Malang (Greeners) – ProFauna’s Wildlife Rescue Center (PWRC) berhasil menyelamatkan dua ekor monyet ekor panjang (Macaca Fascicularis) yang nyaris menjadi korban pemburu liar di kawasan hutan Gunung Kawi, Malang, Jawa Timur, pada akhir minggu kemarin. Dua ekor monyet liar tersebut terpisah dari kelompoknya ketika sekelompok pemburu bersama anjingnya mengejarnya di hutan.
Dari penelusuran ProFauna, dua ekor monyet ini sebenarnya menghuni kawasan hutan di Gunung Kawi. Ada sekitar 9 kelompok monyet ekor panjang yang berada di sekitar kandang PWRC atau berjarak 5 kilometer. Setiap kelompok terdiri dari 9 sampai 25 ekor. Pada pertengahan Januari dan awal Februari 2013, sekelompok pemburu beraksi di kawasan hutan yang dikelola Perhutani tersebut. Akibatnya, dua ekor monyet terlepas dari kelompoknya dan mendatangi kandang PWRS di kawasan Desa Kucur, Kecamatan Dau, Malang.
Kedatangan dua ekor monyet tersebut kemudian diketahui animal keeper ketika mau memberi makan monyet lainnya hasil evakuasi dari Kota Malang, dan Kota Batu yang diburu warga. Karena khwatir ditangkap penduduk, ProFauna memberi umpan makan dan berhasil diamankan di kandang. “Kami khawatir dua ekor monyet ini malah merusak tanaman pertanian warga dan menjadi sasaran petani,” kata Rosek Nursahid, di temui Greenersmagz.com, pada Senin (18/2/2013).
Saat ini, dua ekor monyet ini mendapatkan perawatan dengan layak di kandang PWRC. Rosek berharap, dua ekor meonyet ini bisa secepatnya dikembalikan ke alam liar sebagai rumahnya. Namun, untuk mengembalikan ke sana saat ini cukup sulit, di samping karena tidak mengetahui kelompoknya yang mana, juga karena masih rawan terhadap pemburu liar. “Untuk membangun kelompok baru juga butuh waktu yang lama,” ujarnya.
Rosek mengakui jika perburuan satwa liar di kawasan hutan Gunung Kawi masih sangat marak. Para pemburu ini berasal dari Kota Malang dan bukan warga sekitar atau penduduk Desa Kucur, Kecamatan Dau. Sebab, Desa Kucur memiliki Peraturan Desa (Perdes) No 3 tahun 2009 tentang Perlindungan Satwa Liar Desa Kucur dan bagi warga Desa Kucur yang melanggar dikenai sanksi sesuai dengan tingkat pelanggarannya. “Pemburu biasanya dari Kota Malang yang gemar atau hobi berburu,” kata Rosek.
Kepala Desa Kucur, Abdul Karim, mengatakan, sejak 26 April 2009, telah ada Peraturan Desa Kucur Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perlindungan Satwa Liar Desa Kucur. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. “Peraturan desa itu melindungi semua jenis satwa liar, baik yang hidup di darat, air, maupun udara,” katanya.
Selain mengatur perlindungan satwa liar, aturan itu juga melarang penebangan pohon yang menjadi sumber makanan kunci satwa, jenis tumbuhan yang unik atau langka, serta tegakan pohon yang terletak di dekat sumber air, jurang, dan anak sungai. Penangkapan ikan dengan setrum atau racun juga dilarang.
Sejak adanya Peraturan Desa itu, kata Rosek, banyak warga yang sebelumnya suka berburu maupun menjadi pemandu pemburu dari Kota Malang berhenti. Namun, perburuan satwa hingga kini masih marak. Selain untuk dikonsumsi, dan hobi, satwa-satwa hasil buruan juga dijual dengan harga antara Rp 200 – 300 ribu per ekor. (G17)