Kritik Terhadap Qanun RTRW Aceh Semakin Kencang

Reading time: 2 menit
Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Polemik pengesahan Qanun Nomor 19 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh yang berpotensi mengancam kawasan lindung seperti Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) masih terus bergulir.

Forest Political Campaigner Greenpeace, Muhammad Teguh Surya, mengatakan, RTRW Aceh jelas tidak memperhitungkan bencana yang akan ditimbulkan jika Leuser tidak menjadi kawasan lindung. Menurutnya, KEL itu sudah seharusnya dipertahankan atau bahkan diperkuat karena jika tidak, jelas akan sangat berdampak pada komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon.

“KEL itu sudah seharusnya diperkuat bukan malah sebaliknya,” terang Teguh saat menjadi narasumber pada acara Press Briefing “Nasib Kawasan Ekosistem Leuser Dalam RTRW Aceh” di Jakarta, Rabu (22/10).

Terlebih lagi, lanjutnya, Aceh secara geografis dihimpit oleh pengunungan dan struktur tanah yang labil sehingga rawan terhadap longsor, gempa bumi dan banjir. Dan, jika hutan terbabat habis, maka masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut akan semakin terancam hidupnya.

“Saat ini banjir bandang sudah terjadi, bayangkan kerugian besar yang akan dihadapi jika ini diteruskan,” tambahnya.

Sedangkan untuk langkah hukum, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh pada Kamis, 9 Oktober 2014 lalu telah mendaftarkan permohonan uji materi (judicial review) atas “qanun” atau peraturan perundang-undangan sejenis Peraturan Daerah No. 19 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Aceh.

Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi, Muhnur Satyahaprabu, mengatakan kalau pendaftaran permohonan uji materi ini merupakan bagian dari advokasi Walhi dalam merespon polemik tata ruang yang tertuang dalam produk hukum daerah (qanun) tersebut.

Menurut Muhnur, terdapat beberapa bentuk pelanggaran baik prosedural maupun substansial dalam qanun yang telah disahkan pada tanggal 31 Desember 2013.

Ia menjelaskan, setidaknya ada 3 alasan hukum kenapa Walhi mengajukan uji materi RTRW Aceh ini. Pertama, qanun RTRW Aceh ini bertentangan dengan azas-azas pembentukan peraturan perundang-undangan. Kedua, qanun ini juga bertentangan secara prosedural karena tidak melibatkan partisipasi masyarakat.

Lalu, lanjut Muhnur, qanun ini juga bertentangan secara substansial dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

“Ada 21 peraturan hukum yang dilanggar oleh qanun RTRW ini. Ada Perpres, PP, sampai Peraturan Menteri dilanggar begitu saja,” katanya.

(G09)

Top