LIPI Dorong Kebijakan Inklusif Perubahan Iklim untuk Masyarakat Pesisir

Reading time: 2 menit
kebijakan inklusif
Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai masyarakat pesisir termasuk kelompok yang rentan terpengaruh perubahan iklim. LIPI menyarankan agar masyarakat pesisir mendapatkan peningkatan kapasitas dan mitigasi melalui penyusunan kebijakan inklusif perubahan iklim wilayah pesisir Indonesia.

Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Deny Hidayati mengatakan bahwa kajian LIPI terhadap Rencana Aksi Nasional untuk Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API) bertujuan untuk menunjang ketahanan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kajian ini menggunakan Kerangka Analisis UNESCO untuk Perumusan Kebijakan Inklusif.

“Karena menyangkut perubahan iklim ini ada potensi naiknya tinggi gelombang laut dan naiknya permukaan air laut yang bisa membahayakan para nelayan saat mencari mata pencaharian. Jadi harus dipikirkan juga alternatif kegiatan saat para nelayan ini tidak melaut. Maka itu perlu ada peningkatan kapasitas,” ujar Deny dalam peluncuran Hasil Kajian Rencana Aksi Nasional untuk Desain Kebijakan Inklusif Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir Indonesia di kantor LIPI, Jakarta, Rabu (09/01/2018).

BACA JUGA: Kearifan Lokal, Mitigasi Bencana yang Terlupakan 

Dari hasil kajian dapat disimpulkan bahwa RAN API belum inklusif karena peraturannya belum memasukkan mitigasi perubahan iklim ke masyarakat secara langsung. Oleh karenanya, LIPI memberikan masukan untuk membuat penyusunan desain kebijakan inklusif perubahan iklim untuk masyarakat pesisir.

LIPI juga menyarankan pentingnya meningkatkan kapasitas adaptasi dan mitigasi masyarakat pesisir melalui kesadaran publik, penyediaan layanan dasar untuk kelompok berkebutuhan khusus (penyandang disabilitas, perempuan, anak-anak, lansia), akses informasi, teknologi tepat guna, dan modal untuk kelompok rentan ekonomi sesuai dengan jenis pekerjaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir.

“Selain itu juga perlu dilakukan revitalisasi pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat pesisir dalam upaya adaptasi perubahan iklim, penyediaan sarana dan prasarana yang ramah terhadap kelompok rentan. Penyediaan aplikasi yang mudah digunakan, pembangunan infrastruktur, sistem peringatan dini untuk mengurangi risiko bencana, dan penyediaan rencana aksi adaptasi untuk kegiatan masyarakat pesisir,” ujar Deny.

BACA JUGA: Mitigasi Bencana Belum Maksimal, Pemerintah Diminta Audit UU Penataan Ruang 

Menanggapi hal itu, Kepala Sub Bidang Perubahan Iklim Dan Kualitas Udara Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas, Sudhiani Pratiwi, mengatakan bahwa Bappenas masih meninjau hasil penelitian dari LIPI ini.

“Kami sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, mungkin hasil kajian dari LIPI ini bisa kita antisipasi di RPJMN 2020-2024. Dari hasil-hasil kajian kita sesuaikan yang mana yang bisa kita adopsi terlebih dahulu di penyusunan kebijakan,” ujar Dhiani.

Mengenai saran LIPI untuk memberikan subsidi khusus kepada masyarakat pesisir yang umumnya bekerja sebagai nelayan, Dhiani mengatakan wewenang itu ada pada pemerintah pusat. Ia menambahkan, jika hal ini diterapkan, maka kemampuan nelayan perlu ditingkatkan.

“Jika pemberian subsidi dilakukan, mungkin akan diarahkan kepada nelayan yang memiliki kapal di bawah 10 GT. Selain itu, proses dari RAN-API ini bisa didukung oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai penyedia data iklim yang akurat,” ujar Dhiani.

Menanggapi hal ini, Kepala Bidang Analisis Perubahan Iklim BMKG Kadarsah menyatakan bahwa timnya siap untuk mendukung kajian ini. BMKG sendiri saat ini sudah memiliki Climate Early Warning System (CEWS) yang bisa memberikan data terkait pemantauan iklim dan memberikan informasi iklim yang tepat waktu.

“CEWS diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pengguna untuk melakukan kegiatan mitigasi dan adaptasi di sektor terkait,” ujar Kadarsah.

Penulis: Dewi Purningsih

Top