Harapan Muncul untuk Prediksi Iklim Jangka Panjang

Reading time: 3 menit
iklim
Ilustrasi. Foto: pixabay.com

LONDON, 8 Juni 2017 – Tumbuhan dapat membuat perbedaan dan salah satu grup peneliti ikilm telah menilai perbedaan tersebut. Lalu lintas antara atmosfer dan vegetasi sudah cukup menjelaskan hingga 30 persen dari variasi curah hujan dan sinar matahari, jelas mereka.

Hasilnya, mereka memberikan angka pada kalkukasi sebagai gambaran begitu banyak curah hujan karena pohon menciptakan kondisi lebih banyak hujan, hal ini menurut penelitian terbaru di Nature Geoscience.

Penelitian ini secara prinsip tidak terlalu mengejutkan. Ahli biologi bidang tropis mengetahui bahwa sudah sejak dekade lalu evaptranspiration hutan hujan tropis akan jatuh sebagai hujan sehingga kanopi pepohonan dapat memiliki peran mengatur iklimnya sendiri.

Yang baru adalah salah satu tim peneliti asal AS telah mengindentifikasikan region di mana hal tersebut terjadi dan mengkalkulasikan perbedaan curah hujan dan sinar matahari dari atas yang bisa diatribusikan kepada benda-benda hijau di bawahnya.

Mereka juga mengklaim dalam paper mereka bahwa ini pertama kali menunjukkan bahwa lalu lintas antara dunia dan mekanisme iklim, dalam kaitannya dengan data observasi ketimbang simulasi ataupun teori.

Jadi, dengan mengetahui sedikit banyak tentang mekanik sinar matahari dan curah hujan, para peneliti dapat melakukan prediksi cuaca dan iklim yang nantinya akan terbayar saat pengelolaan pangan, ketahanan pangan, persediaan air, kekeringan dan gelombang panas.

“Saat kami mencoba memprediksi cuaca dengan lebih bisa diandalkan, misalnya, selama lima hari, kita tidak punya prediksi yang baik untuk sub-musim hingga skala musim yang penting bagi ketahanan pangan,” jelas Pierre Gentine, peneliti bumi dari Universitas Columbia di AS.

“Dengan lebih akurat mengobservasi dan memodelkan reaksi antara fotosintesis dan atmosfer, seperti yang dilakukan dalam paper ini, kami dapat memperbaiki prediksi iklim pada jangka waktu lebih panjang.”

Prinsip-prinsipnya sangat sederhana, sinar matahari menimpa tanaman yang melakukan fotosintesis jaringan baru, dan saat yang sama melepaskan uap air yang akan mengubah level energi yang dipancarkan di permukaan, kemudian uap air tersebut akan membentuk awan yang menghalangi sinar matahari dan di tempat lain jatuh kembali sebagai hujan.

“Namun, hingga penelitian kami, para peneliti tidak mampu menghitung berdasarkan observasi seberapa banyak fotosintesis dan biosfer secara umum yang dapat mempengaruhi cuaca dan iklim,” jelas Julia Green, mahasiswa Universitas Columbia yang memimpin studi tersebut.

Catatan atmosferik

Para peneliti yang bekerja dari Badan Antariksa AS mencatatkan fluoerensi dari matahari, yang merupakan indikator fotosintesis, dengan demikian tanaman dapat bekerja. Mereka memiliki data untuk pengendapan, radiasi dan suhu sehingga mereka dapat rekaman atmosfer.

Mereka lalu menggunakan teknik statistika untuk memberikan nilai dari umpan balik antara makhluk hidup dan hujan dari atas. Dan, pada bagian akhir studi, mereka mampu menyebutkan musim dan tempat-tempat kejadian ini akan terjadi dan seberapa besar perbedaan yang terjadi pada curah hujan.

Dampak yang paling mudah terlihat di region yang basah di bagian utara AS dan Mediterania, juga zona semi-gersang dan region monsoon. Penemuan semacam ini jarang konklusif dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun, sebagai hasilnya, para peneliti iklim mengetahui sedikit tentang peran yang dimainkan antara cahaya matahari, udara, air dan daun-daunan.

Hutan dan padang rumput merupakan agen yang membantu mengatur percepatan perubahan iklim yang dipicu oleh pembakaran bahan bakar fosil dari manusia. Para peneliti mungkin sudah tahu tentang hutan di planet lebih dari sebelumnya. Ada bukti bahwa lahan gersang menjadi ‘hijau’ sebagai reaksi terhadap tambahan karbon dioksida di atmosfer, namun para peneliti juga mengetahui bahwa hal tersebut tidak akan cukup untuk menahan kenaikan suhu secara global.

Proses yang diabaikan

Dan mereka mengetahui — penghitungan dipublikasikan beberapa minggu lalu — bahwa tidak ada ekspansi hutan yang mungkin menggantikan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil.

Namun, setidaknya mereka telah mendapatkan data yang lebih baik dalam kalkulasi iklim, argumen para peneliti dari Columbia tersebut.

“Model bumi saat ini mengabaikan pengendapan dan radiasi balik karena mereka tidak melihat respon biosfer terhadap radiasi dan air,” jelas Green.

“Kami menemukan bahwa reaksi biosfer-atmosfer pada titik panas, pada region iklim yang spesifik juga berkaitan dengan area yang merupakan area sumber CO2 daratan dan penyerap.

“Penelitian kami mendemonstrasikan bahwa reaksi tersebut menjadi penting bagi siklus karbon global — mereka membantu menentukan keseimbangan CO2 di biosfer dan memiliki implikasi untuk meningkatkan keputusan pengelolaan di bidang pertanian, pertahanan, perubahan iklim dan lainnya.” – Climate News Network

Top