Tim Penggugat Yakin Menangkan Gugatan Warga Atas Pencemaran Udara Jakarta

Reading time: 4 menit
Polusi Udara
Kondisi polusi udara di perkotaan Foto: Shutterstock.

Jakarta (Greeners) – Salah satu kuasa hukum Tim Advokasi Koalisi Ibukota, Ayu Eza Tiara, mengatakan yakin akan memenangkan gugatan 32 warga atas pencemaran udara Jakarta. Dia menyatakan pendapatnya setelah tim penggugat menghadirkan saksi dan lima ahli. Kelima ahli tersebut yakni ahli Hak Asasi Manusia (HAM), ahli kesehatan, ahli lingkungan, ahli neurologi dari Amerika Serikat, dan ahli hukum administrasi negara. Kelimanya mendukung gugatan warga.

“Sampai saat ini kita yakin karena dari ahli yang ada semuanya menguatkan gugatan kita. Dari saksi, fakta, dan bukti pun mendukung ke kita. Bahkan bukti-bukti yang diajukan oleh tergugat juga menyajikan bahwa pemerintah telah melakukan kelalaian. Tapi kita yakin 99 persen kita yakin menang, nanti akan kita lihat lagi di hasil persidangan,” ujar Ayu kepada Greeners, Kamis (21/01/2021).

Ayu pun memprediksikan paling cepat dalam satu bulan hasil persidangan bisa diselenggarakan jika para tergugat tidak menghadirkan saksi atau ahli di persidangan.

“Karena kalau dari kami sendiri (tim penggugat) sudah menghadirkan semua para ahli, bukti, saksi, dan fakta. Tinggal menunggu yang dari para tergugat nanti,” ujarnya.

Pemerintah Lalai Penuhi Hak atas Lingkungan yang Baik dan Sehat

Salah satu ahli HAM dari Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, menyebut pemerintah dapat diduga telah melakukan pelanggaran HAM karena tidak memenuhi hak atas lingkungan yang baik dan sehat terhadap warga Jakarta. Hal itu disampaikan dalam sidang Gugatan Warga Negara atas Pencemaran Udara Jakarta yang digelar secara online di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (20/1).

“Di dalam beberapa dokumen yang disiapkan oleh Pelapor Khusus PBB untuk hak atas lingkungan, dijelaskan bahwa pengejawantahan yang namanya hak atas lingkungan itu dilihat dari tiga aspek. Pertama adalah kewajiban prosedural, kemudian substantif, dan yang ketiga adalah peningkatan kewajiban,” ungkap Sandra ketika kuasa hukum dari 32 Penggugat menanyakan hak warga negara terkait informasi tentang kondisi udara di Jakarta yang diberikan pemerintah namun tidak maksimal.

Aspek informasi ini, tutur Sandra, merupakan kewajiban prosedural yang berarti negara wajib memberikan akses informasi yang efektif, terjangkau dan tepat waktu kepada publik, terkait informasi lingkungan terutama kualitas udara.

“Artinya, hak atas informasi tersebut adalah sebuah kewajiban prosedural yang semestinya dijalankan oleh pemerintah. Apabila hal ini memang tidak dijalankan, dapat diduga terjadi pelanggaran,” jelas Sandra.

Pemberian Data Tidak Aktual, Warga Gagap Proteksi Diri

Sebagaimana diketahui, pemerintah mengeluarkan data Indeks Standar Pencemar Udara harian melalui beberapa situs kementerian. Namun, informasi yang dikeluarkan adalah hasil dari pengukuran 24 jam sebelumnya. Tim kuasa hukum penggugat melihat, pemberian data yang tidak aktual itu membuat masyarakat tidak dapat memproteksi diri ketika pencemaran udara sedang tinggi.

Pada persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri ini, Komnas HAM juga menilai bahwa sebaiknya pemerintah tidak menolak untuk menggunakan standar kesehatan yang sesuai dengan standar WHO dalam penanganan pencemaran udara.

Sandra bertutur, rumusan mengenai hak atas lingkungan yang baik dan sehat WHO susun bukan tanpa alasan. Kata ‘baik’ dan ‘sehat’, imbuh dia, sangat jelas menghubungkan antara kondisi lingkungan dengan kesehatan.

Karenanya, lanjut Sandra, dalam konteks kualitas lingkungan, standar tertinggi untuk mengatur yang bernama baku mutu harus erat kaitannya dengan standar yang digunakan oleh institusi yang berwenang dalam masalah kesehatan

“Kalau bukan WHO, lembaga kesehatan mana yang dirujuk oleh pemerintah? Kalau keselamatan lingkungan itu soal safety. Yang kita bicarakan di sini adalah health. Kesehatan dan keselamatan itu dua ranah yang berbeda. Jadi dalam konteks pemenuhan hak atas lingkungan hidup, itu memang kembali harus sesuai dengan standar-standar kesehatan,” tukas Sandra.

