11 Perusahaan Perusak Hutan Belum Bayar Denda Pengadilan Rp18,9 Triliun

Reading time: 2 menit
denda
Ilustrasi. Foto: pixnio.com

Jakarta (Greeners) – Dalam Debat Kedua Calon Presiden yang berlangsung pada tanggal 17 Februari lalu, capres nomor urut 01, Joko Widodo mengatakan bahwa penanganan kebakaran hutan bisa diatasi karena ada penegakan hukum terhadap 11 perusahaan dan sudah diberi denda dengan nilai total mencapai Rp18,9 triliun. Faktanya, meski disebutkan kemenangan dalam gugatan terhadap korporasi, namun belum ada satu rupiah pun yang masuk ke dalam kas negara.

Dalam data yang disampaikan oleh WALHI, sejak tahun 2015-2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK) telah mengantongi deposit kemenangan terhadap korporasi dalam gugatan perdata untuk kerugian lingkungan hidup sebesar Rp16,94 triliun dan Rp1,37 triliun untuk biaya pemulihan.

BACA JUGA: WALHI Temukan Pembukaan Lahan Ilegal Seluas 34 Hektare di Pangkalan Bun 

Arie Rompas, Team Leader Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, mengatakan bahwa tahun 2014, salah satu kasus kebakaran hutan yang digugat perdata oleh pemerintah adalah Bumi Mekar Hijau (BMH), pemasok untuk Asia Pulp and Paper, perusahaan bubur kertas terbesar di Indonesia. Konsesi BMH yang terletak di Sumatera Selatan kembali terbakar pada peristiwa kebakaran hutan terburuk tahun 2015.

“Dengan tidak memaksa perusahaan-perusahaan tersebut untuk membayar, pemerintah terkesan mengirim pesan berbahaya yakni keuntungan perusahaan lebih penting di hadapan hukum, udara bersih, kesehatan dan perlindungan hutan. Sampai hari ini tidak ada satu perusahaan pun yang membayar kompensasi atas peran mereka dalam bencana tersebut,” kata Arie saat dihubungi Greeners, Selasa (19/02/2019).

Arie mengatakan kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015 yang terjadi di Sumatera, Kalimantan dan Papua menyebabkan kabut asap yang mengganggu jutaan orang di Asia Tenggara. Bank Dunia memperkirakan Indonesia merugi sekitar 221 triliun rupiah pada sektor kehutanan, agrikultur, pariwisata dan industri lainnya.

BACA JUGA: Walhi Anggap Restorasi Gambut Lamban, KLHK Terus Maksimalkan Pemulihan 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Penyelesaian Sengketa Ditjen Gakkum KLHK, Jasmin Ragil Utomo mengatakan bahwa ganti rugi tersebut belum masuk ke kas negara dikarenakan ketua pengadilan belum mengeksekusi.

“KLHK mendorong terus pengadilan ini. Tahun ini sudah mulai dari Aceh, PT Kalista Alam, dengan kasus karhutla dengan denda senilai Rp366 miliar. Sudah dalam tahap penetapan pelelangan lahan. Sedangkan di Riau, PT Merbau Pelalawan Lestari, kasus pembalakan liar dengan denda sebesar Rp16,245 triliun yang masih menunggu proses pelaksanaan eksekusi dari ketua pengadilan,” ujar Ragil saat dihubungi Greeners melalui telepon, Selasa (19/02/2019).

denda

Untuk korporasi lainnya, seperti PT Jatim Jaya Perkasa, PT Waringin Agro Jaya, PT Waimusi Agroindah, PT Bumi Mekar Hijau, PT National Sago Prima, PT Ricky Kurniawan Kertapersada, PT Palmina Utama, PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi, dan PT Surya Panen Subur masih menunggu keputusan dan salinan putusan. Tanpa perusahaan menerima surat keputusan tersebut, pengadilan belum bisa mengeksekusi.

“Disadari memang waktu untuk proses (peradilan) kejahatan lingkungan ini lama karena kasus lingkungan ini masih baru dan pihak pengadilan perlu mempersiapkan apa yang perlu dilakukan. Karena bukan saja pada ganti rugi, namun ada pemulihan lingkungan juga. Namun, untuk saat ini pengadilan fokus pada kerugian lingkungan terlebih dahulu, karena pemulihan lingkungan diharapkan bisa dilakukan oleh perusahaan,” kata Ragil.

Untuk mekanisme alur uang ganti rugi para perusahaan tersebut, Ragil menjelaskan, pengeksekusian akan dilakukan oleh ketua pengadilan yang akan diserahkan kepada KLHK melalui rekening khusus untuk penyelesaian sengketa lingkungan yang didasarkan pada putusan pengadilan. Uang ganti rugi tersebut selanjutnya dimasukkan ke rekening negara.

Penulis: Dewi Purningsih

Top