Hari Gizi Nasional Ke-59, Penurunan Stunting Masih Jadi Prioritas

Reading time: 2 menit
stunting
Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia akan menyelenggarakan Hari Gizi Nasional ke-59 yang jatuh pada tanggal 25 Januari 2019 mendatang. Tahun ini tema yang diangkat adalah “Keluarga Sadar Gizi Indonesia Sehat dan Produktif”. Perbaikan gizi, khususnya penurunan stunting, masih menjadi salah satu agenda prioritas pembangunan kesehatan. Oleh karenanya, Kemenkes masih akan fokus pada penurun angka stunting dimana pada lima tahun terakhir hanya mengalami penurunan sebesar 6,4%.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), angka stunting pada tahun 2013 sebesar 37,1% dan pada tahun 2018 sebesar 30,8%. Hal ini menunjukkan bahwa masalah stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena masih di atas ambang batas 20%.

Penurunan angka stunting ini juga berkaitan dengan periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Periode ini merupakan periode sensitif yang menentukan kualitas hidup bayi di masa yang akan datang.

“Kalau kita melihat populasi Indonesia, tahun 2035 akan mengalami populasi usia produktif lebih besar dibandingkan dengan umur yang bergantung. Di periode itu kita memiliki kesempatan besar untuk menjadi negara maju dan lebih kompetitif. Oleh karenanya sejak dini kami harus memastikan 1.000 HPK mempunyai gizi yang sangat baik hingga pada akhirnya bisa memajukan bangsa, bukan menjadi beban bangsa,” ujar Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Kirana Pritasari, di Gedung Adhyatma, Kemenkes RI, Jakarta, Jumat (18/01/2019).

BACA JUGA: Pendekatan Ekohidrologi untuk Pencegahan Stunting 

Berbagai jurnal menyebutkan, kerugian material dan imaterial dari masalah gizi luar biasa besar. Masalah gizi menyebabkan rendahnya status kesehatan dan gizi sehingga berpengaruh terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), pencapaian pendidikan rendah, dan daya saing bangsa.

Kirana mengatakan, perbaikan gizi dilakukan melalui pendekatan continuum of care dengan fokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu mulai dari masa kehamilan sampai dengan anak berusia 2 tahun. Sasaran diperluas dengan mengembangkan jangkauan pelayanan gizi pada remaja puteri dan calon pengantin melalui pemberian tablet tambah darah (TTD), sebagai persiapan periode kehamilan.

“Pertama, untuk kampanye nasional ini semua orang harus mendukung Gerakan Masyarakat Sehat (Germas). Kedua, regulasi kami mendorong Inpres Presiden Germas dan Perpres tahun 2017 tentang Kebijakan Pangan dan Gizi. Ketiga, kerjasama multi sektor seperti PUPR untuk membangun infrastruktur ke pedalaman sehingga penyebaran produk kesehatan bisa dijangkau lebih luas, Kemendikbud untuk memasukan pendidikan kesehatan dalam pelajaran sekolah, Kemendes memberikan kontribusi edukasi untuk di desa-desa,” ujar Kirana.

BACA JUGA: Hari Gizi Nasional 2018, Kemenkes Fokus pada Pencegahan Stunting 

Hal ini juga didukung oleh Ketua Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), Arum Atmawikarta. Ia mengatakan bahwa masalah gizi tidak mungkin dibebankan kepada pemerintah saja karena sangat kompleks. Selain pemerintah, masalah gizi juga harus didukung oleh ilmuwan, para pengusaha, media, dan komitmen para pimpinan tertinggi.

“Untuk implementasinya, contoh pemerintah harus mengkaji ulang puskesmas di desa maupun di kota yang saat ini masih bergerak atau tidak di sekitar lingkungan rumah masyarakat. Puskesmas seharusnya menjadi tempat edukasi atau mendapatkan informasi tentang penerapan gizi seimbang untuk masyarakat,” kata Arum.

Penulis: Dewi Purningsih

Top