Indonesia Tegaskan Impor Limbah B3 Tindakan Kriminal

Reading time: 3 menit
Dirjen PSLB3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati di COP-16 Konvensi Basel. Foto: IG DitjenPSLB3

Jakarta (Greeners) – Indonesia menegaskan membawa masuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ke dalam negeri adalah tindakan kriminal. Indonesia memiliki hukum tegas yang melarang perdagangan limbah ilegal tersebut.

Hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati sampaikan di sela-sela side event Konferensi Konvensi Basel ke-16. 

Pertemuan pada 1-12 Mei 2023 ini berlangsung di Jenewa, Swiss. Ada tiga pertemuan di antaranya COP ke-16 untuk Konvensi Basel, dan COP ke-11 untuk Konvensi Rotterdam dan Konvensi Stockholm. Lebih dari 170 negara hadir dalam pertemuan penting itu. Mereka bertemu untuk mengakselerasi aksi untuk mencapai target pengelolaan bahan kimia dan limbah berwawasan lingkungan.

“Pada dasarnya setiap orang dilarang membawa barang tertentu secara ilegal, seperti barang bekas dan limbah yang masuk ke wilayah indonesia. Hal ini merupakan tindakan kriminal,” kata Vivien dalam kesempatan itu. 

Pakar dunia di bidang limbah berbahaya juga telah membahas aliran limbah ilegal (Konvensi Basel) di Asia Tenggara. Indonesia juga ikut menanggapi serius dalam menangani aktivitas ilegal tersebut.

Larangan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Oleh sebab itu, para pihak tidak diizinkan membawa bahan berbahaya yang sudah Indonesia larang dalam perundang-undangan tersebut. 

Kerja Sama Lintas Negara

Project Unwaste United Nations Office and Drugs and Crimes (UNODC), Ioana Cotutio mengatakan, UNODC dan UNEP memiliki project dalam mengatasi hal ini. Salah satunya pemahaman tentang aliran air limbah.

“Kemitraan UNODC dengan UNEP memiliki beberapa tujuan untuk proyek tersebut. Proyek ini berhubungan dengan kerja sama nasional dan kami bekerja sama dengan empat negara di Asia Tenggara,” ucap Ioana.

UNODC juga kolaborasi bersama Indonesia dan Thailand dan mengumpulkan studi limbah untuk mengembangkan Konvensi Basel. Proyek ini fokus pada wilayah Uni Eropa dan empat negara di Asia Tenggara.

Komitmen dan kolaborasi atasi perdagangan limbah B3 ilegal. Foto: Youtube COP-16 Konvensi Basel

Pertimbangan Impor Limbah Non B3

Sementara itu, pemanfaatan limbah non B3 masih sangat dibutuhkan sebagai bahan baku proses produksi industri di Indonesia. Hal ini karena ketersediaan bahan baku tidak dapat sepenuhnya bisa Indonesia peroleh dari sumber dalam negeri, sehingga memerlukan pengadaan tambahan dari negara lain.

Vivien memperkirakan, Indonesia menghasilkan 69 juta ton sampah setiap tahunnya. Namun, sayangnya Indonesia belum memiliki sistem pemilahan yang memadai.

“Limbah domestik kita memiliki 69 juta ton per tahun, tetapi kami tidak memiliki sistem pemilahan yang cukup dari sumbernya. Jadi sekarang kami mendorong juga dengan peraturan untuk membuat sistem pemilahan limbah domestik dari rumah,” ungkapnya.

Dorongan ini juga diharapkan agar industri di Indonesia yang membutuhkan limbah dapat memperolehnya langsung dari limbah domestik. Indonesia juga telah menetapkan target tidak ada impor limbah pada tahun 2030.

Sebelumnya, Indonesia sudah menetapkan syarat ketat impor limbah non B3. Salah satunya tidak terkontaminasi, bukan B3 dan bukan berasal dari tempat pembuangan akhir. Selain itu, eksportir dan importir juga harus terdaftar resmi.

Pengetatan Tata Laksana Ekspor-Impor

Pengetatan aturan dan kerja sama lintas negara untuk menekan perdagangan ilegal limbah B3 ini sangat penting. Di samping itu, Indonesia pun menyebut telah memiliki surveyor terbaik. Oleh karena itu, Indonesia melakukan verifikasi eksportir. Hal ini untuk memastikan importasi tidak mencemari atau bercampur dengan limbah berbahaya.

Dalam penjelasan Vivien, Indonesia juga telah memperbarui peraturan importasi limbah non B3 berupa informasi kode HS yang lebih spesifik. Kemudian menekankan tanggung jawab importir dan eksportir, serta meningkatkan koordinasi dan pengawasan di perbatasan.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top