Jumpai Indonesia, NOAA Beberkan Bahaya Polusi Plastik di Laut

Reading time: 3 menit
NOAA dan BRIN membeberkan ancaman polusi plastik terhadap kehidupan laut. Foto: Dini Jembar Wardani
NOAA dan BRIN membeberkan ancaman polusi plastik terhadap kehidupan laut. Foto: Dini Jembar Wardani

Jakarta (Greeners) – Wakil Menteri Perdagangan untuk Kelautan dan Atmosfer & Administrator National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Richard W. Spinrad mengunjungi Indonesia. Dalam kunjungannya, Richard yang memimpin delegasi NOAA bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), membeberkan ancaman polusi plastik terhadap kehidupan laut.

Dunia menghasilkan sekitar 350 juta ton sampah plastik setiap tahunnya. Outlook Plastik Global OECD memperkirakan bahwa 1,7 juta ton plastik berakhir di lautan.

Menurut Richard, masalah polusi plastik saat ini terjadi di mana-mana. Polusi plastik juga semakin membahayakan kehidupan biota laut. Seiring kemajuan teknologi selama beberapa tahun terakhir, manusia dapat melihat hingga ke bagian terdalam lautan. Namun, sayangnya banyak sekali plastik yang mereka temukan di sana.

BACA JUGA: Bisakah Negosiasi Perjanjian Plastik Kurangi Timbulan Sampah?

“Anda mungkin melihat beberapa gambar penjelajahan laut dalam dan mungkin Anda berkata airnya terlihat cukup jernih. Kemudian mengatakan ‘saya tidak melihat botol dan sampah apa pun’, tetapi faktanya ada plastik di dalam air. Kami melihatnya (plastik) di mana-mana,” kata Richard dalam diskusi Waves for Earth: Exploring Climate Change, Plastic Pollution, and Ocean Science.

Richard menambahkan, saat ini ada banyak orang melihat gambaran sangat buruk tentang mamalia laut. Insang dan ekor mereka pun kini sudah terlilit plastik.

“Tentu saja itu mengerikan, tetapi juga pada mikroorganisme yang ada plastik di dalamnya dan bisa membunuh mereka. Jika tidak terkendali akan mengakibatkan dampak yang sangat dramatis. Bahkan, membunuh banyak kehidupan di laut,” tambah Richard.

NOAA dan BRIN membeberkan ancaman polusi plastik terhadap kehidupan laut. Foto: Freepik

NOAA dan BRIN membeberkan ancaman polusi plastik terhadap kehidupan laut. Foto: Freepik

Masyarakat Lokal Perlu Bertindak

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Penelitian Laut Dalam BRIN, Indah Suci Nurhati mengatakan lebih dari 50% sampah yang masuk ke sungai di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi merupakan sampah plastik. Masalah ini menjadi sebuah hal yang nyata dan perlu tindakan masyarakat lokal.

“Kami benar-benar melakukan survei mengenai hal ini dan kami mengetahui bahwa kesadaran berbeda dari tindakan. Pada dasarnya, masyarakat Indonesia sangat mencintai lingkungan dan berusaha menjaga lingkungan. Mereka sadar dan sangat peduli serta ingin berkontribusi,” kata Intan.

BACA JUGA: Sampah Plastik Lintas Batas, Global Plastics Treaty Tagih Komitmen Dunia

Namun, menurut data BRIN, ketika menanyakan kepada masyarakat soal kesediaan untuk melakukan kegiatan lingkungan, hampir seluruh dari mereka tidak mau. Padahal, mereka telah menyadari bahwa bahaya sampah plastik dan mereka pun sebagian besar merasa khawatir.

“Itu separuh data yang sangat memilukan. Saya rasa itu adalah pengingat dari kita semua, termasuk saya sendiri bahwa kesadaran bisa sangat berbeda dengan tindakan,” imbuh Intan.

BRIN dan NOAA Perkuat Data

BRIN dan NOAA berperan kuat untuk berkontribusi mengatasi permasalahan plastik ini. Keduanya akan terus berupaya memperkuat data, terutama soal polusi plastik. Peran mereka bisa membantu pemerintah dalam memberikan solusi dan membuat kebijakan.

“Kami sebenarnya adalah pemerintah. Jadi, kami juga harus memengaruhi kebijakan pemerintah. Misalnya, plastik adalah sebuah isu, tetapi ada juga soal berbagai jenis plastik, misalnya styrofoam,” ungkap Intan.

Styrofoam merupakan jenis sampah plastik yang sulit didaur ulang. Beda halnya dengan botol plastik yang masih memiliki manfaat dan bisa didaur ulang. Dengan demikian, BRIN terus mempelajari hingga memengaruhi pemerintah untuk lebih memperhatikan berbagai jenis plastik.

“Sehingga, mereka (pemerintah) dapat mendorong peraturan atau kesadaran yang lebih ketat, setidaknya tentang bagaimana menjadi lebih sadar akan jenis plastik yang digunakan,” lanjut Intan.

Sama halnya dengan NOAA yang mengumpulkan data melalui ‘kecerdasan lingkungan’. NOAA fokus untuk mengumpulkan data-data yang terjadi di laut. Misalnya, tentang kenaikan suhu permukaan laut, pemutihan terumbu karang, dan lainnnya.

“Saya dapat memperkirakan bahwa kita akan mengalami peristiwa pemutihan karang di sini minggu depan. Prediksi itu ditetapkan melalui kecerdasan lingkungan yang membantu mengambil keputusan. Jadi, sama seperti BRIN, kami melakukan banyak penelitian mengenai berapa banyak plastik yang ada di lautan, lalu kami mengembangkannya,” tegas Richard

Organisasi lembaga BRIN dan NOAA akan terus bekerja sama secara erat. Menurut Richard, dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan, dunia perlu kolaborasi dalam mengumpulkan data dan mengembangkan kecerdasan lingkungan.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top