NTT dan NTB Miliki Potensi Kekeringan Berstatus Awas

Reading time: 2 menit
BMKG mengimbau masyarakat khususnya di NTT dan NTB terkait potensi kekeringan berstatus awas. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan intensitas dan luasan wilayah peringatan dini kekeringan meteorologis di Indonesia tahun ini lebih kecil dibanding tahun sebelumnya. Meski begitu masyarakat tetap harus meningkatkan kewaspadaan. Khususnya terkait analisis jumlah periodisasi panjang waktu hari tanpa hujan (HTH).

Pelaksana tugas Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko mengatakan, saat ini merupakan periode transisi musim hujan menuju musim kemarau. Oleh karena itu, merupakan hal yang wajar jika terjadi perluasan wilayah yang sebelumnya dalam kondisi basah (mengalami hujan yang relatif tinggi) menjadi kering (curah hujan berkurang).

Masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) diimbau meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kekeringan ini. “Data hari tanpa hujan (HTH) menunjukkan bahwa deret hari tanpa hujan terpanjang saat ini adalah sebesar 62 hari melalui pemantauan di Pos Rambang Aru, NTT,” katanya kepada Greeners, baru-baru ini.

Dari perkiraan itu, NTT masuk dalam kategori jumlah hari ekstrem panjang. Hal ini berbeda dengan wilayah lain di Indonesia dengan HTH sangat pendek, pendek, hingga menengah.

Ia juga mengimbau, peningkatan kewaspadaan potensi daerah kekeringan khususnya pada bulan Agustus 2022 nanti. Berdasarkan prakiraan peluang curah hujan rendah (< 50 mm/bulan) maka daerah yang berisiko kekeringan adalah sebagian kecil Jawa Timur, bagian utara Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan NTT.

Hujan Saat Musim Kemarau Relatif Sedikit

Urip juga menyebut jika kita bandingkan tahun 2021 dan 2020 tahun La Nina, tahun 2022 hujan saat musim kemarau relatif lebih sedikit.

Jumlah curah hujan pada periode musim kemarau tahun ini umumnya akan relatif sama jika kita bandingkan dengan normalnya (periode 1991-2020). “Tapi, ada beberapa wilayah yang curah hujan pada periode musim kemaraunya relatif lebih tinggi atau lebih basah dibanding normalnya. Artinya ada kemungkinan kemaraunya lebih basah pada sebagian wilayah Indonesia,” paparnya.

Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan menyatakan, meski saat ini masyarakat kebanyakan mengalami panas yang terik, tapi kemarau tahun ini relatif lebih basah. Potensi kekeringan pun akan relatif lebih kecil dari pada tahun lalu. 

Kendati demikian, ia tetap mengimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan pada kemarau tahun ini. “Dari sisi wilayah dan intensitas terlihat lebih kecil jika kita banding tahun lalu,” imbuhnya.

Waspada Kekeringan Kategori Awas dan Siaga

Adapun berdasarkan hasil monitoring HTH di sejumlah wilayah, tahun lalu BMKG mengeluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis dengan kategori awas dan siaga.

Potensi kekeringan kategori awas perkiraannya terjadi di wilayah Provinsi NTB (Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa). Selanjutnya yaitu Provinsi NTT (Kabupaten Alor, Kabupaten Belu, Kabupaten Flores Timur, Kotamadya Kupang, Kabupaten Kupang. Selain itu juga di Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Timur.

Sementara itu kategori siaga ada di Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Bangkalan, Banyuwangi, Bondowoso, Pamekasan dan Kabupaten Situbondo). Sementara pada Provinsi Bali di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Karangasem. Selanjutnya di Provinsi NTB (Kabupaten Lombok Timur) dan Provinsi NTT (Kabupaten Ende, Kabupaten Ngada dan Sumba Barat).

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top