INC-4: Pengurangan Produksi Polimer Plastik Luput dari Kesepakatan

Reading time: 3 menit
Pengurangan produksi polimer plastik luput dari kesepakatan INC-4. Foto: Greenpeace
Pengurangan produksi polimer plastik luput dari kesepakatan INC-4. Foto: Greenpeace

Jakarta (Greeners) – Negosiasi perjanjian internasional tentang plastik dalam Komite Negosiasi Antarpemerintah atau Intergovernmental Negotiating Committee (INC) keempat di Ottawa, Kanada telah usai. Hasil dari pertemuan di INC-4 masih menuai kontroversi, salah satunya soal pengurangan produksi polimer plastik yang masih luput dari kesepakatan.

“Topik ini bukan terlewat, namun juga tidak tercantum dalam topik yang harus ada dalam Intersessional Open-Ended Expert Group,” kata Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), Fajri Fadhillah kepada Greeners, Selasa (7/5).

Padahal, lanjut Fajri, terdapat publikasi ilmiah yang berpendapat upaya menghentikan pencemaran plastik tidak akan efisien tanpa pengurangan produksi polimer plastik.

Rwanda dan Peru telah mengusulkan pentingnya pengurangan produksi polimer plastik primer, untuk menjadi salah satu topik dalam Intersessional Open-Ended Expert Group. Namun, sayangnya, tidak mendapat dukungan dari negara-negara lain.

BACA JUGA: Tekan Laju Sampah 2024, Perkuat Komitmen Guna Ulang

Kedua negara itu mempelopori usulan tersebut.  Tujuannya untuk mengurangi 40% penggunaan global polimer plastik primer pada tahun 2040 dari baseline tahun 2025. Hal ini juga mendapat dukungan dari sejumlah delegasi, termasuk Malawi, Filipina, dan Fiji.

Deputy Director Dietplastik Indonesia, Rahyang Nusantara mengatakan setidaknya sudah ada mandat untuk melaksanakan Intersessional Open-Ended Expert Group. Kegiatan itu terlaksana sebelum sesi kelima INC pada akhir bulan November 2025 di Busan, Korea Selatan. Sejumlah topik pun akan mereka bahas dalam pertemuan tersebut.

“Pertama, produk plastik dan bahan kimia yang menjadi perhatian dalam produk plastik. Selanjutnya, soal ⁠⁠desain produk yang berfokus pada kemampuan daur ulang dan penggunaan kembali dari produk plastik, sekaligus dengan mempertimbangkan fungsi dan penggunaannya,” imbuh Rahyang.

Pengurangan produksi polimer plastik luput dari kesepakatan INC-4. Foto: Kiara Worth

Pengurangan produksi polimer plastik luput dari kesepakatan INC-4. Foto: Kiara Worth

Negara Belum Menyepakati Penyederhanaan Teks

Rahyang menambahkan, pada pertemuan sesi keempat INC ini, negara-negara masih belum sepakat untuk menyelesaikan dan menyepakati penyederhanaan teks dalam draft terakhir.

“Sebaliknya, banyak teks dengan kata tambahan sehingga menjadi lebih panjang. Hal ini dapat menghambat proses untuk bisa menyelesaikan perjanjian ini di akhir tahun,” imbuh Rahyang.

Di sisi lain, pembahasan INC-4 di Ottawa, Kanada kemarin masih serupa dengan yang terjadi sebelumnya pada INC-3 di Nairobi, Kenya. Para delegasi berbagai negara membahas dua kelompok besar dari isi rancangan perjanjian internasional ini.

“Rancangan perjanjian tersebut di antaranya core obligations atau kewajiban-kewajiban utama yang akan ada dalam perjanjian internasional ini. Selanjutnya, tentang means of implementation atau cara-cara untuk implementasi perjanjian internasional ini ketika sudah sah nanti,” tambah Fajri.

Dalam pembahasan core obligations, para negara membahas perihal bagaimana isi kewajiban berkaitan dengan polimer plastik, bahan kimia dalam plastik, produk plastik yang dapat dihindari. Selain itu, juga ada pembahasan soal mikroplastik dan extended producer responsibility (EPR).

Terkait means of implementation, para delegasi negara membahas perihal mekanisme pendanaan agar para negara peserta bisa mengimplementasikan perjanjian ini. Lalu, perihal pelaporan dan monitoring implementasi perjanjian juga ikut terbahas.

Pembahasan Solusi Guna Ulang

Side events yang mengusung topik solusi guna ulang juga ada dalam INC-4. Dalam berbagai kesempatan side events ini, Dietplastik Indonesia juga aktif terlibat dalam diskusi dengan narasumber dan peserta, terutama mengenai solusi guna ulang yang sedang terjadi di Indonesia.

“Kami mengenalkan studi terbaru kami berjudul ‘Evaluasi Dampak Lingkungan dan Sosial dari Pemanfaatan Sachet dan Pouch Serta Ekspansi Solusi Guna Ulang di Jabodetabek’,” ujar Rahyang.

BACA JUGA: Isi dan Guna Ulang Solusi Tepat Kurangi Plastik

Berdasarkan laporan tersebut, tercantum bahwa sistem guna ulang berpotensi mendorong kebangkitan ekonomi di Jabodetabek hingga 1,5 triliun di tahun 2030. Hal itu bisa terlaksana apabila terdapat aturan dan standardisasi yang baik.

“Dalam proses negosiasi, ada beberapa negara yang usul untuk memperkuat draf teks dengan memasukkan solusi guna ulang dan isi ulang sebagai sebuah sistem,” kata Rahyang.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top