Dakwah untuk Energi, Menyulut Nurani Umat untuk Menjaga Bumi

Reading time: 6 menit
Pendakwah Ummah for Earth dan Peneliti Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Ahmad Rahma Wardhana sedang berdakwah di Masjid Mardliyyah Islamic Center UGM. Foto: Istimewa
Pendakwah Ummah for Earth dan Peneliti Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Ahmad Rahma Wardhana sedang berdakwah di Masjid Mardliyyah Islamic Center UGM. Foto: Istimewa

Di atas mimbar, para pendakwah berperan besar dalam menyuarakan perubahan. Melalui dakwah dan pesan-pesan spiritual, kini mereka menyelipkan isu-isu lingkungan untuk menyentuh hati umat, membangkitkan kesadaran, dan mendorong kepedulian terhadap bumi.

Jakarta (Greeners) – Dalam serial β€œMerekam Jejak Energi Bersih dari Masjid ke Masjid” ini, ada satu benang merah yang tak boleh terlewatkan, yaitu kehadiran para pendakwah. Mereka bukan hanya pelengkap cerita, tapi juga jembatan yang membawa umat menuju kesadaran baruβ€”bahwa menjaga bumi adalah bagian dari ibadah. Selain itu, mendorong energi bersih adalah bentuk cinta pada ciptaan-Nya.

Krisis iklim yang terus berlangsung menegaskan pentingnya peran agama dalam mendorong perubahan sosial. Sebagai negara dengan mayoritas Muslim (sekitar 244,7 juta jiwa atau 86,98% populasi), Indonesia memiliki potensi spiritual dan sosial yang besar untuk mendorong gerakan lingkunganΒ berbasis keimanan.

Potensi ini mulai bergerak. Kini, semakin banyak pendakwah yang memasukkan isu lingkungan dalam ceramah mereka. Mereka tidak hanya membahas fikih atau akhlak, tetapi juga menyuarakan kerusakan lingkungan akibat berbagai faktor. Di antaranya deforestasi, penggunaan energi fosil, dan bentuk kerusakan lainnya.

Pendakwah Ummah for Earth dan Peneliti Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Ahmad Rahma Wardhana, memiliki pandangan yang menarik terkait peran pendakwah dalam kampanye lingkungan. Ia berpendapat bahwa Indonesia, sebagai negara yang terkenal religius, seharusnya lebih banyak mengaitkan ajaran agama dengan isu-isu kontemporer, seperti lingkungan.

β€œPendakwah itu perlu menjadi bagian dari kampanye lingkungan karena masyarakat kita itu religius. Berbagai hasil survei pula mengatakan bahwa kita itu negara yang religius,” kata Ahmad.Β 

Ahmad juga mengungkapkan adanya kesenjangan antara religiusitas yang ada dalam ajaran agama dengan perilaku nyata di masyarakat. Menurutnya, penting bagi para pendakwah untuk mengemas pesan spiritual dengan substansi yang menyentuh realitas umat agar dakwah tidak stagnan dan lebih mengena. Dengan begitu, dakwah menjadi jalan untuk membangun kesadaran baru akan pentingnya menjaga bumi dalam bingkai iman.

Menjahit Dua IdentitasΒ 

Ahmad tak pernah menyangka, satu wawancara sederhana di akhir 2023 bisa menjadi titik balik dalam perjalanan dakwahnya. Saat itu, ia dimintai waktu oleh adik dari teman SMA-nya yang sedang menyusun tugas akhir S2 di Italia dengan topik energi terbarukan.

Ia pun mulai merenung. Sebagai seseorang yang aktif di dua duniaβ€”dunia dakwah dan dunia energi terbarukan, dua peran itu selama ini berjalan paralel, tidak saling bersinggungan.Β 

Tahun 2024 menjadi tahun awal ia mencoba menjahit dua identitas itu menjadi satu. Di atas mimbar, ia mulai menyisipkan kisah tentang krisis iklim, menyentuh soal rusaknya alam akibat energi fosil, dan mengajak jamaah untuk melihat pentingnya beralih ke sumber energi yang lebih bersih.

β€œJadi, ada energi fosil yang sudah terbukti secara empirik merusak lingkungan. Merusak lingkungan yang tidak sesuai dengan agama. Maka, salah satu cara supaya lingkungan tidak rusak adalah kita pindah dari fosil ke energi terbarukan, konsep utamanya seperti itu,” cerita Ahmad saat mencontohkan isi dakwahnya tentang lingkungan kepada jamaah.

