Indonesia Berisiko Hadapi Krisis Air di Tahun 2040

Reading time: 2 menit
Kelangkaan sumber air bersih jadi permasalahan serius. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Studi World Resource Institute tahun 2015 menyebut, Indonesia termasuk negara berisiko tinggi menghadapi krisis air pada tahun 2040.

Dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 yang Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas keluarkan, memperkirakan kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara akan meningkat hingga tahun 2030.

Kajian Bappenas tahun 2007 juga menunjukkan ketersediaan air yang ada sudah tidak mencukupi seluruh kebutuhan pada musim kemarau di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Pada tahun 2025, daerah yang kekurangan air akan meningkat sekitar 78,4 %.

Guna mencegah terjadinya krisis air di Indonesia, perlu penanganan yang serius. Misalnya menambah perbaikan kualitas lingkungan seperti penghijauan dan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS).

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat Meiki W. Paendong mengatakan, prinsipnya air tidak akan hilang. Hanya saja masalahnya terletak pada kelangkaan sumber dan akses terhadap air bersih. 

“Orang bisa berebut karena langka. Kesulitan mengakses air bersih ini bisa berujung pada konflik,” katanya kepada Greeners, Minggu (28/5).

Warga Sekitar Kawasan Industri Terdampak

Dari pengamatan Walhi Jabar, contoh nyata kelangkaan air sudah terjadi pada warga yang tinggal berdekatan dengan pabrik dan kawasan industri. Tak jarang kawasan ini menyedot air dalam tanah. 

Selain menggunakan air tanah dalam, kawasan industri juga memanfaatkan sumber air permukaan (sungai). Di samping itu, Walhi Jabar untuk menyoroti masalah privatisasi air. 

“Sumber air yang seharusnya tidak boleh dikuasai individu akhirnya dikomersialisasi. Akses masyarakat terhadap air bersih pun jadi semakin terbatas,” ungkapnya.

Dalam catatan Walhi Jabar tahun 2020, ada 894 izin pengusahaan air untuk pabrik, hotel dan sarana komersil lainnya yang menggunakan sumber air dalam tanah. Sementara itu penyediaan air baku dari pemerintah melalui PDAM masih minim. Di Kota Bandung layanan PDAM baru 25 %, sisanya 75 % menggunakan sumber air dalam tanah dan sumber lainnya.

Air bersih sangat penting untuk menunjang kebutuhan sehari-hari manusia. Foto: Shutterstock

Petik Pelajaran Krisis Air di Malaysia

Di tempat terpisah, beberapa waktu lalu, Warga Penang dan Kedah Malaysia berbondong-bondong membeli air mineral akibat bendungan mengering. Krisis air ini memicu kekhawatiran masyarakat kekurangan air bersih. Pada waktu yang sama, mereka serentak memborong air mineral untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.

Melansir The Star, keringnya bendungan disebabkan oleh sensor pintu air yang rusak sehingga bendungan tidak dapat menyerap air dengan sempurna. Bendungan Mengkuang yang biasanya terisi lebih dari 90 %, turun menjadi 88,2 %. Selain itu, Bendungan Ayer Itam terisi 39,8 % dan Bendungan Teluk Bahang 46,2 %. Sekitar satu juta orang terkena dampak krisis air ini. 

Penulis : Ari Rikin & Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top