Jakarta (Greeners) – Selama beberapa dekade, komunitas kesehatan global dan masyarakat mengakui bahwa krisis iklim adalah krisis kesehatan. Sektor kesehatan harus tegas dan mawas diri mengantisipasi dan menghadapi potensi penyakit karena perubahan iklim ini.
Saat ini, aspek kesehatan sering kali suaranya minor dalam negosiasi iklim. Bahkan, negara-negara tidak memberikan respons adaptasi yang sebanding dengan meningkatnya risiko yang dihadapi populasi mereka. Pada tahun 2020, sebanyak 104 (63 %) dari 166 negara tidak menerapkan kerangka kerja darurat kesehatan nasional.
Tokoh kesehatan di Department of Paediatric Respiratory Medicine and Allergology, Erasmus University Medical Centre, The Netherlands, Marielle Pijnenburg mengatakan, kesehatan aspek paling rentan dari dampak perubahan iklim. Kelompok yang paling rentan terdampak adalah anak-anak.
Berdasarkan jurnal medis The Lancet, perubahan iklim telah berkontribusi pada paparan gelombang panas. Pada Juni 2021 suhu di wilayah Barat Laut Pasifik Amerika dan Kanada memecahkan rekor lebih dari 40 derajat Celcius.
Perubahan iklim menyebabkan polusi udara dan gas berbahaya lain terperangkap di dalam bumi. Hal ini bisa membuatnya mudah terhirup oleh manusia hingga meningkatkan risiko terjadinya penyakit pernapasan dan berujung kematian.
Fenomena ini juga meningkatkan penyebaran atau kejadian penyakit seperti tular vektor (DBD dan malaria), tular udara (pneumonia), tular air (diare), serta penyakit sensitif iklim lainnya pada penduduk.
Minim Ketahui Dampak Perubahan Iklim
Executive Director Sunway Centre for Planetary Health, Sunway University Malaysia, Jemilah Mahmood berpandangan, implikasi kesehatan dari perubahan iklim masih minim manusia sadari.
“Saya pikir dampak perubahan iklim tidak merata di berbagai wilayah. Beberapa dampak pun tidak disadari oleh orang-orang. Saya pikir pengetahuan mungkin masih rendah,” kata Jemilah di The Lancet Webinars, Kamis (29/6).
Menurutnya, perubahan iklim ini sangat penting dalam merencanakan dampak kesehatan terhadap lingkungan dan manusia. Salah satu aksi yang sedang dicanangkan yaitu program kesehatan bagi masyarakat secara luas. Setelah berjalan dua tahun, progresnya signifikan.
Tinggalkan Energi Fosil
Pembakaran bahan bakar fosil melepaskan karbon dioksida yang memerangkap panas di atmosfer dan menjadikannya kontributor utama pemanasan global.
“Model ekonomi yang bergerak dalam fosil ini selalu menimbulkan polusi. Dengan menggunakan teknologi apapun, ini sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim. Hal tersebut juga menjadi tantangan bagi komunitas kesehatan,” kata Junior Doctor, The People’s Health Movement Movement UK, Rhiannon Osborne.
Ia pun merekomendasi transisi energi dan tidak lagi menggunakan energi fosil untuk menciptakan keadilan global.
Penulis : Dini Jembar Wardani
Editor : Ari Rikin