Jatam Nilai Pemerintah Hanya Gertak Sambal Hadapi Newmont

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), menilai kesepakatan antara Pemerintah dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) terkait peningkatan pembayaran royalti ekspor (penerimaan negara) ke pemerintah melalui nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, R. Sukhyar, dan Presiden Direktur Newmont, Martiono Hadianto, yang dilakukan Kamis (04/09) lalu, bukanlah suatu hal yang luar biasa.

Koordinator Jatam, Hendrik Siregar mengatakan, bahwa tindakan perlawanan yang dilakukan oleh pemerintah sewaktu PT Newmont menyeret Indonesia ke pengadilan arbitrase internasional karena merasa terganggu dengan pelarangan ekspor mineral mentah yang tercantum dalam Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara (Minerba), hanyalah sebuah gertakan belaka.

“Hahaha. Itu hanya gertak sambal saja. Buktinya, PT Newmont masih bisa beroperasi di Indonesia,” ungkap Hendrik kepada Greeners, Jakarta, Jumat (05/09).

Hendrik meyatakan, bahwa untuk menghentikan kontrak dengan PT Newmont bukanlah perkara yang mudah mengingat sejarah ikatan kontrak yang sudah terjadi begitu lama. Namun, lanjut Hendrik, bukan berarti PT Newmont bisa seenaknya menolak Undang-undang Minerba.

Selain itu, Hendrik menambahkan, yang dibutuhkan Indonesia adalah pemimpin yang tegas dan berani menghukum perusahaan apapun yang menolak untuk menjalan perintah dari Undang-undang karena Undang-undang merupakan konstitusi bangsa.

“Untuk memutus kontrak itu yang dibutuhkan hanya keberanian yang tegas. Tidak taat aturan, ya sudah, keluarkan saja,” katanya.

Sebagai informasi, Presiden Direktur PT Newmont Nusa Tenggara, Martiono Hadianto menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) amandemen kontrak pertambangan antara pihak pemerintah melalui Direktorat Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) agar PT Newmont bisa beroperasi kembali.

Dalam MoU tersebut, PT Newmont sepakat untuk menaikkan biaya royalty dari 1% ke 3,75% untuk emas, perak dari 1% menjadi 3,25%, kemudian tembaga dari 3% menjadi 4%.

Pada Juni 2014 lalu, perusahan tambang ini mulai menghentikan operasinya karena belum mencapai kesepahaman dengan pemerintah terkait besaran royalty yang harus dibayarkan kepada pemerintah Indonesia.

Sebulan setelahnya, PT. Newmont menyeret Indonesia ke pengadilan arbitrase internasional karena PT Newmont berpendapat, bahwa UU Minerba yang diberlakukan Januari tahun ini bertentangan dengan kontrak pertambangan mereka.

(G09)

Top