Sungai Surabaya Kembali Berbusa Imbas Tingginya Pencemaran

Reading time: 3 menit
Sungai di Surabaya berbusa imbas pencemaran air yang berat. Foto: Ecoton
Sungai di Surabaya berbusa imbas pencemaran air yang berat. Foto: Ecoton

Jakarta (Greeners) – Kondisi sungai di Surabaya melintasi kawasan Mulyorejo hingga Kalidami kembali berbusa. Busa pada air sungai disebabkan oleh pencemaran berat dari air sabun sisa pencucian pakaian dan limbah industri yang mengandung bahan kimia.

Kepala Laboratorim Ecoton, Rafika Aprilianti mengatakan sungai berbusa ini dapat berasal dari limbah domestik yang mengandung deterjen dan bahan kimia dalam personal care.

“Ditambah akumulasi dari limbah industri yang mengandung bahan kimia deterjen seperti surfaktan yang berfungsi mengikat kotoran dengan membentuk busa. Jika mengalami turbulensi, maka akan membentuk busa,” kata Rafika lewat keterangan tertulisnya, Jumat (7/6).

Seorang warga yang tinggal di bantaran Sungai Mulyorejo melaporkan kemunculan busa di aliran sungai kepada tim  Ecological Observation & Wetlands Consevation (Ecoton). Tim Ecoton sebanyak lima orang langsung meninjau sungai tersebut. Mereka menguji kualitas air untuk mengidentifikasi penyebab fenomena tersebut.

Sungai di Surabaya berbusa imbas pencemaran air yang berat. Foto: Ecoton

Sungai di Surabaya berbusa imbas pencemaran air yang berat. Foto: Ecoton

Hasil Uji Kualitas Air

Tim Ecoton menguji kualitas air di outlet rumah pompa dan di air permukaan sungai yang telah tercampur busa. Peneliti Ecoton menyoroti tiga temuan utama dari pengujian tersebut yang melebihi baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut dalam air menurun drastis hingga 0,5 ppm di air permukaan sungai. Sementara, di outlet rumah pompa sebesar 0,4 ppm. Baku mutu air sungai kelas 2 adalah minimal 4 ppm. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air ini mengindikasikan adanya peningkatan beban pencemaran organik yang sangat signifikan.

BACA JUGA: Riset Ecoton : Masyarakat Anggap 94,9 % Sungai Tercemar

Selanjutnya, kandungan fosfat dalam air mencapai 3,5 ppm di air permukaan, sementara di outlet mencapai 5,3 ppm. Baku mutu air sungai kelas 2 adalah 0,2 ppm. Peningkatan kadar fosfat ini sering berkaitan dengan penggunan deterjen dan limbah pertanian yang tidak terolah dengan baik.

Kadar amoniak di air permukaan sungai juga terdeteksi sebesar 21,2 ppm dan di outlet rumah pompa sebesar 14. Padahal, baku mutu air sungai kelas 2 adalah 0,2 ppm. Tingginya kadar amoniak ini mengindikasikan adanya pencemaran dari limbah domestik.

Dampak Pencemaran

Sungai berbusa ini tidak hanya menjadi masalah bagi lingkungan, melainkan juga mengancam kesehatan masyarakat sekitar yang menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari. Tim Peneliti Ecoton, Alaika Rahmatullah mengkhawatirkan dampak jangka panjang dari pencemaran ini.

Menurutnya, air yang tercemar bahan kimia seperti fosfat dan amoniak dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti iritasi kulit hingga masalah serius pada sistem pencernaan.

“Oksigen terlarut dalam air yang menurun juga menyebabkan ikan-ikan di sungai susah hidup, bahkan mati. Dampak jangka panjangnya, ikan akan punah,” ujar Alaika.

BACA JUGA: Sampah Plastik di Enam Destinasi Wisata Ditangani Tahun Ini

Ia menjelaskan, sungai berbusa ini tanda nyata pencemaran lingkungan yang parah. Pencemaran seperti fosfat dapat memicu eutrofikasi, yaitu pertumbuhan alga dan tumbuhan air yang berlebihan.

“Hal ini dapat menurunkan kualitas air dan menyebabkan kematian biota air. Kematian biota air dapat mengganggu rantai makanan dan keseimbangan ekosistem air,” tambahnya.

Fenomena Serupa Terjadi di Sungai Tambak Wedi dan Kalidami

Sebelumnya, berdasarkan pengamatan Ecoton, fenomena serupa juga pernah terjadi di Sungai Tambak Wedi dan Kalidami di tahun 2020–2023. Setiap musim kemarau, sungai tersebut selalu berbusa. Pemerintah kota berjanji kepada Ecoton akan membangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Komunal di pemukiman sekitar bantaran sungai. Namun, belum ada realisasi pembangunan IPAL komunal hingga saat ini.

“Sudah dua tahun lalu kami mendorong pemkot untuk segera membangun IPAL Komunal, tapi hanya janji saja, tidak ada realisasinya,” kata Hubungan Eksternal Ecoton, Kurnia Rahmawati.

Ecoton merekomendasikan pemerintah kota untuk melakukan tindakan. Di antaranya, melakukan normalisasi dengan mengangkat sedimen Sungai Mulyorejo dan Kalidami yang mengandung endapan surfaktan. Pengangkatan sumber busa ini merupakan upaya jangka pendek untuk mengurangi timbulnya busa salju di sungai.

Selain itu, Ecoton juga menyarankan pemerintah untuk segera membangun IPAL Komunal untuk menampung limbah domestik sebelum masuk ke rumah pompa. IPAL berfungsi mengolah, menyaring limbah domestik yang mengandung detergen dan senyawa beracun lainnya sebelum mengalir ke aliran Sungai Surabaya.

Begitu pula dengan pentingnya untuk meningkatkan pengawasan terhadap pembuangan limbah industri dan domestik. Masyarakat pun perlu diberi edukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan sungai dan dampak negatif dari pencemaran air.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top