Jakarta (Greeners) – Aktivis lingkungan cilik asal Gresik, Aeshnina Azzahra Aqilani (Nina) memamerkan replika bayi terlilit plastik dalam toples. Hal itu ia tunjukkan saat hadir hadir dalam perundingan perjanjian plastik global atau Intergovernmental Negotiating Committee kelima (INC-5). Nina ingin menunjukkan fakta mengerikan mengenai kondisi bayi yang saat ini terkontaminasi mikroplastik.
Nina menenteng dua toples berisi bayi yang terlilit plastik di sepanjang jalan dari penginapan menuju Busan Expo Convention Centre (BEXCO). Saat menaiki MRT, banyak orang yang memperhatikan aksi yang telah Nina lakukan ini.
“Saya ingin lebih banyak orang tahu tentang fakta bahwa bayi telah tercemar mikroplastik. Saya akan terus melakukan aksi ini hingga berakhirnya INC-5,” ujar Nina lewat keterangan tertulisnya, Kamis (28/11).
Penelitian terbaru menemukan mikroplastik dalam tubuh bayi, mulai dari plasenta hingga ASI. Kehadiran mikroplastik pada manusia berasal dari konsumsi makanan dan minuman berbungkus kemasan plastik sekali pakai, serta udara yang terkontaminasi mikroplastik. Selain itu, kontak kulit dengan produk perawatan diri yang mengandung mikroplastik (microbeads) juga turut berkontribusi.
BACA JUGA: Ancaman Mikroplastik terhadap Kesehatan Manusia dan Lingkungan
Menurut Nina, kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Sebab, lebih dari 16.000 jenis bahan kimia penyusun plastik, termasuk senyawa beracun seperti Bisphenol A (BPA), ftalat, PCB, dan PBDE, terbukti berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Paparan bahan-bahan ini selama masa kehamilan dan awal kehidupan bayi dapat mengganggu pertumbuhan, perkembangan saraf, dan sistem reproduksi.
Mikroplastik dapat terserap di saluran pencernaan melalui mekanisme persorpsi paraseluler dan fagositosis, sehingga masuk ke dalam sirkulasi darah. Selanjutnya, partikel mikroplastik dengan diameter <20 mikrometer akan terdistribusi ke organ sekunder, seperti otot, hati, ginjal, jantung, otak, dan ASI, bahkan dapat mencapai plasenta janin. Mikroplastik yang mencapai plasenta berpotensi masuk ke cairan amnion, dan berisiko masuk ke dalam tubuh janin.
“Kami menginginkan perjanjian yang kuat untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dengan mengurangi produksi plastik, menghilangkan ancaman bahan kimia beracun di seluruh siklus hidup plastik, dan mengendalikan pelepasan dan emisi bahan kimia plastik beracun,” tambah Nina.
Wujudkan “Strong Treaty“
Nina yang sekaligus mewakili River Warrior Indonesia juga berkesempatan bertemu dengan Direktur Eksekutif the United Nations Environment Programme (UNEP), Inger Andersen.
Dalam pertemuan ini, Nina menunjukkan replika bayi terlilit mikroplastik yang ia bawa. Nina kemudian mengajak Inger foto bersama sambil membawa bayi dalam toples. Namun, Inger Andersen menjauh sambil berkata “it is too much! (ini berlebihan)” sambil menjauh dari replika bayi dalam toples.
Nina kemudian mendekati Direktur UNEP yang menjabat sejak tahun 2019 itu. Kemudian, Nina Menunjukkan kondisi industri daur ulang kertas yang menggunakan bahan baku kertas impor dari negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Belanda, Kanada dan Australia kepada Inger.
BACA JUGA: Riset: Warga Indonesia Paling Banyak Mengonsumsi Mikroplastik
”Daur ulang sampah impor di Indonesia mencemari lingkungan,” ungkap Nina.
Inger merespons bahwa fakta yang Nina ungkapkan itu harus disampaikan kepada pemerintah Indonesia. Inger mengatakan, “Ini fakta-fakta yang harus ditunjukkan pada negaramu. Saya tahu fakta-fakta yang menakutkan tentang daur ulang di negaramu (Indonesia).”
Nina pun menimpali pernyataan Inger dengan meminta kepadanya untuk mewujudkan strong treaty untuk melindungi lingkungan dan manusia dari ancaman mikroplastik.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia