BIG Mutakhirkan Pemetaan 6.000 Km Garis Pantai Indonesia

Reading time: 2 menit
Garis pantai Indonesia terus mengalami pemutkahiran peta karena rentan terdampak abrasi, rob dan tsunami. Foto: Shutterstock

Bogor (Greeners) – Badan Informasi Geospasial (BIG) memutakhirkan pemetaan 6.000 kilometer (km) garis pantai setiap tahunnya. Pemetaan dasar ini bisa mengetahui perubahan garis pantai yang telah terdampak abrasi, rob, gempa ataupun tsunami.

Saat ini garis pantai Indonesia sepanjang 95.181 km, terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.

Kepala BIG Muh Aris Marfai mengatakan, pemetaan dasar yang BIG lakukan ini menjadi rujukan peta tematik yang instansi atau kementerian buat.

Saat ini informasi geospasial dasar (IGD) BIG harus mendukung 158 peta tematik atau informasi geospasial tematik (IGT) dalam kebijakan satu peta.

“Dari tujuh unsur peta dasar, garis pantai ini salah satunya. Pemutakhiran ini kita lakukan karena pasti ada kondisi dinamis, apakah itu longsor, reklamasi. Atau juga seperti dampak tsunami Palu,” katanya dalam media gathering di kantor BIG, Cibinong, Bogor (25/10).

Lokasi pemutkahiran pemetaan ini berlangsung di sepanjang Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa bagian selatan, Bali dan Nusa Tenggara.

“Lokasi itu rawan bencana bencana tsunami. Tentunya akan memengaruhi garis pantai, sedimentasi dan abrasi,” ucapnya.

Kepala BIG Muh Aris Marfai (kiri) dalam media gathering capaian BIG di kantor BIG, Cibinong, Bogor. Foto: BIG

Pemetaan Dukung SDGs

Dalam kebijakan satu peta, BIG terus berupaya menyediakan peta berskala 1:250.000, 1:50.000 hingga skala besar 1:5.000. Bahkan untuk tingkat kota bisa sampai 1:1.000.

Penambahan peta tematik yang harus mengacu pada peta dasar ini, sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Dari 158 tematik, Aris menyebut BIG sudah mengkompilasi 154 di antaranya.

“Komponen SDGs memang sangat banyak. Misalnya saja tema kebutuhan energi, pengelolaan biodiversity, zonasi konservasi hutan hingga penyediaan air bersih,” paparnya.

BIG lanjutnya punya harapan, peta dasar ini akan mirip Google map. Semua pemangku kepentingan pun tambahnya harus menggunakan peta dasar ini untuk membangun peta tematik.

“Peta dasar ini membantu detail tata ruang, menjadi solusi atasi tumpang tindih lahan. Bahkan bisa mendorong investasi di sektor ekonomi,” ungkapnya.

Kepala BIG Muh Aris Marfai. Foto: Greeners/Ari Rikin

Sistem Peringatan Dini Bencana

Sementara itu, untuk meningkatkan kemampuan sistem peringatan dini Indonesia terhadap bencana, BIG juga sudah memasang InaCORS (Continuously Operating Reference Station). Teknologi yang memantau pasang surut air laut ini BIG tempatkan di banyak pelabuhan di Indonesia.

“Kita sudah pasang 25 lagi, total ada sekitar 300an alat. Bentuknya gardu kecil berwarna oranye di sekitar pelabuhan,” imbuhnya.

Alat ini lanjut Aris, meng-update setiap lima detik ketika ada perubahan pasang surut dan guncangan gempa. Data akan terkirim ke pusat dan pemangku kepentingan terkait, untuk diolah lebih lanjut. “Alat ini juga bisa memantau tsunami kecil,” ungkapnya.

Sejalan dengan itu, BIG terus berkolaborasi dengan kementerian, lembaga dan daerah merampungkan Percepatan Kebijakan Satu Peta (PKSP) pada tahun 2023. Saat ini, Kebijakan Satu Peta telah mencapai 97 persen.

Dengan Perpres Nomor 23 Tahun 2021 Tentang PKSP, target 85 peta tematik ditingkatkan menjadi 158 peta tematik yang melibatkan 24 kementerian/lembaga.

“Tema baru yang ditambahkan, antara lain bidang perekonomian, keuangan, kebencanaan, dan kemaritiman,” ucapnya.

Penulis/Editor : Ari Rikin

Top