Deteksi Dini Tsunami Dihentikan? Ini Tanggapan BRIN

Reading time: 2 menit
Kepala BRIN LT Handoko memberikan keterangan kepada media. Foto: BRIN

Jakarta (Greeners) – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menjawab secara terbuka berbagai kritik kepada institusi yang baru ia pimpin kurang dari dua tahun itu. Salah satunya terkait sistem peringatan atau deteksi dini tsunami, Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS).

Sistem deteksi dini tsunami ini belum menjadi sistem yang bersifat operasional dan belum bisa sebagai basis deteksi tsunami oleh BMKG.

Program InaTEWS, sambung Laksana adalah “program riset” untuk mengembangkan sistem deteksi dini tsunami berbasis kombinasi beragam sensor yang terkoneksi dengan kabel optik, diletakkan di buoy.

Sebagai riset, Ina-TEWS belum menjadi sistem yang bersifat operasional, dan belum dapat dipakai sebagai basis deteksi tsunami oleh otoritas yang berwenang yaitu BMKG.

Kendala Biaya Investasi dan Data Potensi Sumber Pemicu Tsunami

Dari hasil evaluasi sejak pertengahan 2021 atas program Ina-TEWS, serta hasil PDTT oleh Tim Inspektorat BRIN Laksana menyebut beberapa kendala.

“Di sisi lain Indonesia belum memiliki data potensi sumber pemicu tsunami yang komprehensif. Secara terpisah BMKG sebagai operator (apabila sudah berfungsi) juga menginginkan sistem yang lebih sederhana, andal dan berbiaya rendah agar dapat diimplementasikan secara menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia,” kata Laksana dalam keterangannya.

Sehingga riset terkait teknologi kunci pendukung Ina-TEWS masih berlanjut di bawah BRIN, termasuk sensor yang terkoneksi ke kabel optik. Tetapi riset berfokus pada aplikasi sebagai sistem monitoring lingkungan untuk perairan darat dan pesisir. Seluruh riset terkait dilaksanakan di OREI (Organisasi Riset Elektronika dan Informatika).

Pernyataan ini sekaligus menanggapi terkait isu progran sistem peringatan dini tsunami yang berhenti di era BRIN. Sebelumnya terdapat pemberitaan yang menyudutkan BRIN bahwa terhentinya Ina-TEWS merupakan bencana kemanusiaan.

“Sehingga pernyataan bahwa terhentinya Ina-TEWS merupakan bencana kemanusiaan sangat tidak tepat. Sejak awal Ina-TEWS masih dalam tahap riset dan belum pernah menjadi metode dan sumber data baku deteksi dini tsunami,” jelas dia.

Ia menambahkan, informasi bahwa ruangan Ina-TOC (Indonesia Tsunami Observation Center) di Gedung Soedjono Djoened Poesponegoro lantai 20 mangkrak menimbulkan persepsi publik yang salah.

“Karena secara legal BRIN tidak memiliki otoritas untuk menjadi operator, serta sistem yang kita uji coba juga masih jauh dari sempurna. Sehingga sejak awal ruangan yang berfungsi sebagai pusat komando Ina-TOC sama sekali belum kita perlukan,” papar dia.

Adapun serah terima keseluruhan gedung untuk dimanfaatkan sebagai kantor Kemenko Marinves sejak awal 2022 lalu.

BRIN memperkuat inovasi buoy sebagai sistem peringatan dini bencana tsunami. Foto: BRIN

Tanggapi Isu BRIN Tolak Biayai Metode Deteksi Dini Tsunami yang Lebih Murah

Gencar pemberitaan terkait BRIN menolak biayai metode deteksi dini tsunami. Berdasarkan penelusuran BRIN, salah satu periset BRIN sebagai sumber informasi merupakan pengusul poposal riset metode deteksi dini tsunami.

Laksana menyatakan fakta yang terjadi adalah bukan BRIN menolak. Akan tetapi proposal riset yang bersangkutan belum berhasil mendapatkan pendanaan secara kompetitif.

“Mungkin karena proposalnya belum sesuai. Skema pendanaan di BRIN selalu berbasis kompetisi terbuka. Ini untuk memastikan bahwa pelaksana riset memiliki komitmen dan rekam jejak terkait yang terbaik di topik tersebut,” kata dia.

Hal ini sangat penting untuk meningkatkan tingkat keberhasilan riset. “Sehingga kita tidak bisa mengintepretasikan bahwa BRIN tidak mendukung topik tersebut. Karena realitanya masih banyak proposal lain yang terkait topik deteksi dini tsunami kita biayai,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top