Pemerintah Siapkan Rp1,3 Triliun untuk Sarana Pengelolaan Limbah B3 Medis Covid-19

Reading time: 3 menit
Limbah Medis
Seorang petugas mengecek kondisi tempat penampungan sampah sementara untuk limbah medis. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyampaikan pesan Presiden Joko Widodo agar jajarannya memperhatikan pengelolaan limbah medis Covid-19 yang tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3). Presiden juga meminta agar dana yang tersedia diintensifkan untuk membuat sarana pengolahan lantaran jumlah limbah medis meningkat selama pandemi Covid-19.

“Dana yang diproyeksikan untuk diolah sebesar Rp1,3 triliun dan diminta Presiden untuk membuat sarana-sarana insinerator dan sebagainya,” ujar Menteri LHK melalui keterangan pers secara virtual usai mengikuti rapat terbatas, pada Rabu, (28/07/2021).

Berdasarkan data yang masuk, Siti menjabarkan bahwa limbah medis Covid-19 hingga 27 Juli 2021 mencapai total 18.460 ton. Sumbernya berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, rumah sakit darurat, pusat isolasi atau karantina mandiri, tempat uji deteksi, maupun vaksinasi. Limbah tersebut terdiri dari infus bekas, masker, vial vaksin, jarum suntik, pelindung wajah, perban, baju hazmat, alat pelindung diri (APD), pakaian medis, sarung tangan, alat PCR atau antigen, hingga alkohol pembersih usap.

Menteri LHK

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyampaikan keterangan persnya usai mengikuti rapat terbatas mengenai Pengelolaan Limbah Medis B3 Covid-19, pada Rabu, (28/07/2021). Foto: Biro Pres, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden

Fasilitas Pengolahan Limbah Medis Terkonsentrasi di Pulau Jawa

Menurut Siti, data tersebut belum menggambarkan jumlah limbah medis B3 yang sesungguhnya. Perkiraan asosiasi rumah sakit, jumlahnya mencapai 383 ton per hari. Adapun kapasitas fasilitas pengolahnya sebesar 493 ton per hari. Meskipun di atas kertas mencukupi, sebaran tempat pengolah limbah tersebut masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

“Jadi arahan Bapak Presiden tadi, supaya semua instrumen pengelolaan limbah medis untuk menghancurkan limbah medis yang infeksius harus kita selesaikan,” ucapnya.

Jumlah limbah medis B3 selama pandemi Covid-19 sendiri meningkat signifikan. Lonjakan terjadi di beberapa provinsi selama periode 9 Maret 2020 hingga 27 Juli 2021.

Di Jawa Barat, dalam rentang waktu yang sama limbah tersebut meningkat dari 74,03 ton menjadi 836,975 ton. Menyusul Jawa Tengah dari 122,82 ton menjadi 502,401 ton. Kemudian Jawa Timur, dari 509,16 ton menjadi 629,497 ton. Lalu di Banten, dari 228,06 ton menjadi 591,79 ton. Sementara di DKI Jakarta, dari 7.496,56 ton menjadi 10.939,053 ton.

Menteri LHK juga menjelaskan bahwa pihaknya telah bersurat kepada pemerintah daerah. Isinya menegaskan bahwa pembuangan limbah medis Covid-19 tak boleh langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Jika hal itu terjadi, kata Siti, pemerintah daerah bisa mendapat sanksi. “Oleh karena itu, kami minta pemerintah daerah untuk berhati-hati dan menaati soal ini,” ujarnya.

Menteri LHK dan Kepala BRIN

Menteri LHK Siti Nurbaya dan Kepala Badan Riset dan Inovasi (BRIN), Laksana Tri Handoko, memberikan keterangan pers usai mengikuti rapat terbatas mengenai Pengelolaan Limbah Medis B3 Covid-19, pada Rabu (28/07/2021). Foto: Biro Pres, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden

BRIN Kembangkan Insinerator Skala Kecil 

Penambahan jumlah dan volume limbah medis belum seimbang dengan kapasitas pengolahan yang memadai. Untuk itu, pemerintah melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memanfaatkan teknologi pengolah limbah dan teknologi daur ulang. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan mengolah limbah yang meningkat tersebut.

“Ada beberapa teknologi yang sudah proven (terbukti) dan dikembangkan oleh teman-teman kita untuk membantu meningkatkan kapasitas pengolahan limbah secara signifikan. Khususnya teknologi untuk pengolahan limbah di skala yang lebih kecil dan sifatnya mobile. Teknologi ini lebih hemat dibandingkan membuat insinerator terpusat dalam skala besar,” ujar Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko.

Selain itu, Handoko juga mengusulkan teknologi daur ulang limbah medis yang berpotensi memunculkan nilai tambah secara ekonomi. Cara ini menurutnya akan meningkatkan kepatuhan fasilitas kesehatan yang menghasilkan limbah karena terdapat insentif dari bisnis daur ulang tersebut. Selain itu, juga berpotensi mengurangi biaya pengelolaan limbah secara keseluruhan.

“Tadi kami menyampaikan contoh itu adalah alat penghancur jarum suntik yang bisa menghasilkan residu berupa stainless steel murni. Juga daur ulang untuk APD dan masker yang bahannya adalah polypropylene, sehingga kita bisa peroleh propylene murni (PP). Jenis plastik propylene murni nilai ekonominya juga cukup tinggi,” kata dia.

Penulis: Dewi Purningsih

Baca juga: KLHK: Limbah Medis Tak Boleh Dibuang Langsung Ke TPA

Baca juga: Tidak Semua Sampah Masker Merupakan Limbah Medis

Top