Pendekatan Ekohidrologi untuk Pencegahan Stunting

Reading time: 2 menit
stunting
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Anung Sugihantono (kanan foto) bersama Menteri Kesehatan Nila Moeloek dalam konferensi pers. Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Air bersih merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia untuk memenuhi standar kehidupan secara sehat. Masyarakat yang kebutuhan air bersihnya tercukupi akan terhindar dari penyakit yang menyebar lewat air, dapat hidup secara sehat dan menjadi manusia yang berkualitas. Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan terkait rendahnya akses terhadap air bersih dan sanitasi layak yang berdampak pada masalah kesehatan, salah satunya stunting.

Peneliti dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI Ignasius Dwi Atmana Sutapa mengatakan, ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu, baik yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Air yang tidak sehat akan mengakibatkan diare pada anak balita dan menurunkan berat badannya sehingga berpengaruh pada status gizi bersifat akut.

“Pendekatan ekohidrologi dapat meningkatkan kualitas air yang pada akhirnya dapat menunjang perbaikan tingkat layanan air bersih Indonesia. Secara spesifik, ketersediaan air bersih dapat menurunkan waterborne disease, menurunkan stunting, dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, sekaligus dapat meningkatkan perekonomian masyarakat,” kata Ignasius kepada Greeners, Senin (18/06/2018).

BACA JUGA: Hari Gizi Nasional 2018, Kemenkes Fokus pada Pencegahan Stunting

Hal yang sama juga disampaikan oleh Anung Sugihantono, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI. Ia mengatakan bahwa penyebab stunting bukan satu-satunya karena persoalan gizi tapi juga ada persoalan sanitasi dan perilaku.

“Air bersih juga mempunyai kontribusi terhadap stunting. Kita mengerti betul tentang itu, jadi kalau LIPI sedang membuat kajian bahwa peran air bersih terhadap stunting, saya sangat setuju karena memang kita mengerti betul bahwa stunting bukan hanya karena masalah nutrisi atau indeks makanan,” ujarnya.

Anung mengatakan, menurut data Riskesdas angka balita stunting sebesar 37,2%, tapi angka tersebut terus dipantau dan saat ini sudah turun menjadi 32% untuk balita (di bawah 5 tahun) dan 27% untuk baduta (di bawah 2 tahun) sejak tahun 2013-2017.

“Kami dari Kementerian Kesehatan terus mendukung semua instansi atau lembaga pemerintah untuk terus membuat kajian dalam mengurangi angka stunting,” katanya menambahkan.

BACA JUGA: Eco Masjid Diharapkan Mampu Menghadapi Ancaman Krisis Air

Dari sudut pandang ilmu sosial, Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Herry Yogaswara mengatakan bahwa kegiatan prioritas penurunan stunting di Indonesia adalah penyediaan air dan sanitasi. Selain itu memberikan mandat kepada Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menjadi leading sector, khususnya penyediaan sarana dan prasarana sanitasi, penyediaan kesehatan lingkungan dan cetakan jamban (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat/STBM), pembangunan SPAM, IPAL, IPLT, sanimas dan drainase.

“Sebenarnya ada kemampuan masyarakat untuk menyediakan air bersih dengan mempergunakan modal sosialnya sendiri terkait dengan jejaring kerja serta hubungan saling percaya,” katanya.

Terkait modal sosial ini, Herry mengatakan bahwa penyediaan air dengan cara mengkonservasi ekosistem tertentu dengan nilai-nilai tradisional masih hidup pada beberapa kelompok masyarakat adat. Contohnya, konsep-konsep tradisional seperti hutan larangan, lubuk larangan, sirah cai (mata air) dan berbagai konsep lainnya. Nilai-nilai tersebut bukan hanya bersifat mitos dan supra-natural, melainkan hidup dalam keseharian dan nilai-nilai inilah yang menjadi modal sosial masyarakat.

“Beberapa komunitas di pedesaan dan perkotaan juga sudah mempergunakan modal sosialnya untuk penampungan dan pendistribusian air bersih. Intinya, ketersediaan air tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, melainkan masyarakat pun mempunyai daya upayanya sendiri,” kata Herry.

Penulis: Dewi Purningsih

Top