SVLK Jawaban Atas Bisnis Kehutanan yang Berkelanjutan

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) diharapkan menjadi jawaban atas tuntutan sustainable business di sektor kehutanan. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Kementerian Lingkungan Hutan dan Kehutanan, Putera Pratama mengatakan bahwa SVLK telah menjamin tata kelola kehutanan secara lestari dan transparan dari hulu hingga hilir.

Indonesia sendiri, katanya, telah menetapkan secara wajib penggunaan SVLK sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam rangka memperbaiki tata kelola kehutanan dan memperbaiki reputasi produk perkayuan. Dalam konteks penerimaan SVLK di pasar internasional, Indonesia dan Uni Eropa telah meratifikasi Perjanjian Kemitraan Sukarela (FLEGT-VPA) masing-masing melalui Perpres tanggal 13 Maret 2014 dan Parlemen Uni Eropa tanggal 27 Februari 2014.

“Perjanjian dengan Uni Eropa ini diharapkan berujung dengan implementasi penuh FLEGT-VPA mulai April 2016 (FLEGT-Licenced Timber). Ini berarti Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang mempunyai perjanjian semacam ini dengan Uni Eropa beserta spektrum dampak politisnya. Implementasi penuh SVLK memiliki makna produk kayu Indonesia dapat masuk ke pasar Uni Eropa tanpa melalui pemeriksaan kepabeanan (uji tuntas/due diligence),” katanya, Jakarta, Jumat (18/03).

Menurut Putera, saat ini peraturan tersebut sedang dalam proses revisi dan diharapkan perubahan regulasi ini akan mengedepankan perbaikan tata kelola kehutanan (good governance) serta keberpihakan pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Diantara beberapa poin perubahannya termasuk masa berlaku sertifikat bagi pelaku usaha atau hutan hak, industri kecil dan industri pengguna kayu rakyat menjadi enam tahun masa sertifikat dan dua tahun penilikan, yang mana semula tiga tahun masa sertifikat dan satu tahun penilikan.

Selain itu, peraturan ini juga untuk memastikan keterlacakan penggunaan bahan baku yang terjamin berasal dari “hulu” yang telah lolos SVLK (berstatus legal). Lalu, penegasan tidak boleh diekspornya produk kayu yang berasal dari hasil lelang dari kegiatan temuan, sitaan, rampasan melalui proses pengadilan.

“Selain itu, penguatan sistem SVLK melalui mekanisme pemantauan atau pengawasan yang dilakukan oleh LSM, Pemerintah Pusat dan Daerah juga akan diperkuat melalui revisi ini,” tutupnya.

Sebagai informasi, SVLK sendiri ditetapkan dengan Permenhut P.38/Menhut-II/2009, yang selanjutnya diatur dengan Permenhut Nomor: P.43/2014 jo. No. P.95/2014 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.

Dengan diterbitkannya Permen LHK yang baru, diharapkan peran Pemda semakin besar dalam mendorong implementasi SVLK, di antaranya dengan membimbing pelaku usaha yang belum ber-SLK untuk dapat segera ber-SLK secara berkelompok, serta mendorong menyelesaikan persoalan perizinan yang selama ini dianggap terlalu birokratis.

Penulis: Danny Kosasih

Top