Vaksin Palsu, Walhi Sebut Pengawasan Limbah B3 Infeksius Lemah

Reading time: 2 menit
vaksin palsu
Ilustrasi: emergencymgmt.com

Jakarta (Greeners) – Terkuaknya kasus vaksin palsu seakan membuktikan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan limbah rumah sakit. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta Puput TD Putra menyatakan, botol vaksin yang digunakan oleh pelaku pemalsu vaksin bisa jadi berasal dari botol bekas yang digolongkan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) rumah sakit.

Apalagi, kasus vaksin palsu telah beredar sejak tahun 2003 sehingga membuat masyarakat bertanya-tanya tentang kualitas pengawasan terhadap limbah medis, baik klinik maupun rumah sakit. Belum lagi, lanjut Puput, adanya celah bisnis yang menggiurkan bagi oknum-oknum tidak bertanggungjawab.

“Faktor pengawasan bisa menjadi sebab adanya vaksin palsu karena faktanya hal yang di awasi saja bisa dipalsukan. Adanya celah bisnis yang menggiurkan oknum juga salah satu pemicunya. Terbukti transaksi vaksin palsu ini sudah berjalan bertahun- tahun,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Senin (11/07).

BACA JUGA: BPOM Beberkan Daftar 12 Jenis Vaksin Palsu

Mencuatnya kasus vaksin palsu ini pula, terangnya, telah diprediksi melalui hasil riset yang dilakukan oleh Walhi Jakarta tentang pengelolaan limbah padat B3 infeksius. Ia mengatakan, pengelolaan tersebut sangat penting mengingat banyak limbah padat beralih menjadi alat permainan anak-anak atau barang baru. Padahal, limbah tersebut harus diperiksa dahulu kadar racunnya agar tidak berdampak buruk untuk kesehatan masyarakat.

“Limbah infeksius maupun limbah tajam yang dihasilkan dari rumah sakit ini kan tidak bisa langsung dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA),” katanya lagi.

Menurut Puput, Walhi siap untuk bekerjasama dengan pemerintah untuk melakukan audit lingkungan di rumah sakit atau tempat pengolahan limbah B3 agar terpetakan masalah-masalah terkait pengelolaan limbah infeksius di rumah sakit maupun sarana kesehatan lainnya. Walhi Jakarta juga menyarankan pengolahan limbah langsung di lakukan di Rumah Sakit tanpa melalui pihak ketiga.

Sementara itu, Sinta Saptarina, Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengaku tidak melihat adanya kaitan antara pengawasan limbah medis terhadap kasus vaksin palsu. Menurutnya, vaksin merupakan bahan baku dan limbah medis merupakan hasil kegiatan pengelolaan fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) baik rumah sakit, puskesmas, klinik dan sarana kesehatan lainnya.

BACA JUGA: Limbah Rumah Sakit di Jakarta Belum Dikelola dengan Baik

Permasalahan umum yang terjadi dengan pengelolaan limbah medis di Indonesia, lanjutnya, adalah kurang pahamnya pengelolaan limbah medis bagi para Fasyankes ini, pengolahan limbahnya di bawah standar, dan banyak yang tidak memiliki izin. Fasyankes juga kurang memiliki perhatian khusus terkait limbah medis, ini dilihat dari alokasi dana yang minim dan kadang tidak disediakan sumber daya manusia (SDM) dengan kualitas dan kuantitas memadai.

“Dari sisi pengawasan, aparat terkadang tidak memiliki pengetahuan teknis tentang pengolahan limbah B3 baik menggunakan insenerator, autoclave atau microwave dan sulit juga membuktikan jika diduga ada pembuangan atau penimbunan ilegal,” tegasnya.

Terkait pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh pihak ketiga, Sinta menuturkan bahwa idealnya memang harus ada pihak ketiga atau usaha jasa yang menyediakan pengolahan limbah medis, sehingga Fasyankes tidak harus mengolah limbahnya sendiri di dalam area kegiatannya. “Saat ini baru ada empat di pulau Jawa dan satu di Kalimantan Timur,” katanya.

Penulis: Danny Kosasih

Top