BPOM Tindak Lanjuti Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Label dan Pangan

Reading time: 2 menit
bpom
Kepala BPOM, Penny K Lukito. Foto: Humas BPOM

Jakarta (Greeners) – Setelah merebaknya perdebatan mengenai Susu Kental Manis (SKM), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan akan menindaklanjuti Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan. RPP ini belum disahkan oleh pemerintah sejak tahun 2016.

“Tinggal menunggu paraf dan difinalkan oleh pemerintah karena masih ada satu pasal yang mengganjal yang berkaitan dengan iklan. Saya berharap dengan berkembangnya isu SKM ini jadi sesuatu yang menjadi manfaat karena masyarakat begitu peduli dengan asupan nutrisi, dan semoga RPP Label dan Iklan Pangan segera difinalkan,” ujar Kepala BPOM, Penny K Lukito, pada konferensi pers tentang susu kental manis di Jakarta Pusat, Senin (09/07/2018).

BPOM telah ditunjuk sebagai pemrakarsa RPP tentang Label dan Iklan Pangan. Dalam proses penyusunannya, RPP ini telah melibatkan perwakilan kementerian dan lembaga terkait.

“Negara kita butuh Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang pangan. Maka itu, kami sebagai instansi yang menegakkan standar dengan mengikuti kesepakatan yang ada di pemerintah merancang PP yang sudah berjalan kurang lebih 5 tahun. Saat ini tinggal menunggu finalisasi,” kata Penny.

BACA JUGA: BPOM Tegaskan Susu Kental Manis Bukan Susu yang Mengandung Nutrisi

Mengenai keamanan pangan, Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya BPOM, Mustofa, mengatakan bahwa negara harus menjamin bahwa setiap orang di wilayah Indonesia dapat mengomsumsi pangan yang aman, bermutu, dan bergizi secara mencukupi. Agar pangan dengan kriteria ini tersedia secara memadai sepanjang waktu, maka negara harus dapat mewujudkan sistem pangan yang dapat memperkuat ketahanan pangan.

Untuk mengetahui kondisi keamanan pangan di Indonesia, salah satu sumber yang dapat digunakan adalah Global Food Security Index (GFSI) Juni 2016, dimana Indonesia menempati peringkat ke-71 dari 113 negara. Aspek yang dinilai dalam GFSI tersebut adalah keterjangkauan (affordability), ketersediaan (availability), keamanan dan mutu pangan (quality and safety). Ketiga aspek tersebut telah tertuang dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

BACA JUGA: Inpres Nomor 3 Tahun 2017 Dorong BPOM Meningkatkan Pengawasan

Mustofa mengatakan, berdasarkan kelompok negara Asia dan Pasifik, Indonesia menempati peringkat ke-13 dari 23 negara. Peringkat tersebut jauh dibawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Masih rendahnya peringkat keamanan dan mutu pangan Indonesia menunjukkan belum optimalnya pengawasan keamanan, mutu, gizi, label, dan iklan pangan di Indonesia, sehingga diperlukan strategi yang inovatif untuk memperbaikinya.

“Tantangan yang masih kita hadapi hingga saat ini dalam melakukan pengawasan dari hulu ke hilir di setiap rantai pangan (from farm to table) adalah cakupan area pengawasan yang luas, keterbatasan jumlah tenaga pengawas, koordinasi lintas sektor belum optimal, tingkat pengetahunan dan kesadaran pelaku usaha dan konsumen terhadap keamanan pangan masih rendah, dan penegakan hukum yang masih lemah,” ujar Mustofa.

Mustofa menegaskan diperlukan komitmen semua pihak untuk berkoordinasi agar peraturan pemerintah ini dapat ditetapkan dengan sebaik-baiknya sesuai peran, tugas dan kewenangan masing-masing sehingga dapat mengawal keamanan, mutu, dan gizi pangan di Indonesia.

Penulis: Dewi Purningsih

Top