Polemik Kualitas Pencemaran Udara, LSM Pertanyakan Acuan Pemerintah

Reading time: 3 menit
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Karliansyah/Foto: www.greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Permasalahan pencemaran udara menemui babak baru, setelah sebelumnya perdebatan tipe alat ukur kualitas udara, kini level perdebatan masuk pada perbedaan acuan baku mutu pencemaran udara yang dijadikan standar pemerintah dan masyarakat sipil atau LSM.

Menurut pemerintah, pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara menyatakan bahwa untuk menganalisa data pencemaran udara menggunakan Standar Nasional di mana konsentrasi 0-65 mikrogram (µg)/m3 berkategori baik, 66-100 µg/m3 berkategori sedang, 101-150 µg/m3 berkategori tidak sehat, 151-200 µg/m3 adalah kategori sangat tidak sehat, dan melebihi 200 µg/m3 berkategori berbahaya.

Sementara acuan baku mutu yang digunakan oleh masyarakat sipil atau LSM menggunakan indeks kualitas udara yang ditetapkan Amerika Serikat (US AQI) di mana konsentrasi 0-10 µg/m3 berkategori baik , 10-35 µg/m3 berkategori sedang, 36-65 µg/m3 berkategori tidak sehat, 56-65 µg/m3 berkategori tidak sehat, 66-100 µg/m3 berkategori sangat tidak sehat dan melebihi 100 µg/m3 adalah kategori berbahaya.

BACA JUGA : Pemerintah Diminta Lebih Serius Tangani Polusi Udara

Beberapa waktu yang lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Karliansyah mengatakan sesuai dengan PP 41/1999 maka waktu rentang nilai konsentrasi untuk parameter PM2,5 tersebut harus disampaikan dalam bentuk rata-rata harian atau rata-rata tahunan.

“Kalau menentukan kualitas udara, harus memakai data rata-rata harian atau rata-rata tahunan. Tidak bisa kita memakai datanya sesaat atau ketika hari itu saja. Berdasarkan data kami, keadaan kualitas udara masih dalam keadaan baik, hanya saja memang tidak sehat untuk bayi dan manula,” ujar Karliansyah ketika konferensi pers di Media Center Manggala Wanabhakti, Jumat lalu.

Menurut data KLHK, rata-rata harian PM2,5 sejak 1 Januari hingga 30 Juni 2019 kualitas udara di Jakarta masih dalam keadaan bagus atau sehat karena masih di bawa ambang batas Baku Mutu Udara Ambien Nasional, yakni 31,49µg/Nm3 dari 65 µg/Nm3. Namun, Jika dibandingkan dengan Standar WHO pada angka 25 µg/Nm3, maka kualitas udara Jakarta masuk kategori sedang.

Sementara itu, dihubungi terpisah Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan bahwa KLHK bersikeras mengatakan kualitas udara di Indonesia terutama Jakarta baik karena memakai acuan untuk rata-rata harian 65 mikrogram/m3 sesuai dengan PP 41/1999.

Sumber : Komite Penghapusan Bensin Bertimbal

Diagram di atas, memberikan gambaran perbandingan acuan batas pengukuran pencemaran udara, pada diagram nomor satu adalah batas standar WHO, diagram nomor dua adalah batas standar tahunan pemerintah, dan diagram nomor tiga adalah batas standar harian pemerintah.

“Namun yang terakhir ini, ada potensi dimanipulasi dengan membuat rata-rata tahunan dengan mengkompilasi hasil rata-rata harian, jelas hasilnya lebih rendah. Hal yang terjadi saat ini, sudah standardnya out of date (diagram 2 dan 3) ditambah lagi pemerintah menggunakan rata-rata harian (diagram no 3) utk menganalisa rata-rata tahunan. Kemudian membuat analisa yang lebih longgar untuk rata-rata harian sehingga angka 90-102µg/m3 dianggap sedang, padahal sesungguhnya sudah kategori tidak sehat,” ujar Ahmad kepada Greeners, Senin (09/07/2019).

BACA JUGA : Dampak Tingginya Polusi Udara, 48 Warga Jakarta Akan Gugat Pemerintah

Menurut analisa KPBB, kondisi kualitas udara Jakarta PM2.5 di tahun 2018 dan 2019 dengan menggunakan standard yang lama pun hasilnya adalah tidak sehat. Yakni dengan rata-rata tahunan 2018 adalah 45,62 µg/m3 dan 2019 adalah 37,8 µg/m3 sementara baku mutu rata-rata tahunan menurut PP 41/1999 untuk PM2.5 adalah 15 µg/m3.

Ahmad mengatakan, bahkan, hasil pengukuran Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk dua bulan ini, rata2 harian PM2.5 sering pada posisi kisaran 94,22 – 112,86 µg/m3. Sehingga menjadi kesalahan besar apabila hasil analisa terhadap kualitas udara Jakarta mengatakan kategori baik.

“Jadi menggunakan baku mutu yang ada pun (PP 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara) kualitas udara Jakarta menunjukkan tidak sehat,” jelas Ahmad.

Penulis: Dewi Purningsih

 

Top