PP 57/2016 Tegaskan Larangan Pembukaan Lahan Gambut

Reading time: 2 menit
pp 57/2016
Perkebunan kelapa sawit di atas lahan gambut di Kalimantan Tengah. Ilustrasi: glennhurowitz/Flickr.com

Jakarta (Greeners) – Pemerintah memperkuat penegasan larangan bagi siapapun, baik masyarakat maupun perusahaan, untuk membuka lahan baru sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya pada areal Ekosistem Gambut melalui penambahan klausul baru dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 tahun 2016 sebagai revisi dari PP 71/2014 tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Ekosistem Gambut (PP Gambut).

Sekretaris Jendral Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono, mengungkapkan, beberapa penegasan terhadap larangan-larangan tersebut termasuk juga larangan membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering, membakar lahan gambut dan/atau melakukan pembiaran terjadinya pembakaran dan/atau melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut.

“Jadi siapapun tidak boleh lagi membuka lahan sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan budidaya,” katanya di Jakarta, Senin (05/12).

BACA JUGA: Pemerintah Rampungkan Revisi PP Gambut

Selain klausul pembukaan lahan baru, ada pula beberapa pasal penting yang dimasukkan dalam PP 57/2016 tersebut yaitu soal skala peta Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). Dalam PP 57/2016 ini, skala peta mengacu pada arahan Badan Informasi Geospasial (BIG), dimana akan dibuat peta KHG dengan skala 1:250.000 hingga 1:50.000.

“PP 57/2016 ini pun mengatur lebih detail tentang tata cara pemulihan gambut. Mulai dari sukses alami, pemulihan hidrologis, dan vegetasinya,” tambahnya.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Karliansyah menambahkan, tentang batasan muka air gambut yang menjadi kriteria kerusakaan, dalam PP 71/2014 sebelumnya ditetapkan secara mutlak muka air gambut paling rendah 0,4 meter dari permukaan. Sedangkan dalam PP 57/2016, batasan 0,4 meter masih tetap dipertahankan hanya saja penataannya diatur sehingga lebih aplikatif.

BACA JUGA: Lakukan Sidak, BRG Temukan Kegiatan Pembukaan Lahan oleh RAPP

Menurut Karliansyah, pengaturan titik pantau tersebut akan diatur lebih detail dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk perbandingan titik pantau air gambut dengan luas konsesi. Saat ini, lanjutnya, KLHK tengah menggodok peraturan menteri (Permen) LHK tentang Tata Kelola Air di Ekosistem Gambut.

Karliansyah menerangkan bahwa penetapan fungsi lindung ekosistem gambut paling sedikit 30 persen dari seluruh luas kesatuan hidrologis gambut yang letaknya dimulai dari satu atau lebih puncak kubah gambut. Selain itu, setiap konsesi harus di bagi blok pengelolaan yang luasnya sekitar 30 hektare dan ditetapkan jumlah lokasi pemantauan, yaitu 15% dari total jumlah blok pengelolaan yang ada.

“Selanjutnya sebaran lokasi pemantauan secara merata di seluruh konsesi. Di lokasi pemantauan itu ditempatkan titik pemantauan muka air gambut yang mewakili bagian hulu, tengah dan hilir,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top