KLHK dan KESDM Wajibkan Pengusaha IPPKH Lakukan Pemulihan Pasca Tambang

Reading time: 2 menit
tambang
Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono dan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Ego Syahrial menandatangani Nota Kesepahaman (MOU) terkait pengelolaan lingkungan pasca kegiatan pertambangan di Jakarta, Selasa (23/04/2019). Foto: KLHK

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) terkait pengelolaan lingkungan pasca kegiatan pertambangan. Demi terjaganya tata kelola lingkungan yang lebih baik, pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) diwajibkan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup dan sosial pasca tambang berakhir.

Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono mengatakan bahwa reklamasi hutan wajib dilaksanakan oleh pemegang IPPKH pada kawasan hutan yang terganggu (on-site), sedangkan kewajiban rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan penanaman pada lokasi lahan kritis, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan yang berada di luar areal IPPKH (off-site).

Berdasarkan data KLHK, Indonesia memiliki 17.076 DAS di lahan seluas 189.278.753 hektare (Ha), dimana 2.145 DAS atau lahan seluas 106.884.471 Ha tergolong rusak/perlu dipulihkan. Lahan kritis menjadi isu utama dalam pemulihan DAS, terdapat lebih dari 14.006.450 Ha lahan kritis di Indonesia.

“Salah satu penyebab terjadinya lahan kritis ialah kegiatan-kegiatan non-kehutanan, termasuk kegiatan pertambangan. Oleh sebab itu, kegiatan pertambangan wajib ikut berperan dalam upaya pemulihan melalui reklamasi hutan bekas tambang serta rehabilitasi DAS,” ujar Bambang pada pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Reklamasi Hutan dan Rehabilitasi DAS di Auditorium Manggala Wanabhkati, Jakarta, Selasa (23/04/2019).

BACA JUGA: Film Sexy Killer Dokumentasikan Cengkraman Industri Batu Bara di Indonesia 

Bambang mengatakan bahwa upaya pemulihan DAS melalui program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) tahun 2019 menjadi salah satu program prioritas nasional yang menuntut keberhasilan nyata di tingkat tapak.

“Sampai dengan periode Maret 2019 catatan kami menunjukkan bahwa pelaksanan reklamasi oleh pemegang IPPKH seluas 31.3512,67 Ha (37,75 %) dari total luas lahan yang telah dibuka seluas 83.467,74 Ha, pelaksanaan rehabilitasi DAS baru mencapai 50.827,65 Ha (18,19 %) dari total luas rehabilitasi DAS 527.984,32 Ha, pelaksanaan reboisasi lahan kompensasi baru mencapai 151,82 Ha ( 1,39 %) dari total luas lahan IPPKH wajib reboisasi kompensasi seluas 10.789,09 Ha,” ujarnya.

Diperlukan upaya percepatan guna mendorong pemegang IPPKH untuk melaksanakan kewajiban RHL DAS sesuai ketentuan dan tepat waktu. Bambanng mengatakan masalah lahan kritis tidak boleh lagi hanya dipandang sebagai satu masalah, perlu adanya pendekatan secara KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi) lintas sektor dalam rangka pelaksanaan pemulihan DAS. KLHK dan KESDM melakukan penandatangan MOU ini untuk memaksimalkan penanganan lahan kritis ini.

BACA JUGA: WALHI: Tahun 2019 Eksploitasi SDA Makin Bertambah 

Pada acara yang sama, Sekretaris Jenderal KESDM, Ego Syahrial mengatakan penandatangan MoU ini merupakan upaya untuk meningkatkan koordinasi pelaksanaan tugas antara KESDM bersama KLHK.

“Upaya reklamasi harus dilakukan secara serius. Selain bertujuan untuk mencegah erosi atau mengurangi kecepatan aliran air limpasan, reklamasi dilakukan untuk menjaga lahan agar tidak labil dan lebih produktif sehingga reklamasi diharapkan menghasilkan nilai tambah bagi lingkungan dan menciptakan keadaan yang lebih baik dibandingkan kondisi sebelum penambangan,” jelas Ego.

Sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, sumber daya alam dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ego mengatakan, kegiatan pertambangan memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional termasuk investasi, lapangan pekerjaan sekaligus Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi negara sebesar Rp50 triliun atau 156% dari target tahun 2018 lalu.

“Kewajiban reklamasi dan pascatambang melekat pada pemegang IUP dan para pemegang IUP tersebut wajib menempatkan “Jaminan” dengan tidak menghilangkan kewajiban reklamasi dan pascatambang. Kegiatan pascatambang bertujuan menyelesaikan kegiatan pemulihan lingkungan hidup dan sosial pada saat tambang berakhir dengan fokus utama keberlanjutan sosial ekonomi masyarakat,” tutup Ego.

Penulis: Dewi Purningsih

Top