Hari Toilet Sedunia, Praktisi Soroti Pengelolaan Air Limbah Domestik

Reading time: 3 menit
Hari Toilet Sedunia, Praktisi Soroti Pengelolaan Air Limbah
Sapi berkubang dan meminum air limbah di Bali. Foto: Dewi Putra via Shutterstock.

Jakarta (Greeners) – Nanda L. E. Sirait, menyampaikan regulasi jadi kendala dalam pengelolaan Air Limbah Domestik (ALD) di Indonesia. Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (Kemen PUPR) itu, menyebut regulasi ALD di tataran pemerintah pusat sudah cukup lengkap. Sampai saat ini, belum ada Undang-undang (UU) tersendiri terkait pengelolaan. Namun, regulasi dalam bentuk UU sudah pemerintah turunkan hingga tingkat kementerian terkait seperti Kemen PUPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Nanda yang mengambil studi magister Teknik Lingkungan di Institut Teknologi Bandung (ITB), menyatakan salah satu tantangan terkait regulasi ini berada di tingkat Pemerintah Daerah (Pemda). Menurutnya, Pemda harus menyusun Peraturan Daerah (Perda) yang sifatnya lebih operasional menyesuaikan kondisi masing-masing daerah. Nanda pun mengkritisi Pemda yang malah menyusun Perda debgab hanya copy-paste atau menyalin peraturan pemerintah pusat.

“Padahal air limbah itu masuk dalam tugas konkuren Pemda yang sifatnya wajib. Pengelolaan air limbah merupakan hak seluruh warga negara. Meski orang tidak peduli, tapi itu layanan dasar dan merupakan hak,” ujarnya dalam webinar peringatan Hari Toilet Sedunia tahun 2020, Kamis (19/11/2020).

Hari Toilet: Pemerintah Targetkan 99 Persen Sanitasi Layak pada 2024

Nanda menjelaskan, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat masih perlu membenahi kondisi sanitasi di Indonesia. Pada tahun 2019 sekitar 7,61 persen rumah tangga yang melakukan Buang Air Bersih Sembarangan (BABS). Adapun target nasional 2024, pemerintah menekan angka tersebut hingga 0 persen. Dengan kata lain, empat tahun lagi, tidak rumah tangga yang melakukan BABS.

Targetan lain, lanjut Nanda, adalah penyediaan akses sanitasi layak dan aman. Berdasarkan Survei Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2019, persentase rumah tangga dengan sanitasi layak sebesar 77,4 persen. Di dalamnya mencakup 7,5 persen sanitasi yang aman. Adapun pada tahun 2024, target nasional penyediaan sanitasi yaitu 99 persen sanitasi layak dan 19 persen aman.

“Target ini bukan hanya Kemen PUPR. Air limbah juga tanggung jawab Kementerian Kesehatan, pemda dan pihak-pihak yang mendukung pencapaian akses sanitasi layak,” jelasnya.

Selain pembenahan regulasi, Nanda memaparkan tantangan-tantangan lain yang perlu dibenahi dalam pengelolaan ALD yaitu teknis, kelembagaan, peran serta masyarakat, umum, dan pendanaan. Hal-hal tersebut perlu dibenahi untuk menciptakan sistem pengelolaan ALD yang bermanfaat bagi masyarakat.

“Sistem pengelolaan air limbah domestik mencakup pengelolaan sistem setempat, pengembangan selektif sistem terpusat, pengembangan agresif sistem terpusat, pengembangan teknologi,” katanya.

Pemerintah targetkan 99% sanitasi layak 2024.

Papan penunjuk toilet umum di kawasan pariwisata Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur. Foto: Shutterstock.

Baca juga: Pemerintah Terbitkan Sukuk Penanganan Perubahan Iklim

DKI Jakarta Pusatkan Pengelolaan Air Limbah Domestik

Elisabeth Tarigan dari Dinas Sumber Daya Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengungkapkan fasilitas pengelolaan ALD menjadi tantangan di Ibu Kota. Selain itu, pembangunan terus-menerus tanpa memperhatikan proses pengelolaan ALD memperparah kondisi tersebut. Belum lagi, lanjutnya, masyarakat kerap memiliki paham keliru terkait sanitasi.

Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menjalankan program Jakarta Swerage System (JSS) dengan memusatkan pengelolaan ALD. Pemusatan dilakukan dengan membagi DKI Jakarta menjadi 0 hingga 14 zona. Saat ini zona 0 yang mencakup waduk Setiabudhi sudah mulai beroperasi dan 5 zona lain masuk dalam prioritas. Program ini menargetkan 80 persen pengelolaan ALD dilakukan secara terpusat.

Elisabeth menyebut beberapa dampak positif dari JSS ini dapat memperbaiki kualitas lingkungan. Kualitas air permukaan dan air tanah dapat meningkat. Hal tersebut mencegah timbulnya penyakit akibat buruknya kualitas air permukaan dan air tanah.

Dirinya menambahkan pembangunan JSS bisa jadi sumber alternatif air baku dan air bersih. Ketika ALD terolah jadi bersih bisa jadi air baku yang ditambah dengan air hujan dalam waduk.

“Jakarta belum selesai untuk pengelolaan air bersih. Sumber DKI Jakarta masih berada dari luar daerah yang menurut hemat kami tidak baik. Jakarta harusnya mandiri dalam pengelolaan airnya,” pungkasnya.

Penulis: Muhammad Ma’rup

Editor: Ixora Devi

Top