KLHK Sebut Pelaku Kejahatan Lingkungan “Big Snake”

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Jika di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ada istilah “Big Fish” bagi pelaku pelanggaran penangkapan ikan ilegal atau illegal fishing kelas berat, maka di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ada istilah “Big Snake” bagi pelaku kejahatan lingkungan besar yang merugikan negara, masyarakat maupun alam.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa kasus lingkungan hidup sudah masuk dalam extra ordinary crime karena memiliki dampak yang besar. Saat ini, katanya, KLHK membutuhkan banyak bantuan dari berbagai pihak termasuk media untuk mengawal segala tuntutan dan proses pengadilan kejahatan lingkungan yang sedang berlangsung.

“Jadi, bukannya mau membandingkan dengan KKP ya, tapi kalau di sana (KKP) ada yg namanya ‘Big Fish‘ ya di kita juga ada ‘Big Snake‘ dan ini yang sedang kita upayakan penanganannya. Teman-teman media juga saya harap bisa membantu,” jelasnya di gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (06/07).

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Salah satu persidangan yang sedang berlangsung, ujar Roy, begitu ia akrab disapa, adalah kasus kebakaran lahan di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan oleh PT Bumi Mekar Hijau (BMH) dimana kerugian negara ditaksir hingga Rp7 triliun.

KLHK sendiri telah memasukan berkas gugatan perdata kepada BMH di PN Palembang pada tanggal 3 Februari 2015. Kini, agenda persidangan adalah mendengarkan keterangan saksi. Kerusakan lingkungan akibat pembakaran hutan dan 20.000 hektar lahan mencapai Rp2,6 triliun dan biaya pemulihan Rp5,2 triliun.

BMH sendiri, lanjut Roy, adalah anak usaha dari Asia Pulp and Paper (APP) yang memiliki izin HTI 250.370 hektar di Ogan Komering Ilir, Sumsel. Berdasarkan data hotspot Walhi Sumsel dari satelit Terra dan Aqua selama Agustus-16 September 2014, dari 1.173 hotspot, 169 diantaranya terdapat di perkebunan dan 531 titik di HTI, terbanyak di konsesi BMH. KLHK sendiri sedang menangani 10 kasus melalui sengketa pengadilan, sebagian besar kasus kebakaran lahan.

“Nah, kebanyakan, upaya penindakan kita selalu melempem saat sudah masuk persidangan. Untuk itulah peran teman-teman media untuk mengawal kasus ini sangat penting,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top