Pernyataan Bambang Hero Dilindungi UU, Laporan Tak Perlu Dilanjut

Reading time: 3 menit
Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo. Foto: KLH
Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo. Foto: KLH

Jakarta (Greeners) – Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) menyayangkan pelaporan pidana terhadap Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo. Menurutnya, tidak perlu memproses pelaporan lebih lanjut. Sebab, pernyataannya merupakan bentuk partisipasi publik yang mendapat perlindungan dari peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) mengatur bahwa masyarakat memiliki hak untuk berperan aktif. Hal ini mencakup hak untuk memberikan pendapat serta menyampaikan informasi atau laporan.

Direktur Eksekutif ICEL, Raynaldo G. Sembiring juga mengatakan bahwa pelaporan Bambang Hero ke Polda merupakan bentuk dari SLAPP (Strategic Lawsuit against Public Participation), yakni proses hukum untuk melawan partisipasi publik yang berdampak pada pembungkaman.

BACA JUGA: SAFEnet: Vonis Daniel Tangkilisan Bentuk Pembungkaman Suara

Ia juga menegaskan bahwa seorang ahli hanya berperan untuk membantu majelis hakim memiliki pertimbangan komprehensif terhadap hal-hal yang sulit hakim pahami dalam memutus perkara. Keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang sah di pengadilan, berdasarkan Pasal 184 KUHAP. Dalam memutus perkara, butuh paling tidak dua alat bukti yang sah.

“Oleh karena itu, hakim tidak terikat dengan keterangan ahli. Sehingga, ahli tidak memiliki pertanggung jawaban hukum atas keterangannya, terlebih atas putusan majelis hakim,” ungkap Reynaldo lewat keterangan tertulisnya.

Selain itu, berdasarkan Pasal 66 UU PPLH, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun gugatan perdata. Hal ini diperkuat oleh Pasal 58 ayat (2) huruf e UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). Secara eksplisit, aturan ini memberikan perlindungan hukum kepada ahli yang memberikan keterangan di persidangan.

Reynaldo menambahkan, Pedoman Jaksa Nomor 8 Tahun 2022 juga menegaskan bahwa penyampaian keterangan di persidangan merupakan salah satu bentuk perbuatan memperjuangkan hak atas lingkungan hidup. Ia meminta agar pelaporan semacam berhenti demi hukum.

Aturan Masih Lemah

Saat ini, pengaturan mengenai anti-SLAPP tercantum dalam PPLH, dengan beberapa turunan di pedoman kejaksaan, Peraturan Mahkamah Agung (PERMA), serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) yang terbaru.

Namun, anti-SLAPP masih lemah dan masih penafsirannya berbeda dalam penerapannya oleh penegak hukum, khususnya di kalangan polisi.

Menurut Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet, Hafizh Nabiyyin, peraturan tersebut masih sangat sektoral. Peraturan anti-SLAPP hanya mengatur perlindungan bagi pejuang lingkungan. Pejuang lingkungan adalah mereka yang berjuang melalui jalur hukum.

“Masalahnya adalah seringkali sektor-sektor lain yang tidak langsung berkaitan dengan lingkungan hidup dianggap tidak dilindungi oleh mekanisme anti-SLAPP,” kata Hafizh kepada Greeners, Jumat (17/1).

Contohnya, lanjut Hafizh, dalam kasus Bambang Hero, yang meskipun berkaitan dengan isu pertambanganβ€”terkait dengan limbah dan berbagai masalah lingkungan. Namun, banyak yang menganggap kasus ini lebih sebagai masalah pertambangan dan tidak secara langsung terkait dengan lingkungan hidup.

“Akibatnya, mekanisme anti-SLAPP ini sering kali penyelenggara negara abaikan. Mungkin karena rumusan dalam undang-undang dan peraturan-peraturan turunannya yang masih karet dan penafsirannya luas,” tambahnya.

Menurut Hafizh, hal ini menyebabkan banyak ekspresi yang seharusnya dilindungi justru berakhir dengan kriminalisasi terhadap individu yang seharusnya mendapatkan perlindungan.

Menanti Peraturan Kuat

Banyaknya kriminalisasi yang terjadi pada akademisi juga akan menimbulkan gelombang perlawanan dari para akademisi lain yang sudah lelah dengan pola-pola permainan seperti ini.

“Ini akan menjadi pemicu, jika negara, khususnya pemerintah dan penegak hukum, tidak segera bertindak untuk menghentikan proses kriminalisasi ini,” tegas Hafizh.

Menurut pandangan SAFEnet, negara perlu hadir dengan membuat peraturan tentang anti-SLAPP secara khusus. Atau, seminimal-minimalnya, pemerintah bisa merevisi UU HAM agar dapat melindungi semua individu. Khususnya, pada pasal 100 UU HAM yang menjelaskan tentang hak hidup dalam kehidupan publik.

BACA JUGA: Kasus Daniel Frits Tanda Minimnya Perlindungan Pembela HAM

Sebagai informasi, Ketua Umum DPP Pura Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung melaporkan Bambang Hero kepada Polda Bangka Belitung. Pelaporan Bambang Hero akibat keterangannya sebagai ahli dalam proses persidangan kasus korupsi timah yang melibatkan terdakwa Harvey Moeis.

Dalam persidangan, Bambang Hero menyampaikan bahwa kerugian lingkungan hidup akibat kasus korupsi tata niaga komoditas timah di WIUP PT. Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022 mencapai 271 triliun.

Bambang Hero dilaporkan atas keterangannya tersebut. Ia diduga melakukan tindak pidana sesuai Pasal 242 KUHP tentang pemberian keterangan palsu di atas sumpah.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top