Desanya Tenggelam, Warga Timbulsloko Tanam 1 Juta Mangrove

Reading time: 2 menit
Aksi tanam mangrove
Warga Timbulsloko tanam 1 juta mangrove cegah desanya tenggelam. Foto: Kiara

Jakarta (Greeners) –Masyarakat Dukuh Timbulsloko menyaksikan desanya tenggelam akibat ancaman krisis iklim. Menyaksikan kenyataan itu, mereka pun melakukan aksi penanaman mangrove di wilayah pesisir utara Jawa Tengah. Aksi ini juga sekaligus wujud pembenahan restorasi lingkungan dan pantai di wilayah setempat.

Saat ini masyarakat pesisir di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, sedang menghadapi ancaman serius akibat krisis iklim. Masyarakat pesisir ini juga terdampak abrasi dari ketinggian air laut yang menyebabkan desa-desa di wilayah pesisir utara Jawa Tengah tenggelam.

Dukuh Timbulsloko RW 7, Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, berpenduduk 213 kepala keluarga dan 557 jiwa. Desa Timbulsloko menjadi salah satu desa yang tenggelam selama lima tahun terakhir.

Koordinator Forum Masyarakat Dukuh Timbulsloko (FMDT) Ma’ruf mengungkapkan, tidak sedikit lahan pertanian, perkebunan, pertambakan, yang sebelumnya menjadi lahan mata pencaharian utama masyarakat hilang tenggelam bersama air lautan. Hal itu terjadi karena abrasi besar yang terjadi di wilayah desa pesisir itu.

Hal ini memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat pesisir di wilayah pesisir utara Jawa Tengah, khususnya Dukuh Timbulsloko.

“Tidak sedikit masyarakat petani dan nelayan yang harus beralih profesi menjadi buruh bangunan, karyawan pabrik dan sebagainya,” kata Ma’ruf dalam keterangannya lewat Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) di Jakarta, baru-baru ini.

Revisi Tata Kelola Cegah Desa Tenggelam

Sebagian masyarakat desa tetap bersikeras menetap atau mendiami di wilayah tersebut. Hal ini bentuk kritik masyarakat pesisir terhadap pola kebijakan pembangunan yang salah urus. Upaya ini juga sekaligus mengingatkan para pemangku kebijakan bahwa ada sejarah tanah dan air yang lekat bagi masyarakat desa pesisir.

Sejarah tanah dan air ini lanjutnya, harus menjadi prioritas dalam menentukan arah pembangunan. “Sudah seharusnya pemerintah dapat melakukan pembangunan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di wilayah tersebut,” paparnya.

Menurutnya, krisis iklim bukan hanya persoalan terhadap meningkatnya air laut setiap tahunnya. Namun juga pertanggungjawaban dari para pemangku kebijakan dalam menyikapi tata kelola pesisir dan pulau-pulau kecil yang harus mempertimbangkan relasi manusia dan alam yang holistik.

Selama dua tahun terakhir, melalui FMDT, masyarakat desa membangun solidaritas secara swadaya dan gotong royong untuk bisa beradaptasi dan mempertahankan tempat tinggal mereka.

Upaya itu berupa membangun rumah panggung, jalan, jembatan dari kayu, hanya untuk memudahkan akses aktivitas warga sehari-hari. Tidak hanya itu, masyarakat juga melakukan peninggian area pemakaman desa dengan bantuan alat berat yang diberikan oleh Dinas Pekerjaan Umum setempat.

Tanam Satu Juta Mangrove

Selain dari pembangunan fasilitas publik desa, upaya lainnya yang masyarakat lakukan bersama dengan FMDT adalah restorasi pantai melalui gerakan penanaman sejuta mangrove. Lewat aksi ini masyarakat Dukuh Timbulsloko berharap wilayahnya masih bisa terselamatkan lewat restorasi lingkungan.

Gerakan FMDT ini mendapat dukungan dari kawan-kawan lintas organisasi dan jaringan, Ketua DPRD Demak dan Pemerintah Daerah Demak.

Dalam aksi penanaman sejuta mangrove, FMDT tidak hanya melakukan gerakan penanaman mangrove tapi juga menebar bibit kerang.

Meskipun mendapat bantuan, masyarakat Dukuh Timbulsloko berharap pemerintah memberi solusi terbaik untuk menyelamatkan desa-desa tenggelam di wilayah pesisir utara Jawa Tengah. Konsep pembangunan berkelanjutan dan holistik yang mengedepankan kepentingan lingkungan dan sosial masyarakat setempat sangat dinantikan.

Penulis : Ari Rikin

Top