Bagi Ahmad, dakwah tak harus membahas teknis panel surya atau detail tentang greenwashing, atau pun isu-isu krusial tentang lingkungan yang lebih dalam. Itu bukan ranah di dalam dakwah. Menurutnya, yang lebih penting adalah menyampaikan dasar-dasar tentang isu ini, bukan berkoar-koar atau berapi-api.Β 

Contohnya kala membahas contoh-contoh kerusakan iklim kepada jamaah. Lalu ia menjelaskan solusinya, salah satunya misal adalah renewable energy. Dari situlah umat bisa menyadari solusi-solusi untuk mengatasi perubahan iklim.Β 

Pendakwah Ummah for Earth dan Peneliti Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Ahmad Wardhana sedang berdakwah di Kagungan Dalem Masjid al-Falaah Blunyah Gede, Yogyakarta Foto: Istimewa

Pendakwah Ummah for Earth dan Peneliti Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Ahmad Wardhana sedang berdakwah di Kagungan Dalem Masjid al-Falaah Blunyah Gede, Yogyakarta Foto: Istimewa

Binar di Mata Jamaah

Dakwah tentang lingkungan hidup yang Ahmad sampaikan kepada para jamaah juga mendapat respons positif. Ahmad bercerita, ketika dirinya berdiri di mimbar masjid di Fakultas Peternakan UGM, April tahun lalu, ia membawa pesan yang tak biasa. Bukan soal fikih ibadah atau akhlak mulia, melainkan perubahan iklim. Terdengar seperti berat, namun jamaah justru menyimaknya.Β 

β€œSaya tahu audiensnya anak kampus, jadi saya berani bicara dengan bahasa yang lebih ilmiah. Dan mereka paham,” ujarnya. Apalagi, sektor peternakan sendiri kerap mendapat sorotan karena kontribusinya terhadap emisi gas metana dari kotoran hewan.

Usai ceramah, ia turun dari mimbar dengan perasaan was-wasβ€”takut terlalu teknis, takut sulit dicerna. Namun temannya, seroang takmir langsung menyambutnya dengan antusias, β€œMas, ini progresif banget.” Ahmad hanya bisa tersenyum lega, β€œAlhamdulillah,” ucapnya pelan.

Bagi Ahmad, respons jemaah adalah cermin. Maka, setiap kali berceramah, matanya refleks menyapu wajah-wajah yang duduk di hadapannya.

β€œSaya cari mata-mata yang berbinar, yang nggak menunduk karena mengantuk. Alhamdulillah, tema-tema seperti ini, meskipun jarang ada yang bahas, justru bikin mereka terjaga,” katanya.

Bahkan, beberapa waktu lalu, seorang jamaah di masjid tempatnya biasa mengisi kajian mendekatinya dan bertanya, β€œMas Ahmad, kapan ceramah lagi? Saya nunggu cerita-cerita Mas Ahmad, lho.”

Hal itu membuktikan bahwa dakwah tentang isu lingkungan, yang kerap dianggap berat, justru bisa memantik rasa ingin tahu jamaah untuk memahami lebih dalam.

Menguatkan Cerita dalam DakwahΒ 

Ahmad tahu betul, dakwah hari ini tak bisa hanya tersampaikan lewat ayat dan dalil yang digarisbawahi dengan penghakiman. Ia percaya pada kekuatan cerita. β€œAda dua pendekatan yang saya pakai. Kalau temanya baru, saya bangun narasinya dengan storytelling. Kalau tidak, saya ambil kisah nyata yang kontekstual,” jelasnya.

Dengan cerita, Ahmad mengajak para jamaah untuk merasakan, bukan hanya memahami. β€œKarena lewat cerita, orang bisa relate. Baru setelah itu kita masuk ke tafsir, ke ajaran yang sebenarnya,” katanya.Β 

Menurut Ahmad, dengan pendekatan seperti ini, cerita bukan hanya alat, tapi juga jembatanβ€”antara pesan dakwah dan hati para pendengarnya.

β€œKenapa cerita itu penting? Karena Al-Qur’an pun mayoritas berisi kisah,” ungkapnya. Biasanya, ia menjelaskan sekitar 10 sampai 20 persen isi Al-Qur’an yang berupa hukumβ€”halal, haram, boleh atau tidak. Selebihnya berupa kisah.

β€œKisah para nabi, kisah umat-umat terdahulu. Itu semua bukan sekadar dongeng. Kita diminta untuk mengambil hikmahnya, untuk merelasikan cerita-cerita itu dengan kehidupan kita sekarang,” imbuhnya.Β 

Bagi Ahmad, inilah metode dakwah yang paling efektif. Ketika orang bisa turut merasakan, maka pesan itu bisa tinggal lebih lama dalam pikiran, bahkan hatinya.

Dalam dunia dakwah, waktu berbicara tak pernah panjang. Ahmad menyebutkan, β€œUmumnya khutbah itu sekitar 15 sampai paling lama 20 menit. Itu pun udah paling maksimal.”

Durasi yang singkat itulah yang justru menantang. Karena di waktu terbatas, seorang pendakwah harus mampu merangkai pesan yang padat, jernih, dan menggugah.Β 

Dalam setahun, Ahmad tidak selalu aktif di mimbar setiap pekan. Dari total 52 Jumat, ia biasanya mengisi sekitar 15 hingga 20 kali khutbah. Namun, tahun 2024 terasa berbeda. Bencana akibat perubahan iklim makin nyata. Di titik itu, Ahmad merasa sudah waktunya bicara secara spesifik.

