggantikan produk susu dari jenis lain sebagai penambah atau pelengkap gizi.

“Susu kental manis bukan bagian dari susu yang mengandung dan memenuhi kandungan sebagai nutrisi dan itu sudah sesuai standar yang berlaku secara internasional, yakni food safety Codex Alimentarius. SKM jelas bukan susu yang diberikan kepada bayi,” tegas Penny saat konferensi pers di Jakarta, Senin (09/07/2018).

BACA JUGA: BPOM Sita Kosmetik Ilegal Senilai Rp15 Miliar

Penny mengatakan bahwa yang menjadi masalah saat ini adalah adanya beberapa iklan dan label yang melanggar kriteria dan aturan yang diberikan oleh BPOM. Berdasarkan hasil pengawasan BPOM RI terhadap iklan SKM di tahun 2017, terdapat tiga iklan yang tidak memenuhi ketentuan karena mencantumkan pernyataan produk berpengaruh pada kekuatan atau energi, kesehatan dan klaim yang tidak sesuai dengan label yang disetujui.

“Ketentuan visualisasi di dalam kriteria yang sudah diberikan BPOM dilanggar. Iklan dan label seharusnya berfungsi sebagai edukasi, kontrol, dan pengawasan yang diberikan kepada masyarakat. Setelah melakukan pengawasan terhadap iklan, ada persepsi yang salah yang dilakukan oleh beberapa pelaku usaha dan industri. Iklan tersebut sudah ditarik dan tidak ditemukan di peredaran,” ujar Penny.

BPOM telah mengeluarkan Surat edaran No HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada produk Susu Kental dan Analognya (subkategori pangan 01.3) yang ditujukan kepada seluruh produsen/importir/distributor SKM. Surat edaran ini menegaskan label dan iklan SKM tidak boleh menampilkan anak usia di bawah 5 tahun dan tidak diiklankan pada jam tayang acara anak-anak.

BACA JUGA: Inpres Nomor 3 Tahun 2017 Dorong BPOM Meningkatkan Pengawasan

Terhadap aturan ini, pihak Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman selaku ketua umum mengatakan seluruh pelaku usaha yang tergabung di GAPMMI sepakat untuk memenuhi apa yang telah ditentukan oleh BPOM, yakni SKM bukan sebagai susu pengganti nutrisi dan merevisi iklan-iklan yang sudah terlanjur beredar.

“Kami juga akan melakukan review semua label supaya sesuai keputusan BPOM. Pelaku usaha dan industri juga sudah berhubungan langsung dengan BPOM terkait materi detail peraturan yang harus ditaati. Ada empat produsen yang perlu memperbaiki ketentuan iklan dan label,” ujar Adhi.

Adhi mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas dan selalu membaca label atau fakta nutrisi yang terkandung dalam produk. Masyarakat juga diharapkan bijak dalam menggunakan atau mengkonsumsi SKM sesuai peruntukan.

Dari perlindungan konsumen, peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Natalya Kurniawati, mengatakan bahwa masyarakat Indonesia masih salah kaprah terkait produk yang dikonsumsi untuk dirinya sendiri. Ia mengingatkan kalau produk SKM ini sudah dipasarkan kurang lebih 60 tahun, namun baru heboh sekarang ini.

“Hal ini menunjukkan konsumen sebenarnya belum peduli, akibatnya menelan info mentah-mentah. SKM produk pangan biasa yang aman dan boleh dikonsumsi, tidak berbahaya karena tidak mengandung bahan yang dilarang. Hanya saja kita (konsumen) perlu lebih bijak dalam mengonsumsi bahan pangan,” kata Natalya.

Penulis: Dewi Purningsih

Top