Pencemaran Udara

Ilustrasi Pencemaran Udara di Kota Jakarta. Foto: Shutterstock.

Tergugat Konsisten Tolak Penerapan Standar WHO 

Lebih lanjut, Komnas HAM mengingatkan bahwa konstitusi Indonesia juga telah mengakui hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pun, dalam kovenan tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang menegaskan bahwa semua orang memiliki hak yang sama untuk mencapai pelayanan yang tertinggi.

“Di sini kita sepakat bahwa kualitas lingkungan yang baik adalah kualitas lingkungan yang dapat memastikan kehidupan manusia itu berlangsung dan orang bisa hidup sehat. Kalau standar WHO tidak dipakai, kemudian apa yang digunakan oleh KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) sekarang ini? Apakah itu berdasarkan scientific evidence atau pertimbangan lain?” tegas Sandra.

Dalam persidangan yang berlangsung selama dua jam tersebut, komisioner Komnas HAM  juga berkali-kali mengingatkan kuasa hukum beberapa Tergugat yang kerap berdalih mengenai standar kesehatan WHO yang dinilai tidak menjadi kewajiban untuk diikuti oleh Pemerintah Indonesia.

“Jika Kementerian LHK tidak menggunakan standar WHO, lalu standar apa yang digunakan. Kalau memang ada argumen scientific, dan ada argumen lain yang bisa diterima dan memastikan itu akan berdampak baik pada kesehatan kita, saya rasa warga bisa menerima,” sebut dia.

Karenanya, tukas Sandra, sebaiknya Pemerintah membuat peraturan dengan proses yang terbuka dan transparan. Tidak hanya itu, dia juga mengingatkan, meski WHO hanya memberi pedoman, Pemerintah juga harus ingat bahwa Indonesia adalah anggota PBB dan pedoman tersebut bukan dibuat tanpa tujuan.

“Kenapa standar WHO disebut beberapa kali, karena itulah yang resmi. Pemerintah kan saat ini juga dalam penanganan pandemik Covid-19 menggunakan rujukannya dari WHO, jadi ini hal yang sangat wajar pemerintah Indonesia ketika taat pada standar-standar yang ditetapkan oleh WHO,” kata Sandra.

Rekomendasi Komnas HAM

Dalam persidangan gugatan terhadap tujuh pejabat negara ini, Komnas HAM menyatakan, berdasarkan fakta dan data yang dipegang sebagai rujukan telah terlihat bahwa udara Jakarta sudah tercemar. Karena itu perlu ada langkah-langkah yang sangat serius untuk menyelesaikan persoalan ini dalam konteks pemenuhan hak warga atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

  • Pertama, meningkatkan standar lingkungan dan mutu kualitas udara nasional dan Jakarta sesuai dengan ilmu pengetahuan dan praktik terbaik, serta panduan internasional. Perlu kaji ulang atas standar baku mutu udara yang telah ditetapkan.
  • Kedua, menyusun dan mengimplementasikan program yang terukur dan efektif dalam rangka pengendalian pencemaran udara.
  • Ketiga, meningkatkan pengawasan dan penegakkan hukum terhadap aktivitas program, kebijakan, baik aktor negara dan atau non-negara yang berpotensi atau sudah menimbulkan dan melakukan pencemaran udara.
  • Keempat, mengurangi kendaraan pribadi yang menghasilkan emisi/polutan, melakukan pengendalian emisi kendaraan dan mendorong penggunaan transportasi publik yang ramah lingkungan.

“Kami juga berpendapat bahwa pemerintah perlu segera menyesuaikan baku mutu emisi yang lebih tepat dan aman pada semua pembangkit listrik tenaga uap yang merupakan salah satu sumber pencemaran udara, dan mendorong percepatan transformasi dari pembangkit listrik tenaga uap yang kotor ke penggunaan sumber energi bersih dan terbarukan,” ujarnya.

Komnas HAM berharap semua pihak bekerja sama satu sama lain untuk membangun, memelihara, dan menegakkan kerangka hukum nasional, dan internasional yang efektif untuk mencegah, mengurangi dan memperbaiki dampak dari pencemaran udara. Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan perlu langkah ekstra untuk melindungi kelompok rentan dari dampak pencemaran udara.

“Terakhir, kami dorong agar pemerintah memfasilitasi, membuka akses informasi, partisipasi dan kepentingan publik terkait upaya dan pengambilan keputusan di bidang pengendalian pencemaran udara,” pungkas Sandra.

Penulis: Dewi Purningsih

Top