Jakarta (Greeners) – Pada Januari lalu, Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan instruksi pelarangan plastik sekali pakai, khususnya bagi pegawai pemerintah daerah (Pemda), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan siswa di sekolah. Aturan ini membuka peluang besar untuk memperluas konsep guna ulang (reuse). Namun, penerapannya perlu dukungan fasilitas yang memadai serta penegakan aturan yang tegas agar tidak terjadi kelonggaran dalam pelaksanaannya.
Aturan tersebut tertera dalam Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 mengenai Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Dalam surat edaran ini, pemerintah melarang penyediaan air minum dan makanan dalam kemasan sekali pakai dalam rapat atau kegiatan seremonial serta menganjurkan ASN untuk membawa tumbler. Kepala sekolah dan guru juga bisa menjadi teladan dalam penggunaan tumbler dan memberikan edukasi kepada siswa mengenai pentingnya mengurangi sampah plastik.
Direktur Eksekutif Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Catur Yudha Hariani, mengatakan bahwa kebijakan ini merupakan langkah positif. Aturan tersebut dapat memotivasi masyarakat untuk lebih memilih barang-barang yang bisa digunakan kembali.
“Sering kali dalam pertemuan-pertemuan rapat pemerintahan, penggunaan gelas plastik dan botol plastik sekali pakai masih sangat umum. Jadi, ini sebenarnya peluang besar untuk menekan pengurangan plastik,” kata Catur kepada Greeners Senin, (3/2).
Namun, Catur memberikan catatan penting bahwa pemerintah Bali harus benar-benar menyediakan fasilitas yang mendukung kebijakan ini. Sebagai contoh, jika masyarakat wajib membawa tumbler, pastikan akses untuk mendapatkan air minum tersedia dengan baik.
“Jangan sampai masyarakat membawa tumbler, tetapi kesulitan untuk mengisi air karena tidak ada fasilitas yang memadai. Akhirnya, mereka membeli air kemasan,” tambahnya.
Langkah ini menjadi terobosan yang penting. Sebab, timbulan sampah di Bali masih sangat besar. Berdasarkan data Satu Data Indonesia, volume sampah di Bali pada tahun 2023 mencapai 1.229.234,65 ton. Dari jumlah tersebut, 900 ribu ton berhasil dikelola, namun sekitar 200 ribu ton lainnya tidak terkelola.
Kurangi Ketergantungan Plastik
Dietplastik Indonesia juga mengapresiasi langkah pemerintah dalam membatasi penggunaan plastik sekali pakai, khususnya air minum dalam kemasan plastik. Menurut mereka, kebijakan ini sejalan dengan visi untuk mengurangi ketergantungan pada plastik sekali pakai. Sebab, plastik berkontribusi besar terhadap pencemaran lingkungan, terutama di ekosistem pesisir dan laut Bali.
Deputy Director Dietplastik Indonesia, Rahyang Nusantara mengatakan bahwa keputusan ini juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung perubahan kebiasaan menuju solusi yang lebih berkelanjutan.
“Kami berharap kebijakan ini tidak hanya menjadi regulasi administratif, tetapi juga diiringi dengan mekanisme pendukung. Seperti edukasi bagi ASN, siswa, dan masyarakat umum mengenai alternatif yang lebih ramah lingkungan,” kata Rahyang.
Selain itu, kebijakan ini juga memperkuat peraturan yang sudah ada, yaitu Peraturan Gurbernur (Pergub) Bali Nomor 97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Peraturan tersebut mengatur kontong plastik, sedotan, dan busa polistirena untuk jasa makanan dan minuman dan ritel.
Perluas Sosialisasi
Selain itu, pemerintah juga harus memperluas sosialisasi kepada masyarakat. Tidak hanya di kantor atau lembaga pemerintah, tetapi juga di sektor lain seperti horeka (hotel, restoran, kafe), mal, hingga pasar tradisional dan kaki lima.
Hasil pemantauan dari PPLH menunjukkan bahwa masalah utama ada di sektor kaki lima dan pasar tradisional. Oleh karena itu, pemerintah perlu serius menegakkan Pergub Bali No.97 Tahun 2018 dan memastikan adanya penegakan hukum yang tegas.
BACA JUGA: Pemkab Gianyar Larang Sampah Tercampur Masuk ke TPA Temesi
“Pemerintah harus benar-benar memastikan bahwa peraturan ini tidak hanya menjadi tulisan kosong, tapi dapat diterapkan dengan konsekuensi yang jelas. Pemerintah juga harus memberikan contoh yang baik,” imbuh Catur.
Berdasarkan pengamatan, kata Catur, di sektor horeka dan mal masih banyak yang belum mengikuti kebijakan ini. Oleh karena itu, pemerintah harus terus memantau dan menegakkan hukum agar penerapan kebijakan ini merata.
Contoh Baik
Rahyang menambahkan, kebijakan pelarangan plastik sekali pakai di Bali dapat menjadi contoh bagi daerah lain jika terimplementasi dengan baik. Selain itu, juga ada langkah-langkah pendukung yang komprehensif. Salah satunya adalah memberikan insentif kepada bisnis yang menerapkan sistem guna ulang. Misalnya, restoran yang menggunakan gelas dan botol isi ulang, atau penyediaan kemasan makanan berbahan guna ulang.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong toko dan swalayan untuk menyediakan sistem refill untuk produk cair, termasuk air minum dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Langkah-langkah ini dapat memperluas penerapan konsep guna ulang di Bali.
Dietplastik Indonesia juga merekomendasikan beberapa langkah konkret untuk Pemerintah Provinsi Bali. Salah satunya adalah penyediaan water station di ruang publik.
“Pemerintah dapat memasang water station di tempat-tempat strategis. Seperti pura, terminal, stasiun, pusat perbelanjaan, area wisata, dan kantor pemerintahan,” tambah Rahyang.
Selain itu Rahyang berharap, hotel, restoran, dan tempat wisata bisa menyediakan fasilitas isi ulang air bagi pengunjung. Hal ini akan memudahkan masyarakat dalam mengurangi penggunaan air kemasan plastik, sekaligus mendukung penerapan konsep guna ulang secara lebih luas.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia