Tri Mumpuni: Pembangunan Harus Berpihak pada Masyarakat

Reading time: 3 menit
Tri Mumpuni
Tri Mumpuni. Foto: Tri Mumpuni

Sebagai negara, tropis Indonesia memiliki hampir segala potensi alam untuk diolah. Sumber daya alam tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mikro hidro menjadi salah satu sumber daya yang kini mulai berkembang di daerah karena memanfaatkan sungai sebagai sumbernya.

Sejumlah desa di Indonesia kini telah merasakan listrik di tempat tinggal mereka berkat Tri Mumpuni, seorang pengusaha dan konsultan energi, yang membangun pembangkit listrik berkelanjutan. Perempuan yang akrab disapa Puni ini dikenal dunia sebagai sosok pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). Bersama sang suami, ia telah menerangi 90 desa di seluruh Indonesia.

Berawal pada 1977, mereka melakukan perjalanan ke berbagai daerah untuk melihat potensi sungai-sungai. Ia lalu melakukan pendekatan kepada masyarakat di desa yang menjadi tujuannya untuk membangun pembangkit. PLTMH pertama yang dibangun berada di Dusun Palanggaran dan Cicemet di Gunung Halimun Sukabumi, Jawa Barat.

Menurutnya setiap manusia memiliki hak untuk menikmati terang di malam hari. Matahari sebagai sumber penerangan di siang hari menjadi bahan bakar yang tak akan habis. Ia mengatakan sebaik-baiknya listrik yang diberikan untuk Indonesia khususnya di pedesaan dengan car mengubah sumber daya alam yang masih cukup tersedia.

“Bagi masyarakat desa, listrik itu menjadi penting karena bisa membantu masyarakat dalam memanen hasil-hasil bumi. Utamanya di daerah terpencil sebelum hasil bumi itu membusuk karena tidak cukup waktu untuk di jual ke pasar,” ujar Mumpuni kepada Greeners saat ditemui di Jakarta Barat, Jumat, (21/02/2020).

Mikrohidro merupakan pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air sebagai penggerak dengan memanfaatkan ketinggian dan debit air dari saluran irigasi, sungai, atau air terjun.

Istilah mikrohidro terdiri dari kata mikro yang berarti kecil dan hidro yang bermakna air. Dengan sistem kerja yang memanfaatkan perbedaan ketinggian air, kata dia, sangat penting untuk mengingatkan manusia agar lebih menjaga hutan dan lingkungan. Semakin tinggi debit air yang dihasilkan, listrik yang dihasilkan juga akan lebih besar.

Secara teknis, mikrohidro mendapatkan energi dari aliran air yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu. Semakin tinggi air yang jatuh, semakin besar energi potensial air yang dapat diubah oleh generator menjadi energi listrik. Faktor geografis seperti tata letak sungai yang tidak memungkinkan dapat pula diubah dengan membendung air sehingga permukaan menjadi tinggi.

Tri Mumpuni

Tri Mumpuni. Foto: Tri Mumpuni

Dalam membangun PLTMH, Mumpuni melakukan penelitian terlebih dahulu untuk melihat potensi air di daerah. Ia kemudian berkoordinasi dengan warga desa untuk melakukan riset. Perempuan berusia 55 tahun ini juga membangun komitmen masyarakat untuk bertanggung jawab terhadap kelestarian alam. Menurutnya dengan begitu masyarakat akan memiliki tanggung jawab untuk merawat, mengoperasikan, dan mengelola dengan baik.

“Itu e-community based electricity power supply, penyediaan listrik yang berbasis masyarakat. Tugas kita hanya membuat masyarakat berpartisipasi pada lingkungan,” kata dia.

Bersama Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) yang didirikan 1992 lalu, Mumpuni berprinsip bahwa mikrohidro hanyalah sebuah alat untuk membangun potensi desa. Ia berharap PLTMH bisa dinikmati secara adil oleh seluruh warga desa.

Ia mengatakan masyarakat mampu mengembangkan energi terbarukan secara mandiri asal terdapat regulasi dan dukungan finasial yang terarah dari pemerintah. Ia menilai selama ini swasta telah berusaha untuk mengembangkan energi terbarukan. “Saya pikir jangan menganggap masyarakat itu beban. Secara konstitusi, tanggung jawab pemerintah adalah mengurus, memakmurkan rakyat dalam semua aspek,” ucap Mumpuni.

Yang paling terpenting, kata dia, warga desa mendapatkan akses listrik yang murah sebab kemiskinan hanya desain. Ia menuturkan aturan pembangunan dipersulit dan akses modal hanya dibuka untuk konglomerat. Sementara orang-orang kelas bawah tidak pernah mendapat bimbingan. Ia menilai pembangunan manusia Indonesia menjadi kata kunci.

Pembangunan sumber daya manusia seharusnya memberikan ruang kepada masyarakat untuk mampu menyediakan energinya sendiri. Pembangunan tersebut, kata dia, harus berkonotasi manusia sebagai tujuan ekonomi. “Membangun manusia dari seluruh aspek, segi budaya, energi, sosial, ekonomi. Semua aspek, bukan sebagai alat. Kalau caranya seperti itu negara ini tidak akan sustainable. Sehingga mereka punya harga diri, kekuatan. Proses pembangunan harus berpihak pada masyarakat,” ujarnya.

Ibu dari Ayu Larasati dan Asri Saraswati ini telah meraih berbagai penghargaan baik lokal maupun internasional. Ungkapan habis gelap terbitlah terang pantas disematkan kepada Tri Mumpuni sebagai penerus perjuangan R.A.Kartini. Ia berharap semoga tetap konsisten dalam menerangi masyarakat Indonesia dari kegelapan.

Profil Tri Mumpuni

Penulis: Ridho Pambudi

Top