Masyarakat Dayak di Desa Wehea Kukuhkan Hutan Adat di Kutai Timur

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: freeimages.com

Malang (Greeners) – Masyarakat Dayak di enam Desa Wehea, yaitu Desa Nehas Liah Bing, Long Wehea, Jak Luay, Benhes, Dia Beq dan Diak Lay mengukuhkan hutan adat seluas 325.842 hektare yang berada di Kabupaten Kutai timur, Kalimantan Timur pada tanggal 12 Agustus 2015. Pengukuhan hutan adat ini dilakukan dengan upacara adat dan dihadiri Pejabat Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati (Direktur Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat), dan Jonny Purba (Kepala Bidang Kearifan Lingkungan), serta Bupati Kutai Timur Isran Noor.

Koordinator Protection of Forest & Fauna (Profauna) Borneo Bayu Sandi, menjelaskan, pemetaan wilayah adat Wehea seluas 325.842 hektare tersebut dilakukan sejak awal tahun 2015 oleh pemuda-pemuda Wehea yang dikoordinir oleh Yatim, seorang koordinator pejaga hutan di Hutan Lindung Wehea. Klaim wilayah adat itu berdasarkan pada kesamaan bahasa masyarakat-masyarakat yang dikunjungi, berbagai peninggalan kuno seperti tempat sesembahan (punden), kuburan, dan lainnya.

Menurutnya, pengukuhan Hutan Adat Wehea itu merupakan proses panjang yang dilakukan masyarakat Dayak Wehea dengan dukungan berbagai lembaga seperti Profauna dan Vivat Internasional.

Sebelumnya, pada tanggal 5 – 7 Desember 2013, masyarakat adat di enam Desa Wehea telah mengadakan kongres di Huliwa (Long Sekung Meguen) untuk memperjuangkan pengakuan atas keberadaan suku Dayak Wehea dan ulayat adatnya, dan pengakuan perlindungan Hutan Lindung Wehea.

Selanjutnya, kata Bayu, pada tanggal 2 Februari 2015, lembaga adat enam desa tersebut dengan didampingi oleh Yayasan Vivat Internasional dan Padma telah bertemu dengan KLHK dan Komnas HAM untuk menyampaikan tuntutan masyarakat agar ada pengakuan atas masyarakat Dayak Wehea dan hak ulayat mereka sebagai entitas masyarakat adat yang ada di Indonesia.

Mereka juga menuntut penghentian ijin baru untuk segala jenis usaha yang dapat merusak hutan adat, budaya dan lingkungan hidup. Ijin tersebut antara lain ijin perkebunan kelapa sawit, pertambangan, Hak Penguasaan Hutan (HPH), dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Mereka juga minta pencabutan semua ijin pertambangan (IUP) dan penghentian penerbitan ijin baru pertambangan di wilayah Ulayat Adat Masyarakat Dayak Wehea, Kutai Timur, Kaltim.

Lebih lanjut Bayu mengatakan, pada tanggal 16 April 2015 Profauna mendukung perjuangan masyarakat adat Wehea itu dengan melakukan demonstrasi di depan kantor KLHK dengan mengusung isu “tolak tambang di Hutan Wehea”. Dalam kesempatan tersebut, Profauna juga melakukan dialog dengan KLHK untuk mendesak agar KLHK segera berkunjung ke Wehea untuk mendukung upaya pelestarian hutan Wehea yang dilakukan oleh masyarakat adat.

“Pengukuhan secara adat hutan Wehea seluas lebih dari 300 ribu hektare ini merupakan langkah awal yang positif, karena pengelolaan hutan Wehea harus dilakukan secara menyeluruh dan dalam satu kesatuan. Kami berharap pemerintah juga mendukung upaya masyarakat adat ini”, ujar Bayu Sandi, Koordinator Profauna Borneo dalam rilisnya, Jumat (21/8/2015).

Sebagai gambaran, saat ini hutan lindung Wehea yang diakui pemerintah seluas 38.000 hektare yang dikelola Lembaga Adat Wehea Desa Nehas Liah Bing. Hutan lindung ini menjadi rumah beragam jenis satwa liar, termasuk mamalia. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Rustam, peneliti dari Universitas Mulawarman dan juga penasehat Profauna, di Hutan Lindung Wehea tercatat sedikitnya ada 61 jenis mamalia.

Beberapa jenis mamalia yang ditemui di Hutan Lindung Wehea terdaftar sebagai spesies langka dan berstatus konservasi tinggi berdasarkan daftar merah (Red List Data Book) IUCN, yaitu Terancam Punah (Near Threatened) sebanyak 7 jenis, Rentan (Vulnerable) 14 jenis, dan Kritis (Critically Endangered) 1 jenis. Lima jenis termasuk dalam Appendix I CITES, 11 jenis Appendix II, dan 2 jenis Appendix III, serta 17 jenis masuk daftar mamalia yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 tahun 1999.

Jenis-jenis mamalia yang teridentifikasi adalah jenis yang sangat tergantung dengan kondisi hutan yang masih bagus. Empat jenis kucing Hutan (Felidae) yang teridentifikasi dari lima jenis kucing hutan yang ada di Kalimantan menandakan bahwa fungsi ekologis dari Hutan Lindung Wehea masih berjalan dalam koridor yang semestinya.

“Dengan konsep perlindungan hutan Wehea dalam skala luas yaitu 300 ribu hektare ini akan lebih memberikan jaminan bagi kelestarian hutan dan satwa liar yang tinggal di hutan tersebut”, tegas Bayu Sandi.

Penulis: HI/G17

Top