Koprol Iklim Bangun Inklusivitas Melawan Krisis Iklim

Reading time: 2 menit
Kaum muda harus menjadi garda terdepan menggalang aksi melawan krisis iklim. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Komunitas Pemuda Pro-Keadilan Iklim (Koprol Iklim) mendorong inklusivitas dan aksi tanpa sekat untuk melawan krisis iklim. Tanpa diskriminasi Koprol Iklim mengandeng anak muda untuk menjadi aktor-aktor melawan laju dan dampak perubahan iklim tersebut.

Berdiri pada 28 Oktober 2020 bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, komunitas ini punya tekad terus mengedukasi publik terkait krisis iklim ini.

Bidang Media Kreatif Koprol Iklim Rivani mengatakan, misi tersebut Koprol Iklim emban untuk terus mengedukasi masyarakat luas tentang ancaman krisis iklim.

“Sebab kita tahu bahwa aksi melawan krisis iklim tak memandang apa pun. Baik yang paham perubahan iklim atau tidak, baik masyarakat lokal maupun aksi-aksi anak muda semua memiliki tanggung jawab yang sama,” katanya dalam Kupas Komunitas Greeners, baru-baru ini.

Selama ini, mereka menilai masih ada sekat pembatas antarkelompok yang peduli dan abai terhadap kedaruratan iklim ini. Koprol Iklim ingin membuang sekat itu. Sebab tanpa kolaborasi, aksi melawan krisis iklim akan sulit tercapai.

Edukasi Krisis Iklim dan Kerusakan Alam Indonesia

Koprol Iklim merupakan kelompok atau komunitas anak muda yang bergerak membentuk wadah dan mengedukasi terhadap isu perubahan iklim dan kerusakan alam di Indonesia.

Rivani menyatakan, Koprol Iklim terbentuk berawal dari kelas iklim NDC, yang beberapa komunitas lingkungan hidup selenggarakan. “Kita bertemu dengan anak muda di Indonesia dari berbagai lintas daerah dan sektor. Karena sama-sama ingin belajar lebih dalam tentang iklim dan memiliki kegelisahan yang sama maka berdirilah kita,” paparnya.

Meskipun pendiri Koprol Iklim berada di berbagai wilayah, mereka kompak dan terus menyuarakan berbagai aksi melawan perubahan iklim di media sosial. Demikian juga kegiatan-kegiatannya yang selalu mereka lakukan secara online.

Kegiatan tersebut antara lain pertemuan online COP1, Sinau Koprol Iklim (kelas belajar isu-isu perubahan iklim) dua kali sebulan dengan mengundang mentor, serta akhir tahun 2021 lalu sayembara puisi.

“Koprol Iklim mempunyai cara yang berbeda untuk menyampaikan keresahannya. Misalnya melalui sayembara ini. Kemudian kita kerja sama dengan kurator komunitas sastra dan menerbitkannya menjadi kumpulan puisi,” tuturnya.

Rivani berharap, seiring dengan menurunnya kasus pandemi Covid-19 maka akan semakin banyak kegiatan secara offline. “Rencana kita akan melakukan riset offline ke daerah terdampak, lalu ingin ada kelas-kelas secara tatap muka,” ucapnya.

Anak Muda Ujung Tombak Aksi

Rivani menyebut, pentingnya pelibatan anak muda dalam aksi-aksi tersebut. Menurut laporan UNICEF, anak muda merupakan generasi paling terdampak dari krisis iklim.

“Mereka adalah korban terentan pertama dari krisis iklim akibat perilaku-perilaku yang sama sekali tak ramah lingkungan,” ujar dia.

Tak hanya itu, Rivani menilai potensi anak muda sangat besar untuk menyuarakan agar isu perubahan iklim terus mengema. Anak muda, sambung dia adalah tombak pertama komunikator dari krisis iklim.

“Mereka mampu mengomunikasikan hasil pengetahuan sains dan mensosialisasikan secara kreatif dan mudah publik mengerti,” imbuhnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top