Jakarta (Greeners) – Kasus penyanderaan terhadap tujuh pegawai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Polisi Hutan di Rokan Hulu, Riau, oleh segerombolan massa, diindikasi kuat dikerahkan oleh perusahaan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) pada Jumat (02/09/2016) saat penyidik KLHK selesai menjalankan tugas menyegel kawasan hutan dan lahan yang terbakar yang berada dalam penguasaan PT APSL.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan bahwa kelompok masyarakat yang melakukan penyanderaan tersebut diduga dimobilisasi oleh perusahaan melihat pergerakan kendaraan yang membawa massa tersebut. Terlebih, telah ditemukan bukti lapangan bahwa ada ribuan hektar sawit terbakar di hutan produksi yang belum ada pelepasan dari Menteri, atau dengan kata lain, kebun sawit di areal tersebut ilegal.
BACA JUGA: KLHK Luput Mendeteksi Perusahaan Pembakar Lahan di Papua dan Maluku
“Berdasarkan hasil penyelidikan oleh penegak hukum LHK, ternyata mereka merupakan pekerja yang didatangkan dari daerah lain, dan selama ini beraktifitas di dalam areal yang dikuasai perusahaan. Rumah mereka pun ikut terbakar karena meluasnya titik api di dalam lokasi kebun. Kami menduga kuat aktivitas ilegal ini difasilitasi pihak perusahaan dengan mengatasnamakan masyarakat melalui kelompok tani,” jelasnya ketika dikonfirmasi oleh Greeners, Jakarta, Senin (05/09).
Dalam penguasaan secara ilegal dari kawasan yang terbakar tersebut, PT APSL diduga memfasilitasi pembentukan tiga kelompok tani untuk mengelola kebun sawit dengan PT APSL yang bertindak sebagai ‘Bapak angkat’. Masyarakat dimaksud tidak lain adalah pekerja dari perusahaan itu sendiri yang dibentuk melalui kelompok tani. Dari foto yang didapat, terlihat pengelolaan kebun sawit dilakukan secara profesional dan terkoordinir.
“Saat tim KLHK masuk ke lokasi kebun pun ditemukan fakta lahan sawit yang terbakar sangat luas dan masih berasap. Mayoritas merupakan kebun sawit di dalam areal hutan produksi. Artinya, semua aktifitas di lokasi tersebut ilegal. Modus seperti ini biasa digunakan perusahaan yang nakal, dimana mereka menggarap lahan secara ilegal menggunakan dalih dikelola masyarakat, dan berada di lokasi yang tak jauh dari lahan legal mereka,” tambahnya.
Sebagai informasi, penegakan hukum yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mendapat perlawanan dari pelaku kebakaran hutan/lahan dan perambah kawasan hutan. Tujuh pegawai KLHK, terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Polisi Kehutanan (Polhut) disandera di Rokan Hulu, Provinsi Riau.
BACA JUGA: Antisipasi Pencemaran Laut, KLHK Surati Satgas 115
Kejadian penyanderaan ini dianggap sebuah tindakan melawan hukum yang merendahkan kewibawaan Negara apalagi diindikasikan adanya keterlibatan pihak perusahaan. Penyidik KLHK dan Polhut merupakan aparat penegakan hukum berdasarkan UU mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kebakaran hutan dan lahan.
Tim KLHK awalnya turun ke lokasi, guna menindaklanjuti arahan Menteri LHK untuk melakukan penyelidikan penyebab meluasnya titik api di Riau beberapa waktu lalu yang telah mengganggu masyarakat. Sekaligus menyelidiki laporan mengenai masyarakat yang dikabarkan mengungsi karena asap.
“Sejak titik api meluas, saya menegaskan untuk dilakukan penyelidikan di areal yang terbakar. Maka tim dipimpin langsung Dirjen Gakkum KLHK, turun ke lokasi di Riau,” ujar Siti.
Penulis: Danny Kosasih