Jakarta (Greeners) – Sepanjang tahun 2022, para peneliti dari California Academy of Sciences serta berbagai kolaborator international telah menemukan sebanyak 146 spesies baru, mulai dari hewan, tumbuhan dan jamur. Penemuan ini sekaligus memperkaya keanekaragaman hayati global di tengah punahnya spesies imbas pemanasan global.
Melansir PHYS, spesies baru tersebut yaitu 44 kadal, 30 semut, 14 siput laut, 14 tumbuhan berbunga, dan 13 bintang laut. Selanjutnya, tujuh ikan, empat kumbang, empat hiu, tiga ngengat, tiga cacing. Kemudian, dua kalajengking, dua laba-laba, dua lumut, satu kodok, satu kerang, satu aphid, dan satu biskuit laut.
“Penelitian spesies baru sangat penting untuk memahami keanekaragaman kehidupan di Bumi dan mengidentifikasi ekosistem yang paling membutuhkan perlindungan,” kata Ahli virologi dan Kepala Ilmu Pengetahuan Akademi Shannon Bennett.
Ia menegaskan, dalam Konferensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP15), ilmu pengetahuan keanekaragaman hayati berada di garis depan aksi konservasi global. Selain itu, sebagai kunci membalikkan tingkat kepunahan spesies pada tahun 2030.
“Dengan mengungkap dan mendokumentasikan spesies baru, kita dapat berkontribusi pada tujuan penting ini. Lalu memastikan dunia alami kita tetap kaya dan beragam untuk generasi yang akan datang,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini, pengamat lingkungan dari Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa menyatakan berdasarkan catatan ilmuwan, kurang lebih terdapat dua juta spesies dari total spesies yang sudah ada di dunia. Sementara, untuk total spesies yang ada di Bumi kurang lebih antara 7-10 juta spesies tumbuhan dan hewan.
Tahun Kepunahan Spesies
Ia memberi catatan bahwa penambahan 146 spesies baru tersebut menambah spesies yang selama ini manusia kenal.
Menurutnya setelah tahun 1970, penemuan ilmuwan terkait biodiversitas telah mengalami peningkatan kecepatan kepunahan atau biodiversity loss. “Dari yang sebelumnya diperkirakan satu per satu juta spesies per tahun atau kecepatan normalnya seperti itu. Tapi belakangan meningkat tajam, para ilmuwan menyebut minimal seratus kali lebih cepat,” kata Mahawan.
Mahawan memberikan catatan, secara alamiah kecepatan kepunahan secara normal bisa terjadi satu per satu juta spesies per tahun. Ini terjadi pada kepunahan ke-5 pada 60 juta tahun lalu. Peningkatan kepunahan semakin tajam karena dipicu oleh faktor antropogenik atau berasal dari aktivitas pembangunan global manusia.
“Kini para ilmuwan memperingatkan kita berpotensi menuju kepunahan massal ke-6,” imbuhnya.
Selain itu, Mahawan menambahkan faktor lain yaitu perubahan iklim yang juga memicu pergeseran distribusi spesies. Misalnya banyak spesies yang bisa tinggal di lembah, tapi karena pemanasan global maka mereka akan bergeser naik ke lereng gunung. “Karena temperaturnya yang lebih sesuai dan nyaman dengan habitat awalnya,” ucapnya.
“Perubahan iklim tentu dapat berdampak pada pergeseran tempat spesies. Hal ini tentunya berdampak pada migrasi karena kapan kemarau, kapan hujan atau perubahan iklim dalam jangka panjang,” pungkasnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin