Bisakah Negosiasi Perjanjian Plastik Kurangi Timbulan Sampah?

Reading time: 3 menit
Perlu negosiasi perjanjian plastik untuk mengatur pengurangan produksi plastik. Foto: Dini Jembar Wardani
Perlu negosiasi perjanjian plastik untuk mengatur pengurangan produksi plastik. Foto: Dini Jembar Wardani

Jakarta (Greeners) – Intergovernmental Negotiating Committee (INC) keempat akan membahas terkait negosiasi perjanjian plastik. Agenda tersebut akan terlaksana pada April 2024 di Kanada. Menurut Dietplastik Indonesia, apabila proses negosiasi ini bisa mendapatkan kesepakatan untuk pengurangan produksi plastik, hal itu bisa menjadi salah satu langkah mengurangi potensi timbulnya sampah plastik secara global.

INC atau proses negosiasi antarpemerintah merupakan perundingan untuk membahas penyusunan perjanjian global terkait plastik. Perjanjian ini bertujuan untuk menciptakan instrumen internasional yang mengikat secara hukum untuk mengakhiri polusi plastik.

“Saat ini, proses negosiasi untuk menghasilkan instrumen perjanjian hukum yang mengikat mengenai solusi polusi plastik masih berlangsung melalui INC. Proses negosiasi yang berlangsung membahas 13 core obligations untuk mengatasi polusi plastik. Salah satunya mengatur pengurangan produksi plastik,” ujar Manajer Komunikasi Dietplastik Indonesia, Adithiyasanti Sofia kepada Greeners, Jumat (23/2).

BACA JUGA: Solusi Atasi Sampah Plastik Global Jangan Palsu

Adithiyasanti menambahkan, saat ini belum ada ketentuan spesifik mengenai jenis plastik apa yang akan diatasi. Namun, salah satu pembahasan core obligation dalam proses INC adalah mengenai problematic and avoidable plastics.

“Termasuk di dalamnya adalah plastik sekali pakai dan produk plastik lainnya yang berpotensi menghasilkan mikroplastik. Selain itu, dalam core obligations pada proses INC mengedepankan pengganti produk plastik wajib mengedepankan keamanan dan dampak terhadap kesehatan,” tambah Adithiyasanti.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sampah di Indonesia rata-rata mencapai 17 juta ton per tahun. Pada tahun 2023, plastik menjadi penyumbang sampah terbesar kedua sebanyak 18,9%.

Perlu negosiasi perjanjian plastik untuk mengatur pengurangan produksi plastik. Foto: Freepik

Perlu negosiasi perjanjian plastik untuk mengatur pengurangan produksi plastik. Foto: Freepik

Sampah Plastik Mendominasi

Pegiat Zero Waste Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton), Tonis Afrianto mengatakan bahwa saat ini kondisi sampah plastik di Indonesia sudah merata mencemari semua lingkungan. Dominasi sampah tersebut adalah kemasan sachet dan kantong kresek berwarna.

“Artinya, memang saat ini kondisi sampah plastik di Indonesia menjadi emergensi. Kalau dikategorikan, ya, tentu warnanya sudah merah,” ujar Tonis.

Misalnya, Ecoton merupakan salah satu komunitas yang aktif membersihkan sampah di laut, mengumpulkan hingga 500 kilogram sampah dalam sekali aksi. Faktanya, dominasi sampah tersebut adalah sampah plastik.

“Sepertinya, sampah ini sudah tidak bisa teratasi lagi, kecuali ada revolusi pengurangan. Jadi, bukan lagi membahas bagaimana cara penyelesaian cara daur ulang, tapi sudah seharusnya fokus ke pengurangan,” ujar Tonis.

BACA JUGA: Perjanjian Plastik Sulit Dinegosiasikan Sejak dari Hulu

Tonis menambahkan, data Ecoton yang rilis pada tahun 2018 membuktikan bahwa sampah plastik bukan hanya berdampak pada lingkungan saja, melainkan juga pada hewan dan manusia.

“Terutama ikan di sungai, sekarang sudah mengalami gangguan hormon. Sebab, plastik sendiri tersusun atas zat yang bermacam-macam, itu toksik dan beracun. Jadi, kalau plastik itu sudah rusak dan otomatis yang tersusun itu akan bocor ke lingkungan, salah satunya ke sungai dan itu akan mudah untuk ikan konsumsi,” ungkap Tonis.

Ikan yang memakan plastik ini dapat menimbulkan efek yang mengganggu hormon ikan. Ecoton pun pernah menemukan ikan yang memiliki dua kelamin akibat hormonnya terganggu. Sebab ikan tersebut banyak mengonsumsi mikroplastik.

Perlu Solusi Guna Ulang sebagai Pengganti Plastik

Sementara itu, Dietplastik Indonesia juga telah berpartisipasi aktif dalam INC dengan menyusun dua dokumen kertas kebijakan, yang mendorong solusi guna ulang sebagai pengganti plastik sekali pakai. Terutama, untuk sektor jasa makanan dan minuman, serta ritel.

“Solusi guna ulang kami harap bisa masuk ke dalam perjanjian global ini, dengan mengedepankan standar yang aman untuk kesehatan manusia dan tidak merusak lingkungan,” imbuh Adithiyasanti.

Saat ini, lanjut Adithiyasanti, memang belum ada kesepakatan dari proses tiga INC yang sudah berlangsung dari tahun 2022. Namun, pada INC kedua dan ketiga telah menghasilkan dokumen Revised Zero Draft.

“Dokumen itu bisa menjadi dasar penyusunan dokumen kesepakatan yang masih akan melalui pembahasan pada INC keempat pada bulan April 2024 dan INC kelima di bulan November 2024. Kami harap pada INC keempat dan kelima, sudah bisa terpetakan bagaimana proses forum negosiasi ini bisa berjalan ketika nantinya sudah ada kesepakatan,” kata Adithiyasanti.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top