Ekonomi Sirkular Berpotensi Ciptakan 4,4 Juta Lapangan Kerja Baru

Reading time: 2 menit
potensi lapangan kerja ekonomi sirkular
Ekonomi Sirkular Berpotensi Ciptakan 4,4 Juta Lapangan Kerja Baru. Foto: Shutterstock.

Ekonomi sirkular merupakan salah satu model ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon. Indonesia telah mengadopsi Ekonomi sirkular dalam capaian pembangunan berkelanjutan pada tahun 2030. Ekonomi sirkular juga berpotensi menciptakan pekerjaan hijau atau green jobs dan peningkatan efisiensi proses melalui pengoptimalan pemanfaatan sumber daya.

Jakarta (Greeners) – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, mengatakan pemerintah telah mendalami ekonomi sirkular melalui studi bersama dengan pemerintah Denmark dan United Nations Development Programme (UNDP). Studi ini bisa jadi langkah awal mempercepat transisi ekonomi indonesia menjadi ekonomi sirkular.

Hasil studi tersebut juga bisa jadi dasar penyusunan rencana aksi nasional ekonomi sirkular. Salah satu potensi ekonomi sirkular berdasarkan studi tersebut adalah adanya penciptaan lapangan pekerjaan baru.

“Berdasarkan hasil studi, peran ekonomi sirkular penting untuk meningkatkan resiliensi dan manfaat jangka panjang. Penciptaan lapangan pekerjaan baru mencapai 4,4 juta sampai tahun 2030,” ujarnya, dalam webinar Ekonomi Sirkular, Senin, (25/01/2021).

Dukungan Kebijakan Perlu untuk Transisi Pekerjaan

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/Bappenas, Arifin Rudiyanto, menuturkan dari 4,4 juta lapangan kerja tersebut, 75 persennya merupakan porsi tenaga kerja perempuan. Hal ini karena transisi ekonomi sirkular menuntut perpindahan pekerjaan di sektor yang sebelumnya dominan laki-laki.

Arifin menambahkan dalam transisi menuju ekonomi sirkular akan ada pihak yang menang dan kalah. Termasuk dari sisi pekerjaan. Pekerja di sektor tidak ramah lingkungan seperti pertambangan kemungkinan besar akan beralih. Menurutnya, perlu ada kebijakan agar para pekerja siap untuk mendukung transisi ini.

“Pekerjaan yang hilang dapat diimbangi dengan pekerjaan baru di sektor hilir. Misal manufaktur atau jasa. Untuk itu perlu kebijakan mendukung transisi pekerjaan, dengan melatih lagi pekerja yang berpindah sektor untuk mengisi peran baru yang diciptakan,” jelasnya.

lapangan kerja ekonomi sirkular

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/Bappenas, Arifin Rudiyanto, menuturkan dari 4,4 juta lapangan kerja tersebut, 75 persennya merupakan porsi tenaga kerja perempuan. Foto: Shutterstock.

Penerapan Ekonomi Sirkular Butuh Beragam Penyesuaian

Sementara itu, Menteri Keuangan ke-28, M. Chatib Basri, menjelaskan penerapan ekonomi sirkular butuh beragam penyesuaian. Dari segi waktu, transisi menuju ekonomi sirkular butuh waktu bertahun-tahun.

Dia menambahkan penyesuaian lainnya adalah kapasitas industri. Menurutnya, banyak industri di Indonesia yang bergantung pada sumber daya alam. Dengan kondisi tersebut, transformasi secara mendadak, tidak hanya merugikan industri, tapi juga pemerintah.

“Kalau industri yang lama langsung sama sekali tidak produksi, maka revenue pemerintah akan hilang. Mereka yang kerja akan kehilangan pekerjaan. Ekonomi dan pajak kita akan terpukul,” ucapnya.

Pemerintah Harus Menjaga Keberlangsungan Pekerja

Chatib menekankan, Indonesia tidak selamanya bisa bertahan pada sektor sumber energi tidak terbarukan. Menurutnya, perlu ada peta jalan yang jelas serta berbagai insentif untuk menarik investasi.

Dia juga menyebut pemerintah harus menyiapkan sumber daya manusia agar siap dengan transformasi ini. Menurutnya, hal ini semacam kompensasi terutama bagi para pekerja yang terkena imbas tarnsformasi ini.

“Negara ini harus mem-protect untuk sementara waktu. Jadi ketika job baru datang, mereka bisa dipekerjakan. Jadi seperti transformasi digital ke non digital. Mereka yang punya digital itu survive relatif. Tapi tidak semua orang punya kemampuan sehingga skill harus diberikan,” pungkasnya.

Penulis: Muhamad Marup

Editor: Ixora Devi

Top