KLHK Berencana Awetkan Badak Najaq untuk Ilmu Pengetahuan

Reading time: 2 menit
Najaq saat dalam perawatan tim gabungan drh. Penyelamatan Badak Sumatera di Kabupaten Kutai Barat. Foto: dok. WWF Indonesia & KLHK

Jakarta (Greeners) – Matinya badak sumatera bernama Najaq pada Selasa dini hari, 5 April 2016 lalu, meninggalkan duka yang mendalam bagi dunia konservasi Indonesia. Perhatian dunia pun tertuju pada penyebab kematian badak yang diduga telah punah tersebut.

Namun, ditengah berita duka ini, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Dahono Adji mengatakan akan mengawetkan jasad Najaq guna kebutuhan pengembangan ilmiah dan objek wisata umum.

“Nantinya jasad Najaq ini akan diawetkan untuk tujuan penelitian dan pengembangan ilmiah serta objek wisata umum sebagai bukti untuk dunia bahwa badak sumatera memang masih ada,” katanya kepada Greeners di Jakarta, Rabu (06/04).

Bambang mengaku masih belum mengetahui dimana jasad Najaq akan ditempatkan karena saat ini seluruh pihak masih menunggu hasil autopsi yang dilakukan oleh tim dokter. Namun, ia memastikan kalau jasad Najaq akan ditempatkan di lokasi yang sepantasnya seperti di museum hewan langka di Taman Safari, atau bahkan dibuatkan lokasi sendiri khusus untuk museum badak.

“Saat ini selain menunggu hasil autopsi, kita belum ada keputusan untuk menaruhnya di mana. Minimal ada museum kayak di Jatim Park, kayak museum yang akan diresmikan menteri juga di Jakarta. Kita juga sedang susun gimana caranya agar bisa jasad Najaq ini dipindahkan,” katanya.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Dahono Adji. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Dahono Adji. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Sebagai informasi, kematian Najaq diduga akibat infeksi berat akibat jerat tali yang menyebabkan luka parah pada kaki kirinya. Badak berumur 10 tahun itu diperkirakan terjerat sejak September 2015 dan ketika berhasil ditangkap, tali jerat sudah putus, namun tali yang tersisa sudah masuk sangat dalam ke dalam kulit badak.

“Pengobatan yang diberikan oleh tim dokter hewan sempat direspons positif. Namun demikian, memang luka yang dialami pada kaki kirinya parah dan menyebabkan infeksi. Kepastian penyebab kematian Najaq juga akan diketahui setelah pemeriksaan post mortem (autopsi),” ujar drh. Muhammad Agil, salah satu personil tim gabungan drh. Penyelamatan Badak Sumatera di Kabupaten Kutai Barat dalam keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Selasa (05/04).

Badak Najaq pernah tertangkap kamera jebak pada akhir Oktober 2015 dengan jerat tali pada kaki kiri belakangnya. Sejak saat itu, Najaq diusahakan untuk ditangkap agar dapat dilepaskan jerat talinya dan diberi pengobatan. Pada 12 Maret 2016, Najaq berhasil ditangkap dan langsung diberikan pengobatan dengan antibiotik dan anti bengkak serta vitamin oleh tim dokter hewan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Taman Safari Indonesia (TSI), Yayasan Badak Indonesia (YABI), IPB dan WWF.

Upaya pengobatan di atas juga didukung dan dikonsultasikan dengan para ahli Badak internasional (Australia Zoo, Tarongga Zoo-Australia, Cornell University-USA). Kondisi badak kemudian dilaporkan mulai membaik yang diindikasikan dengan makan cukup banyak, namun diprediksi masih ada infeksi di kakinya (luka dalam).

Beberapa hari terakhir, kondisi kesehatan Najaq diketahui menurun dan akhirnya mati. Kematian ini diduga karena adanya infeksi berat yang bersumber dari luka jerat di kaki kiri. Setelah pemeriksaan post mortem, badak Najaq direncanakan akan diawetkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Penulis: Danny Kosasih

Top