Dari Sinar Matahari Jadi Air Bersih dan Listrik

Reading time: 2 menit
Cynthia Sin Nga Lam dan prototipe H2Pro rakitannya.
Cynthia Sin Nga Lam dan prototipe H2Pro rakitannya. Foto: intelligentliving.co

Setiap tahun Google menyelenggarakan pameran sains internasional untuk remaja inovatif. Tujuannya adalah mengatasi persoalan menggunakan metode sains. Tahun ini, instrumen untuk menarik mikroplastik dari laut menjadi pemenang inovasi.

Meski bukan pemenang utama, sekelompok ilmuwan dari Universitas King Abdullah di Thuwal, Arab Saudi mengadopsi ide Cynthia Sin Nga Lam, 17 tahun, finalis Google Science Fair . Di tahun 2015, ia merancang prototipe H2Pro berupa perangkat portabel bertenaga matahari yang dapat menghasilkan listrik dan air bersih. Model inilah yang akhirnya dikembangkan oleh para ilmuwan dan dipublikasikan di Nature Communications.

Air Untuk Semua

Menurut organisasi nirlaba The Water Project, secara global satu dari sembilan orang tidak memiliki akses ke air bersih. Faktanya ketiadaan air bersih menjadi penyebab jutaan kematian setiap tahun. Satu dari lima anak balita, misalnya, meninggal karena penyakit yang disebabkan oleh air. Di atas 80 persen penyakit pada orang dewasa dan anak-anak juga berhubungan dengan kualitas air dan sanitasi yang buruk.

Baca juga: Energi Hidrogen Terbarukan dari Air dan Cahaya Matahari

Berdasarkan data statistik inilah Cynthia terinspirasi untuk dapat menyediakan air minum dan listrik secara bersamaan. Ia menyadari terbatasnya air bersih dan daya membutuhkan solusi perangkat yang moncer seperti H2Pro. Instrumen tersebut mampu memurnikan air limbah sekaligus menggunakan polutan yang tersisih untuk menghasilkan daya. Seluruh prosesnya cukup menggunakan bantuan sinar matahari.

Prototipe H2Pro yang dapat mengubah sinar matahari menjadi air bersih dan listrik. Foto: Akun youtube Cynthia Sin Nga Lam

Fast Company mencatat bahwa proses pengerjaan prototipe ini dimulai dari masuknya limbah ke suatu aliran dan dijaring media berbahan titanium. Sinar matahari kemudian membantu sterilisasi air menuju filter tambahan. Reaksi fotokatalitik membagi air menjadi hidrogen dan oksigen, sehingga seseorang dapat menghidupkan saklar dan menyuplai sel berbahan bakar hidrogen untuk memproduksi energi bersih. Bahan pembersih pakaian (detergen), sabun, dan polutan lain di dalam air mendukung terciptanya banyak hidrogen.

Baca juga: Toilet Tanpa Air untuk Hadapi Krisis Air Bersih dan Sanitasi di Kolombia

Menurut Cynthia ada beberapa teknologi pemurnian air yang serupa, tetapi membutuhkan sumber listrik tambahan. Ia mengatakan bahwa prototipe rakitannya hanya memerlukan sinar matahari dan titania. Perangkat ini juga dikemas secara sederhana, mudah digunakan, diperbaiki, diproduksi, dan tidak memerlukan listrik. “Ini dapat menghasilkan sumber listrik bersih yang sangat efisien,” katanya.

Cynthia membayangkan suatu saat perangkatnya dapat digunakan dalam skala besar. Misalnya pada atap yang sejajar dengan panel surya. “Saya pikir orang-orang di seluruh dunia tidak benar-benar paham betapa seriusnya pencemaran air dan krisis energi. Saya sangat antusias untuk menyelesaikan desain ini agar dapat membantu masyarakat di negara berkembang. Betapa luar biasanya memiliki air bersih dan listrik yang dipasok berkelanjutan tanpa membutuhkan bantuan dari luar,” ucapnya.

Saat ini Cynthia bekerja sebagai konsultan kontrak di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan belum melanjutkan proyek H2Pro-nya. Meski demikian gagasan mesin 2in1-nya masih terus dikembangkan oleh para ilmuwan.

Penulis: Sarah R. Megumi

Top