Libatkan Masyarakat Adat untuk Kelola Biodiversitas Indonesia

Reading time: 2 menit
Masyarakat adat punya andil besar dalam pelestarian keanekaragaman hayati. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyorot pentingnya pelibatan masyarakat adat dalam pengelolaan keanekaragaman hayati atau biodiversitas.

Salah satunya terwujud dalam penyusunan dokumen kebijakan Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP).

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam mengatakan, penyusunan dokumen kebijakan IBSAP harus partisipatif. Ini berdasarkan amanat dalam Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB ke-15 atau CBD COP15 di Montreal bahwa secara eksplisit mengakui peran penting masyarakat adat untuk menjaga keanekaragaman hayati.

“Tidak bisa top down seperti dulu tapi separtisipatif mungkin. Ini tidak mudah karena masyarakat adat kita tersebar bahkan sampai masyarakat pelosok,” katanya dalam Kick-Off Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia Pasca COP15 CBD, di Jakarta, Rabu (12/4).

Ia menambahkan COP15 CBD menghasilkan adopsi Kunming-Montreal Global Biodiversitas Framework (GBF). Tujuan GBF 2030 ini yakni mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati, melindungi ekosistem hingga hak-hak masyarakat adat.

IBSAP merupakan strategi nasional serta rencana aksi pengelolaan keanekaragaman hayati Indonesia yang meliputi aspek-aspek yang relevan, serta agenda prioritas pembangunan nasional dalam beberapa tahun ke depan. Pengelolaan keanekaragaman hayati bertujuan untuk mencapai manfaat optimal dan lestari fungsinya.

Tantangan Ketersediaan Pendanaan Pengelolaan Kehati

Medrilzam juga menyatakan ketersediaan pendanaan untuk pengelolaan keanekaragaman hayati Indonesia hanya sekitar Rp 9 hingga 10 triliun per tahun. Padahal, kebutuhan pendanaan lima tahun belakangan sekitar Rp 33,6 triliun per tahun. Sementara bantuan pendanaan global, seperti dari Global Environment Facility (GEF) hanya kisaran Rp 0,21 triliun.

“Ini menjadi tantangan berat terutama kita adalah negara berkembang dengan megabiodiversity country. Negara maju harus bertanggungjawab lebih besar atas kerusakan global,” ucapnya.

Ia menambahkan kesenjangan pendanaan yang ada sekitar 74 % dari kebutuhan. Kontribusi global ke Indonesia hanya sekitar 0,6 %, sedangkan kontribusi Indonesia ke global sekitar 25,4 %.

Perempuan Adat Tuntut Inklusivitas dalam Penerapan Nilai Ekonomi Karbon

Perempuan adat menuntut pengakuan dan pelibatan dalam penerapan Nilai Ekonomi Karbon. Foto: Shutterstock.

Triple Planetary Crisis 

Hilangnya keanekaragaman hayati tak hanya populasinya saja. Dalam Stockholm +50 Conference menyorot triple planetary crisis yakni perubahan iklim, polusi dan biodiversity loss yang ketiganya saling berhubungan disebabkan faktor antropogenik.

“Laporan IPCC terbaru menyatakan bahwa kita akan sulit menahan laju suhu global rata-rata. Ini memicu banyak hal, termasuk kehati kita,” tegasnya.

Mengingat ruang lingkup IBSAP yang sangat luas dan kompleks, Medrilzam menyorot pentingnya batasan dan ruang lingkup kesepakatan seluruh pihak. Selain itu, ia menyebut agar perumusan IBSAP sepaham maka harus diikuti definisi operasional, indikator hingga lokasi target pelestarian keanekaragaman hayati.

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Firdaus Agung menyatakan, terdapat empat visi dalam Kunming -Montreal GBF.

Sejumlah visi itu yakni perlindungan dan pelestarian ekosistem, pengelolaan dan pemanfaatan berkelanjutan, pembagian manfaat yang adil, setara dan mengatasi kesenjangan.

Target Realistis Pengelolaan Kehati

Ia menyebut, COP15 CBD telah menyepakati melindungi setidaknya 30 persen daratan dan 30 persen lautan pada 2030. Namun, Indonesia harus realistis menyikapinya. “Resource-nya juga harus besar, terlebih kita masih dalam masa pandemi. Kita harus ingat harus tetap realistis kita sesuaikan dengan apa yang kita punya,” kata Firdaus.

KKP memiliki berbagai target pada tahun 2045 nanti. Mulai dari penambahan luas kawasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan budi daya laut, pesisir dan darat yang berkelanjutan. Kemudian pengelolaan dan pengawasan kawasan pesisir dan pengelolaan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top