Kumis Kucing, Pernah Jadi Komoditas Bernilai Tinggi

Reading time: < 1 menit
Bunga kumis kucing (Orthosiphon aristatus). Foto: www.indoproject.org

Tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus) pernah menjadi komoditas yang memiliki nilai jual tinggi asal Indonesia. Menurut sejumlah catatan sejarah Indonesia, tanaman kumis kucing juga menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia yang diminati Negara Uni Soviet tahun 1960-an, untuk dibarter dengan sejumlah pesawat tempur dalam membantu Operasi Trikora tahun 1961-1962.

Selama sekitar tiga puluh tahun kemudian, kumis kucing masih menjadi salah satu komoditas pertanian yang dibudidayakan dan bernilai ekonomis di Indonesia. Namun, sejak tahun 2000-an pamor kumis kucing mulai meredup.

Tanaman kumis kucing adalah jenis tanaman tahunan dengan masa panen sekitar sepuluh pekan dari tanam. Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 700 sampai dengan 1.000 mdpl. Agar tanaman ini tumbuh dengan baik dan menghasilkan bunga, diperlukan penyinaran matahari secara langsung. Jika ditanam di sela-sela tanaman peneduh, maksimal naungan hanya 20 persen untuk mengejar produktivitas daung kering optimal 1.000 s.d 1.500 kg per tahun dalam satu hektare.

Secara fisik, daun tanaman kumis kucing serupa dengan tanaman tekelan (Chromolaena odorata). Karena kemiripan ini, pada tahun 1996, citra ekspor kumis kucing Indonesia rusak akibat pemalsuan daun kumis kucing dengan daun tekelan yang didapati oleh salah satu pembeli di Eropa.

Tanaman berbunga ungu ini sudah sejak lama diketahui memiliki berbagai manfaat. Daunnya dapat digunakan untuk mengobati kencing manis, sipilis, rematik, kencing batu, batuk, keputihan, dan masuk angin. Sementara bunganya dapat mengobati asam urat.

Penulis: ANP/G32

Top