Dari Hati Menuju HatiΒ 

Dalam ajaran umat Islam, dakwah merupakan sebuah proses untuk mengajak umat beriman kepada Allah. Perannya begitu besar. Dari lisan, dakwah bisa membawa perubahan perlahan-lahan, termasuk membawa umat untuk memiliki kepedulian terhadap planet bumi sebagai tempat tinggalnya. Pendakwah juga punya harapan, pesannya bisa menggerakkan itu semua.Β 

Meskipun begitu, pendakwah tak bisa memastikannya. Mereka hanya menjalankan ikhtiar menciptakan umat yang penuh kesadaran untuk menjalankan apa yang Allah perintahkan. Ahmad selalu memegang satu prinsip sederhana bahwa hidayah bukan urusan manusia.

β€œSaya masih ingat betul. Perubahan yang terjadi pada seseorang itu bukan urusan kita. Tugas kita cuma menyampaikan. Mau dia berubah atau tidak, itu urusan Tuhan dan dirinya sendiri,” ujarnya.Β 

Karena itu, Ahmad tak pernah membebani dirinya dengan hasil. Ia berdakwah dengan hati yang nothing to lose. Satu hal yang terpenting katanya, β€œSaya menjaga emosi, tidak terlalu berapi-api, tapi juga nggak terlalu lembut sampai bikin ngantuk.” 

Kalau sudah begitu, baginya tugas sudah selesai. Tinggal yang tersisa hanya harapanβ€”agar ada yang tersentuh, tersadar, dan bergerak berubah.

Ahmad mengibaratkan hati sebagai teko. β€œKalau tekonya diisi teh, ya waktu dituangkan, yang keluar juga teh. Bukan kopi, bukan air putih. Kalau kita berbicara dari hati, maka yang mendengar hati mereka yang bisa ikut menangkapnya.” 

Di sanalah ia menaruh harap. Bukan pada seberapa cepat orang berubah, tapi pada seberapa tulus ia menyampaikan. Karena di balik ketulusan itulah, pesan bisa menemukan jalannya sendiri. Dari hati, menuju hati.

Dakwah tentang lingkungan tak lagi terbatas di masjid. Ia meluasβ€”ke ruang-ruang komunitas, ke sosial media, bahkan ke perbincangan sehari-hari. Para pendakwah, dengan gaya tutur yang lembut dan menyentuh, kini telah mengajak umat untuk ikut bersuara, ikut bergerak.Β 

Pesan-pesannya bisa menyentuh hati, membangun kesadaran, dan menyalakan harapan baru untuk masa depan lingkungan dengan perubahan yang bisa dimulai dari langkah kecil, dari satu khutbah, dari satu hati yang tersentuh.

Sejalan dengan Prinsip EkologiΒ 

Manajer Program Green Faith Indonesia, Parid Ridwanuddin menyatakan bahwa Islam juga memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan prinsip ekologi yang dunia butuhkan saat ini.Β 

Menurutnya, nilai-nilai ekologis tidak hanya ada dalam filsafat barat atau budaya masyarakat adat, tetapi juga dalam ajaran agama, termasuk Islam. “Oleh karena itu, penting bagi para tokoh agama untuk menyuarakan isu-isu lingkungan,” katanya.Β 

Islam juga memiliki konsep filantropi seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf yang bermanfaat untuk mendukung gerakan lingkungan, termasuk dalam konteks transisi energi. Selain itu, struktur kelembagaan dalam organisasi keagamaan seperti lembaga pendidikan juga memiliki peran strategis dalam membentuk kesadaran ekologis jangka panjang.

Misalnya, Muhammadiyah yang baru-baru ini merilis buku Fikih Transisi Energi Berkeadilan yang membahas transisi energi dari perspektif Islam. Buku ini menyoroti dampak negatif energi fosil seperti batu bara dan nikel terhadap lingkungan dan kesehatan, serta menekankan perlunya transisi energi yang mempertimbangkan aspek keadilan sosial dan lingkungan.

Buku tersebut mengangkat sekitar 10 prinsip Islam, seperti β€˜adl (keadilan), termasuk keadilan antar-generasi dan antar-spesies, serta syura (musyawarah) yang menekankan pentingnya partisipasi publik. Parid menekankan bahwa transisi energi tidak boleh menciptakan krisis atau ketidakadilan baru, seperti perampasan lahan pertanian.

Namun, praktik di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Pertambangan nikel dan proyek di Rempang atas nama transisi energi dapat merusak lingkungan dan menggusur masyarakat. Parid mengkritik bahwa yang terjadi saat ini bukanlah transisi energi sejati, melainkan bentuk kolonialisasi baru. Ia menyerukan agar proses transisi benar-benar adil, partisipatif, dan tidak merugikan masyarakat terdampak.

 

Penulis: Dini Jembar WardaniΒ 

Editor: Indiana Malia

 

Tulisan ini merupakan edisi ketiga dari serial liputan β€œMerekam Jejak Energi Bersih dari Masjid ke Masjid”.Β 

Top